TRIBUNJATENG.COM - Ingat penyiksaan dalam kerangkeng manusia milik Terbit Rencana Peranginangin di Langkat?
Kasus tersebut masih berjalan.
Terbaru Dewa Peranginangin, anak Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin yang dalam persidangan disebut siksa tahanan sampai mati cuma dituntut tiga tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Langkat, Baron Sidik.
Dalam persidangan ini, JPU Kejari Langkat Baron Sidik menyatakan bahwa Dewa Peranginangin terbukti melanggar Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Sehingga, Dewa Peranginangin cuma dituntut tiga tahun atas kematian tahanan bernama Sarianto Ginting, yang sebelumnya disiksa bertubi-tubi pakai selang dan ditenggelamkan ke kolam ikan.
Baca juga: Ratusan Mahasiswa IPB Terjerat Pinjol Hingga Miliaran Rupiah, Laporkan Pemilik Toko Online
Baca juga: Ronaldo Kaget Lihat Fasilitas Manchester United saat Ia Kembali, Ini 6 Pernyataan Kontroversialnya
"Menyatakan terdakwa satu Dewa Peranginangin dan terdakwa dua Hendra Surbakti, telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan yang menyebabkan perasaan tidak enak, atau menderita rasa sakit atau luka dan merusak kesehatan orang lain yang mengakibatkan mati," kata JPU Baron Sidik di hadapan hakim Halida Rahardhini, Senin (15/11/2022).
Adapun alasan JPU memberi tuntutan cuma tiga tahun penjara, karena Dewa Peranginangin dan terdakwa Hendra Surbakti sudah setor Rp 530 juta sebagai uang ganti rugi kepada keluarga korban.
Uang setoran ganti rugi ini dijadikan alasan guna pemulihan atau tunjangan kematian terhadap ahli waris para korban.
"Yang menjadi pertimbangan kami dalam mengajukan tuntutan pidana, yang memberatkan perbuatan para terdakwa meresahkan masyarakat. Dan yang meringankan para terdakwa, terdakwa tidak pernah dihukum, para terdakwa (masing-masing) telah membayar restitusi ganti rugi kematian Rp 265 juta, para terdakwa menyesali perbuatannya, dan ahli waris keluarga korban telah memaafkan para terdakwa," ujar JPU.
Dalam tuntutan ini, JPU memilih pasal alternatif, yakni Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Padahal, di dalam dakawaan sebelumnya, JPU menjerat Dewa Peranginangin dan Hendra Surbakti dengan Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHP.
Diketahui, ancaman Pasal 170 ayat (2) ke-3 KUHPidana ini 12 tahun penjara.
Sementara itu, Pasal 351 ayat (3) ancamannya tujuh tahun penjara.
Namun, dalam sidang tuntutan, hukuman yang diberikan jaksa tidak sesuai dengan isi dan bunyi Pasal 351 ayat (3), yang menyatakan bahwa pelaku penganiayaan dapat dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara.
Tuntutan yang diberikan JPU kepada Dewa Peranginangin justru hanya tiga tahun penjara.
Dalam persidangan ini, dua terdakwa lain yakni Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring juga dituntut tiga tahun penjara.
Keduanya juga dianggap terbukti melanggar Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dan terbukti bersalah atas kematian penghuni kerangkeng bernama Abdul Sidik Isnur alias Bedul.
Usai membacakan tuntutan ke empat terdakwa yang dipersidangkan dengan dua kasus, majelis hakim kemudian meminta berita acara pembacaan tuntutan tersebut.
Lalu, hakim juga sempat bertanya kepada JPU, apakah sudah menyusun tuntutan terhadap berkas Tindak Pidana Perdagangan Orang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 7 ayat (2) UU TPPO jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai berkas perkara yang terdaftar yakni 469/ Pid.B/ 2022/ PN Stb.
"Bagaimana JPU, apakah untuk sidang TPPO sudah siap disimpulkan," tanya majelis hakim.
Menjawab hal itu, JPU bilang berkas TPPO terhadap terdakwa Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti, Suparman Peranginangin dan Rajisman Ginting belum siap.
"Belum yang mulia. Kami minta waktu untuk beberapa hari lagi," pinta JPU.
Ketua majelis hakim akhirnya memberi waktu hingga Kamis, 17 November 2022 mendatang.
"Saya ingatkan sekali lagi, kita terikat dengan masa tahanan. Jadi hari Kamis, harus sudah dibacakan tuntutan untuk para terdakwa kasus TPPO. Hari Jumat (18/11/2022) pukul 9.00 WIB, kita akan memasuki tanggapan (nota pembelaan) dari penasehat hukum terdakwa. Ingat itu ya, untuk para terdakwa ada yang ingin disampaikan," ujar majelis hakim.
"Tidak ada yang mulia," saut ke empat terdakwa bergantian.
Sidang akhirnya ditutup dan akan dilanjutkan dengan pembacaan tuntutan kasus perkara TPPO, Kamis (17/11/2022).
Kebiadaban para terdakwa
Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring, anak buah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin ternyata sudah beberapa kali siksa tahanan sampai mati di kerangkeng manusia.
Dalam persidangan terungkap, bahwa bukan Sarianto Ginting saja yang disiksa sampai mati oleh anak buah Terbit Rencana Peranginangin, tapi juga tahanan lain bernama Abdul Sidik Isnur alias Bedul.
"Berdasarkan keterangan saksi, korban Bedul dipukul oleh terdakwa Hermanto dan Iskandar hingga kepalanya terantuk tiang kerangkeng. Dan tindakan ini pertama kali dilakukan oleh terdakwa pada hari pertama Bedul masuk kerangkeng, dan belanjut seperti diselang, sikap taubat, manjat seperti monyet, hingga hari keenam sebelum Bedul meninggal dunia," kata Kanit Subdit III Jatanras Dit Reskrimum Polda Sumut, Kompol Heri Sofyan (55), Rabu (31/8/2022).
Menurut Heri, fakta penyiksaan itu ia dapati dari penghuni kerangkeng bernama Heru.
Heru dengan gamblang menceritakan bagaimana Bedul disiksa ketika masuk ke dalam kerangkeng manusia tahun 2019 silam.
"Kita wawancara keluarga Bedul, dan menemukan adanya kuburan. Kemudian melakukan ekshumasi dan hasilnya ada kekerasan yang dialami Bedul pada bagian kepala," ujar Heri.
Ia menerangkan, bahwa pihak keluarga mengaku sempat tidak boleh membuka peti jenazah oleh keluarga dan anak buah Terbit Rencana Peranginangin.
"Tewasnya Bedul ini pada tahun 2019. Pada saat jenazah sampai di rumah duka, peti jenazah gak boleh dibuka, namun keluarga memaksa. Dan ada ditemukan luka lebam di wajah Bedul," ujar Heri.
Kemudian, Heri menuturkan jika korban Abdul Sidik alias Bedul sebelum masuk ke dalam kerangkeng milik Bupati Langkat nonaktif, korban terlebih dahulu diamankan di Polsek Padang Tualang, karena kedapatan mencuri plastik di Sawit Sebrang.
Bahkan informasi yang diperoleh, sebelum diamankan ke polsek, Bedul sempat dihakimi warga.
"Pengakuan saksi korban, Bedul dimasukkan ke kerangkeng bupati karena permintaan keluarga. Dan yang mengantarkan saat itu, pihak polsek, camat, lurah, orangtua Bedul, dan didampingi kedua terdakwa," ujar Heri.
Saat ditunjukkan barang bukti selang jenis kompresor oleh JPU, Heri mengaku jika tiga buah selang tersebut ditemukan di lokasi yang berbeda.
"Di depan kerangkeng ada satu kursi panjang, ada di bawahnya ditemukan satu selang. Satu lagi di dapur, dan satu lagi diberi oleh penghuni kerangkeng. Diduga selang ini digunakan untuk menyelang Bedul," ujar Heri.
"Dan setiap orang baru masuk kerangkeng, diselangi termasuk si Bedul," tutup Heri.
Setelah mendengar keterangan saksi, terdakwa Hermanto dan Iskandar pun membantah apa yang telah dikatakan saksi pelapor tersebut.
Dakwaan JPU ungkap kebiadaban Dewa Peranginangin
Dewa Peranginangin dan sejumlah anak buah bapaknya, yang diantaranya Suparman Peranginangin, Terang Ukur Sembiring, Hermanto Sitepu, Iskandar Sembiring, Rajisman Ginting, Jurnalista Surbakti, dan Hendra Surbakti menjalani sidang perdana di PN Stabat, Rabu (27/7/2022) kemarin.
Sidang ini merupakan yang kedua kalinya, setelah sebelumnya pada Kamis (21/7/2022) lalu digelar diam-diam diduga untuk menghindari pantauan media massa.
Meski sempat digelar, tapi sidang perdana itu ditunda.
Alasannya, karena jaksa penuntut umum (JPU) tidak mampu menghadirkan terdakwa.
Namun alasan ini berbanding terbalik dengan keterangan pengacara terdakwa.
Pengacara bilang, bahwa sidang perdana ditunda karena jaksa tengah merayakan ulang tahun Adhiyaksa.
Karena sidang perdana sempat ditunda, sidang kedua digelar dengan agenda pembacaan dakwaan.
Dalam dakwaan JPU Kejati Sumut itu, disebutkan bahwa kasus penyiksaan berujung kematian terhadap Sarianto Ginting bermula pada 12 Juli 2021.
Kala itu Sariandi Ginting, kakak kandung mendiang Sarianto Ginting berniat menitipkan adiknya di kerangkeng manusia milik Terbit Rencana Peranginangin, dengan harapan sang adik bisa menjalani rehabilitasi.
Pukul 21.00 WIB, saksi Sariandi Ginting menghubungi terdakwa Jurnalista Surbakti alias Uci, anak buah Terbit Rencana Peranginangin, memberitahukan keberadaan Sarianto Ginting.
Sarianto Ginting kala itu tengah berada di bengkel yang beralamat di Pasar Pinter, Dusun VII Suka Jahe, Desa Pursobinangun, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat.
Lalu, terdakwa Jurnalista Surbakti alias Uci bersama terdakwa lainnya yakni Rajisman Ginting alias Rajes, saksi Seh Ate Sembiring alias Tarion dan saksi Jonter Silalahi alias Lala menjemput paksa Sarianto Ginting menumpangi mobil Avanza hitam BK 1626 RE.
Di dalam mobil, Sarianto Ginting dianiaya hingga akhirnya dijebloskan ke kerangkeng manusia milik Bupati Langkat nonaktif.
Sampai di dalam kerangkeng, Sarianto Ginting disiksa berulang-ulang dengan cara dipukuli hingga tak berdaya.
Kemudian, pada 15 Juli 2021, terdakwa Rajisman Ginting alias Rajes melapor pada Dewa Peranginangin, bahwa ada tahanan yang baru masuk bernama Sarianto Ginting.
Rajes melapor, bahwa tahanan itu adalah pengguna narkoba.
Saat mendapat laporan itu, Dewa Peranginangin yang tengah memainkan ponselnya kemudian mendatangi kereng.
Di sana Dewa Peranginangin menginterogasi Sarianto Ginting, bertanya sudah berapa lama menggunakan narkoba.
Saat diinterogasi, Sarianto Ginting tidak mengaku dirinya menggunakan narkoba, sehingga membuat Dewa Peranginangin marah.
Lalu, Dewa Peranginangin memerintahkan Sarianto Ginting bergelantungan di sel.
Korban kemudian disiksa lagi oleh terdakwa lainnya.
"Bahwa saksi Heru Gurusinga yang saat itu baru datang bekerja di kebun sawit milik Bupati TRP ketika duduk istirahat di depan kereng/sel 01, sempat melihat terdakwa Dewa Peranginangin dan terdakwa Hendra Surbakti alias Gubsar memukul/menganiaya bagian pergelangan tangan dan kaki korban Sarianto Ginting dengan menggunakan kayu broti secara berulang kali," kata jaksa dalam dakwaanya, Rabu (27/7/2022).
Setelah puas menganiaya korban, Dewa Peranginangin kemudian memerintahkan anak buah bapaknya, untuk mengambil lakban.
Spontan, para anak buah Terbit Rencana Peranginangin kemudian melakban mata dan mulut Sarianto Ginting.
Ia kembali dipukuli berulang-ulang hingga tak berdaya.
"Bahwa saksi Heru Gurusinga, saksi Riko Sinulingga, saksi Robin Ginting dan saksi Trinanda Ginting melihat korban Sarianto Ginting digiring ke arah kolam ikan yang berada di depan kereng oleh saksi Rajesman Ginting alias Rajes dan terdakwa Hendra Surbakti alias Gubsar," kata jaksa dalam dakwaannya.
Sesampainya di tepi kolam, terdakwa Hendra Surbakti alias Gubsar mendorong tubuh korban Sarianto Ginting ke dalam kolam ikan yang berada di depan kereng.
Korban Sarianto Ginting yang tidak bisa berenang sempat menggapaikan tangannya, dan terlihat muncul dipermukaan satu kali, namun selanjutnya korban tidak lagi muncul kepermukaan.
"Berselang beberapa saat kemudian, saksi Rajisman Ginting alias Rajes menyuruh salah satu anak kereng untuk melompat masuk ke dalam kolam ikan mencari korban Sarianto Ginting dan menemukan tubuh korban Sarianto Ginting di dekat saluran pipa air kolam," kata jaksa.
Setelah menemukan tubuh Sarianto Ginting, saksi meletakkan Sarianto Ginting di depan halaman kereng.
"Bahwa terdakwa Dewa Peranginangin sempat terlihat memegang denyut nadi tangan korban Sarianto Ginting, dan menyuruh saksi Rajesman Ginting alias Rajes untuk membawa korban Sarianto Ginting ke klinik yang ada di dekat rumah Bupati Langkat nonaktif TRP, namun belum sampai di klinik korban Sarianto Ginting sudah meninggal dunia," kata jaksa.
Dari hasil visum diketahui bahwa adanya bekas kekerasan pada bagian tulang rahang, punggung, tulang lengan atas kiri dan dada.
Atas perbuatannya, Dewa Peranginangin dan Hendra Surbakti alias Gubsar didakwa, Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana atau kedua, Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.(tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Siksa Tahanan Sampai Mati, Dewa Peranginangin Anak Bupati Langkat Nonaktif Cuma Dituntut 3 Tahun