Thompson dalam bukunya berjudul “Etika Politik Pejabat Negara” menyatakan bahwa kehidupan politik tidak dapat luput dari konflik.
Oleh karena itu seorang politisi atau pemimpin politik bisa tergoda melakukan apa yang dikatakan Satre ‘berpolitik dengan tangan kotor sampai batas siku’. Thompson menyebutnya berpolitik dengan tangan-tangan kotor.
Ungkapan ini merupakan kritik yang diarahkan kepada para pejabat pemerintah kerajaan zaman itu yang karena rakus dan ambisius terhadap kekuasaan melakukan tindakan-tindakan yang tidak bermoral.
Para ahli teori politik juga berpendapat bahwa para pemimpin di negara demokratis yang mapan sekalipun mungkin memiliki tangan yang tidak kalah kotornya.
Dalam hal ini, dari segi etika politik tidak ada pembenaran menghalalkan segala cara yang kotor untuk memuluskan kepentingan yang tidak bermoral.
Dewasa ini pemahaman sebagian masyarakat tentang politik lebih bernuansa negatif di mana terindikasi adanya pembiaran terhadap cara berpolitik yang kotor. Politik tidak sekadar identik dengan strategi perebutan kekuasaan dan jabatan semata.
Dan mirisnya, sebagian masyarakat membenarkan cara kotor tersebut.
Mulai adanya nuansa kepentingan politik yang bersifat egoisme dan kelompokisme yang menguat. Ambisi kekuasaan disertai janji-janji politik yang mengelabui dianggap lumrah.
Mereka yang haus akan kekuasaan, memanfaatkan media sosial untuk menyampaikan pesan-pesan bernada suara sumbang.
Belajar Berhati Nurani
Politik berkaitan dengan konsep hidup bernegara, tata kelola kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, pembagian dan alokasi. Politik dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mewujudkan cita-cita atau ideologi. Bagi kaum yang melek politik memandangnya sebagai sarana untuk menguji rasa kemanusiaan seorang pemimpin dalam mewujudkan keadilan masyarakat.
Pemimpin ideal seperti apa? Dalam perpektif kepemimpinan psikologis, seorang pemimpin mesti memiliki kepribadian yang matang dan berintegritas.
Pemimpin yang dapat memberi dampak positif yang luar biasa disertai pengambilan kebijakan yang berorientansi kepada keadilan dan kesejahteraan.
Cottam dkk (2016) dalam Introductional Political Psychologi memberi contoh tentang figur kepemimpinan Mahatma Gandhi yang dikenal sebagai pemimpin berintegritas.
Gandhi adalah seorang pemimpin yang dengan gerakan nurani mampu membangkitkan dan meningkatkan harapan jutaan orang India. Ia menegakkan kebenaran tanpa kekerasan. Gandhi, pemimpin kharismatik dengan visi yang jauh ke depan bagi pembangunan negara dan rakyat India.