Sesaat sebelum fajar, Igor berpamitan untuk pergi. Ia berjanji akan kembali lagi di malam hari. Ia lalu berubah menjadi alap-alap, dan terbang pergi meninggalkan Isveta.
Begitulah, burung alap-alap itu hampir setiap hari bertemu Isveta, dan ia berubah menjadi pemuda tampan. Lalu kembali berubah menjadi burung alap-alap saat menjelang fajar.
Lama kelamaan, kedua kakaknya tahu kalau Isveta sering bertemu diam-diam dengan burung alap-alap jelmaan pemuda tampan. Maka mereka menceritakan segalanya kepada ayah mereka. Namun Pak Terenin berkata kepada mereka, “Isveta meminta bulu sayap burung alap-alap. Tak masalah kan, kalau dia memiliki sahabat pangeran jelmaan burung alap-alap. Kalian berdua meminta gaun dan perhiasan, dan itulah yang kalian miliki…”
Kedua kakak itu iri kepada Isveta. Mereka lalu membuat sebuah jebakan. Mereka meletakkan pecahan kaca di jendela kamar Isveta, dan memberi Isveta ramuan tidur. Pada malamnya, alap-alap mencari Isveta di gazebo. Namun karena Isveta tidak ada, alap-alap itu terbang ke jendela kamar Isveta. Saat mengetuk jendela Isveta, ia terkena jebakan pecahan kaca dan melukai tubuhnya. Sementara Isveta masih tetap tertidur.
Akhirnya alap-alap itu berkata kencang-kencang, “Isvetaaaa, kalau kau butuh aku, kau akan menemukanku. Tetapi tempat tinggalku sangat jauh dan perjalanannya sangat sulit. Kau butuh sepatu besi, tongkat besi untuk membantu berjalan, dan topi besi untuk menahan dingin dan panas. Benda-benda itu akan rusak di tengah jalan. Setelah tiga kali berganti, barulah kau bisa menemukanku.”
Sementara itu, Isveta sudah mulai terbangun dari tidurnya dan samar-samar mendengar perkataan Alap-alap itu. Ia berdiri terhuyung ke arah jendela, dan membuka jendelanya. Sayangnya alap-alap itu sudah terbang pergi. Ia pun menangis.
Isveta teringat kata-kata burung alap-alap sahabatnya itu. Maka ia lalu memesan tiga pasang sepatu besi, tiga tongkat besi, dan tiga topi besi untuk ia pakai di perjalanan. Setelah itu ia mengucapkan selamat tinggal kepada ayahnya. Tadinya, Pak Terenin tak mengijinkan putri bungsunya pergi. Namun Isveta tak dapat ditahan lagi.
Isveta pun memulai petualangannya. Perjalanannya sangat berat sampai sepatu, tongkat dan topi besi pertamanya patah dan rusak. Ia kini memakai sepatu, tongkat dan topi besi keduanya. Ketika ia sampai di sebuah hutan, ia menemukan sebuah pondok kecil. Ia masuk ke dalam pondok itu dan melihat seorang kakek tua yang sedang duduk di sebuah perapian.
“Apa yang membuat kamu sampai di sini, hai gadis. Aku sudah duduk di tempat ini selama puluhan tahun, dan tidak pernah melihat seorang pun datang ke sini.”
“Aku sedang mencari sahabatku, seekor burung alap-alap, Kakek,” jawab Isveta.
Kakek itu menggelengkan kepalanya.
“Aku tidak pernah melihat burung alap-alap. Tetapi tunggulah di sini hingga pagi, gadis muda. Semua makhluk di hutan ini akan berkumpul saat fajar menyingsing, mungkin mereka akan membawakan kabar tentang alap-alap sahabatmu itu.”
Isveta pun tidur di pondok itu. Dan saat pagi datang, seperti yang dikatakan kakek itu, semua mahluk di hutan itu berkumpul. Para beruang, serigala, kijang, bahkan sampai semut datang berkumpul. Namun sayangnya, tidak ada seekor hewan pun yang pernah mendengar kabar tentang burung alap-alap itu.
“Maafkan aku, Isveta. Aku tidak bisa membantumu,” kata kakek itu. “Tapi aku akan memberikanmu sebuah hadiah. Bawalah nampan perak dan telur emas ini. Saat kamu meletakan telur di nampan ini, telur emas itu akan berputar dengan sendirinya. Kamu tidak boleh menjual nampan emas ini demi apapun, kecuali untuk menemukan burung alap-alap sahabatmu itu. Sekarang, seekor kijang akan menemanimu untuk keluar dari hutan ini, dan ia akan membantumu.”
Kijang itu lalu menuntun Isveta keluar dari hutan. Isveta mengikuti berjalan mengikuti gerakan matahari. Ia berjalan dan berjalan melewati daerah yang susah dilewati. Perjalanannya sangat berat sampai sepatu, tongkat dan topi besi keduanya patah dan rusak. Ia kini memakai sepatu, tongkat dan topi besi ketiganya. Itu adalah cadangan terakhir yang dimilikinya.