Presiden pertama Indonesia Soekarno meletakkan dasar negara UUD 1945 dan Pancasila sebagai arah pergerakan perjalanan bangsa Indonesia dari kobaran nuraninya.
Cindy Adams penulis buku 'Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia' memberi julukan nama baru kepada Soekarno “sang maha pencinta”.
Adams menggambarkan nurani Bung Karno sebagai pribadi yang sangat mencintai negara, rakyat, dan keindahan. Jiwanya bergetar setiap kali memandang matahari terbenam di Indonesia.
“Akan tetapi aku bersyukur kepada Sang Maha Pencipta, karena aku dilahirkan dengan perasaan halus dan darah seni. Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa menjadi Pemimpin Besar Revolusi, sebagaimana 105 juta rakyat menyebutku?
Kalau tidak demikian, bagaimana aku bisa memimpin bangsaku untuk merebut kembali kemerdekaan dan hak asasinya, setelah penjajahan Belanda?
Kalau tidak demikian bagaimana aku bisa mengobarkan suatu revolusi di tahun 1945 dan menciptakan suatu Negara Indonesia yang bersatu, yang terdiri dari pulau Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan bagian lain dari Hindia Belanda?”, (Bung Karno).
Ada sebuah pertanyaan yang sangat menggugah tetapi juga menggugat yang disampaikan para psikolog politik: “Apakah pemimpin dilahirkan atau ditempa?”
Banyak yang sepakat bahwa pemimpin ditempa. Mahatma Gandhi dan Bung Karno merupakan pemimpin yang lahir dari panggilan hati nurani terhadap rakyat yang dijajah dan ditindas untuk memperjuangkan hak-hak asasi manusia, hak asasi bangsa dan hak untuk merdeka.
Pemimpin masa kini juga mesti lahir dari harapan dan kegelisahan rakyat yang mendambakan keadilan dan kesejahteraan yang menyeluruh dan utuh.
Pastikan bahwa pemimpin dan calon pemimpin Indonesia bisa melihat persoalan kebangsaan dengan pandangan mata nurani yang jernih. Karena seperti kata Bung Karno bahwa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia belum selesai.
Apa yang baik, benar dan adil yang telah diletakkan pemimpin terdahulu supaya dilanjutkan dan ditingkatkan dalam semangat perjuangan nurani.
Apa yang masih kurang supaya diisi dengan niat yang murni. Semua mesti sepakat seperti kata Bung Karno bahwa orang Indonesia tidak boleh menjajah rakyat dan bangsanya sendiri.
Gandhi memberi catatan ideal tentang seorang pemimpin dan kekuasaan, “Ada dua macam kekuasaan. Yang satu diperoleh karena takut akan hukuman dan yang lain dengan tindakan cinta.
Kekuasaan yang didasarkan pada cinta adalah seribu kali lebih efektif dan permanen dari pada yang diperoleh dari rasa takut akan hukuman”.
Pemimpin dengan hati nurani adalah sebuah keniscayaan bagi bangsa dan rakyat Indonesia. Indonesia yang besar dan multikutural hanya bisa dirangkul oleh pemimpin dengan cinta yang besar terhadap bangsa dan negara.