Berita Banyumas

Dietilen Glikol dalam Sediaan Farmasi Apakah Berbahaya, Ini Pandangan Ahli Farmakologi Unsoed

Penulis: Permata Putra Sejati
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen Ahli Imunologi dan Farmakologi dari Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan/FIKes Unsoed apt.Heny Ekowati,M.Sc.,Ph.D, kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (26/10/2022).

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Kementerian kesehatan mencatat total kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal 245 anak di 26 provinsi dengan angka kematian 141 anak. 

Menurut peraturan registrasi produk obat Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), semua obat sirop anak dan dewasa dilarang memakai etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG). 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menduga kuat penyebab gagal ginjal akut tersebut adalah EG dan DEG yang mencemari obat batuk dalam bentuk sediaan sirop. 

Sebenarnya kasus keracunan massal EG dan DEG sudah terjadi sejak lama, mulai dari tahun 1937 sampai dengan 2022 di 18 negara.

Baca juga: Orangtua Pasien Gagal Ginjal Akut Sebut Anaknya Tidak Kencing Setelah Minum Obat Sirup

Baca juga: Curi Motor Teman Kos untuk Bayar Kuliah, Mahasiswa Ini Akhirnya Mengaku karena Merasa Bersalah

Dosen Ahli Imunologi dan Farmakologi dari Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan/FIKes Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), apt.Heny Ekowati,M.Sc.,Ph.D. mengatakan sediaan farmasi dalam formulasinya terdiri dari zat aktif dan zat pembantu (eksipien). 

Pada formulasi sediaan sirup, sebagai pemanis sekaligus pelarut dapat digunakan gliserin atau propilen glikol. 

Bahan baku gliserin yang digunakan sering kali terkontaminasi oleh etilen glikol dan dietilen glikol. 

"Baik etilen glikol maupun dietilen glikol dapat menyebabkan keracunan apabila dikonsumsi melebihi batas aman (kurang dari 1 mL/kgBB).

Konsumsi DEG yang melebihi batas aman akan menyebabkan gejala klinik yang muncul bertahap dari gangguan pencernaan dan mengarah pada gagal ginjal akut setelah kurang lebih 1-3 hari," katanya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (26/10/2022).

Dietilen glikol (DEG) merupakan cairan bening, tidak berwarna, praktis tidak berbau, kental, cairan higroskopis, dengan titik leleh 6,5 derajat celsius, titik didih 245 derajat celsius.
 
DEG memiliki rasa manis yang tajam. 

Dietilen glikol larut dalam air, alkohol, eter, aseton, dan etilen glycol. 

Sifat-sifat fisik ini membuatnya menjadi pelarut yang sangat baik untuk bahan kimia dan obat-obatan yang tidak larut dalam air. 

Dietilen glikol ini ada di dalam bahan baku gliserin selain sebagai kontaminan juga dapat terbentuk pada proses pembuatan sediaan sirup. 

Pada pembuatan sediaan sirup, hidrogenolisis pada karbohidrat di dalam gliserin menyebabkan terbentuknya DEG. 

"Dietilen glikol ini telah menyebabkan keracunan masal setidaknya pada 12 kejadian selama 70 tahun terakhir.

Pada tahun 1937, sirup sulfanilamid, dengan bahan pelarut dietilen glikol menyebabkan keracunan masal di Amerika. 

Keracunan ini menyebabkan terjadinya kematian sebanyak 105 orang," jelasnya.

Terjadi keracunan masal di tahun itu menjadikan penelitian terkait toksisitas DEG terus dilakukan. 

Wabah pertama dan terbesar ini menyebabkan disahkannya Undang-Undang Makanan, Obat, dan Kosmetik Federal Amerika tahun 1938 yang mewajibkan bukti keamanan sebelum obat digunakan di pasaran.

Heny Ekowati yang juga anggota Ikatan Apoteker Indonesia) mengatakan, sementara itu di Indonesia, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) tanggal 20 Oktober 2022, BPOM telah melakukan upaya-upaya preventif terkait adanya isu obat sirup yang terkontaminasi DEG dan EG. 

Salah satunya dengan melakukan sampling dan pengujian terhadap beberapa obat dan hasilnya ditemukan 5 produk obat yang mengandung cemaran EG.

Kelima produk itu yaitu Termorex Sirup, Flurin DMP Sirup, Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup, dan Unibebi Demam Drops. 

Terhadap 5 produk yang mengandung EG di atas batas ambang aman (ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake/TDI untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5-1 mg/kg berat badan per hari),

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahan tambahan yang digunakan sebagai pemanis dan sekaligus pelarut di dalam sediaan sirup di antaranya adalah gliserin dan propilen glikol.

Bahan-bahan ini digunakan dalam jumlah besar secara komersial di industri farmasi.

Pelarut adalah bahan yang tidak bereaksi dengan bahan lain,yang digunakan dalam formulasi sediaan farmasi untuk berbagai alasan. 

Diantaranya adalah meningkatkan kelarutan bahan aktif; untuk produksi massal; meningkatkan konsistensi formulasi sediaan; atau sebagai pelarut untuk membuat sediaan farmasi oral, topikal (oles) atau parenteral (suntikan). 

Kontaminasi berupa DEG dapat disebabkan oleh kesengajaan atau ketidaksengajaan dalam pembuatan sediaan farmasi. 

Kemurnian bahan baku pelarut misalnya gliserin, seharusnya tertulis di dalam Label Bahan Baku dan diverifikasi. 

Pada kejadian keracunan masal di Panama tahun 2006, gliserin sengaja diganti dengan DEG dan diberi label sebagai gliserin murni 99,5 persen dan menjualnya dengan harga lebih tinggi. 

Proses verifikasi yang dilakukan selama transit dan tujuan akhir tidak dilakukan atau tidak cukup mendeteksi kandungan bahan baku. 

Selain itu, selama pengiriman, label baru tiba-tiba muncul, yang isinya menggambarkan bahwa bahan baku “DEG” isinya sebagai gliserin pharmaceutical-grade (gliserin yang digunakan untuk industri farmasi).

Selain dalam proses pengadaan bahan baku, DEG dapat muncul pada saat proses pembuatan bahan baku pelarut misalnya gliserin. 

Penelitian menemukan beberapa proses pembuatan bahan baku yang potensial untuk terbentuknya kontaminan termasuk DEG.

Kontaminan yang terbentuk bergantung pada bahan baku dan metode yang digunakan.

Kontaminan dapat terbentuk dari bahan baku dengan kualitas rendah, lemak non-food- grade yang terhidrolisis, terjadinya saponifikasi; atau alkoholisis untuk menghasilkan gliserin.

Hidrogenolisis karbohidrat dalam produksi gliserin, dapat menghasilkan produk sampingan seperti DEG, produk sampingan yang harus dihilangkan untuk membuat bahan baku pharmaceutical-grade. 

Pada kasus keracunan yang terjadi Haiti tahun 1995, kemungkinan bahan baku gliserin terkontaminasi dengan DEG.

Menurutnya otoritas negara untuk pengawasan obat sangat perlu memperhatikan pengujian kemurnian bahan baku, menaati panduan dan menerapkan mekanisme untuk pengujian kontaminasi DEG pada bahan baku yang digunakan untuk sediaan farmasi. 

Terutama dalam hal ini adalah gliserin dan propilen glikol. 

Sehubungan dengan hal tersebut ia menyarankan pihak berwenang tidak hanya mengandalkan dokumentasi yang diberikan oleh pihak produsen bahan baku. 

Pengujian secara ketat sesuai dengan pedoman yang ditetapkan harus selalu dilakukan untuk memastikan bahwa sediaan farmasi hanya mengandung bahan kimia yang aman untuk dikonsumsi manusia. (jti) 

Berita Terkini