TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Terdakwa Putri Candrawathi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, di Pengadilan Negeri Jakarta Selaran, Senin (12/12).
Dalam sidang itu, Putri Chandrawati dimintain keterangan sebagai saksi atas terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.
Dalam persidangan, Putri Candrawathi terlihat menangis setelah memberikan keterangan soal pelecehan seksual yang diterimanya.
Diketahui, sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sempat dilakukan tertutup saat Putri mulai ditanya terkait kejadian di Magelang, Jawa Tengah.
Istri Ferdy Sambo itu terlihat yang menggunakan pakaian berwarna hitam keluar dari ruang sidang dengan menunduk.
Terlihat raut wajah Putri Candrawathi yang berusaha menahan tangisan, setelah memberikan kesaksian saat sidang dihentikan sementara oleh majelis hakim.
Terkait itu, pengacara Putri, Arman Hanis menyebut tangisan kliennya tak terbendung itu adalah hal yang wajar.
Menurutnya, tangisan kliennya tersebut lantaran harus dipaksa mengingat kejadian yang pernah menimpanya tersebut.
"Ya artinya kalau soal menangis atau tidak sudah pasti lah orang dalam keadaan trauma untuk mengingat kembali kejadian dia alami pasti dia akan terus menerus ingat-ingat seperti itu pasti menangis lah ya," kata Arman Hanis.
"Apapun itu kalau dia mengingat kejadian yang lampau dirinya pasti dia sedih atau menangis itu sudah pasti," sambung Arman.
Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menutup sidang lanjutan perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat jika terdapat konten asusila.
Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso bertanya kepada jaksa penuntut umum terkait permintaan kuasa hukum Putri yang meminta sidang tertutup.
Namun, jaksa menolak permintaan tersebut karena tidak ada unsur kesusilaan dan anak dalam persidangan kali ini.
"Kami menolak karena ini bukan perkara kesusilaan dan anak, dari MA pun tidak ada perintah untuk tertutup," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Lalu, Wahyu juga bertanya kepada Putri Candrawathi yang menjadi saksi apakah keberatan jika sidang dilakukan secara terbuka. Putri pun meminta agar sidang dilakukan tertutup.
"Apakah saudara merasa terbebani dengan pemeriksaan secara terbuka dalam konteks perbuatan asusila?" tanya Wahyu ke Putri.
"Iya yang Mulia, bila berkenan sidang tertutup, terima kasih," jawab Putri.
Hasil komunikasi itu, Wahyu memutuskan sidang akan ditutup jika sudah masuk ke pembahasan yang berunsur kesusilaan.
Selain itu, Wahyu menyebut seluruh pengunjung sidang kecuali terdakwa, saksi dan penasehat hukum masing-masing yang hanya boleh berada di ruang sidang.
"Majelis memutuskan sidang dinyatakan tertutup hanya sebatas konten asusila. Selebihnya kita akan menyatakan terbuka. Kita sepakati ya, ketika nanti sudah menyentuh konten asusila kepada para pengunjung, ketika majelis hakim menyatakan sidang tertutup, mohon meninggalkan ruang sidang tidak ada satu orang pun kecuali penasihat hukum, terdakwa dan jaksa penuntut umum," ungkap Wahyu.
Dugaan Pelecahan di Magelang
Putri Candrawathi mengklaim Brigadir Yosua Hutabarat sempat memaksa mengangkat tubuhnya di rumah Magelang, Jawa Tengah pada 4 Juli 2022. Namun, saat itu dirinya melarang tindakan itu sebanyak dua kali.
Hal itu diungkap Putri saat memberikan kesaksian dalam statusnya sebagai terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di PN Jakarta Selatan pada Senin (12/12).
Awalnya, Putri bercerita tengah dalam kondisi sakit pada 4 Juli 2022, malam.
Selanjutnya, Putri Candrawathi pun duduk sembari selonjoran di depan ruang TV di rumah Magelang. Lalu, tiba-tiba Brigadir J pun menghampiri dirinya untuk mengangkat tubuhnya sebanyak dua kali.
"Malam saya tidak bepergian karena saya sakit. Saya istirahat di ruang TV. Sambil duduk selonjoran saya ingat anak saya, terus dek Yosua ingin mengangkat saya dua kali," kata Putri Candrawathi.
Saat itu, Putri pun melarang agar Brigadir J tidak mengangkat tubuhnya. Dia menyatakan bahwa dirinya bisa berjalan sendiri ke kamar saat tubuhnya sudah kuat.
"Pada saat ingin mengangkat pertama kali, saya bilang kepada dek Yosua 'Jangan, nanti kalau saya sudah kuat nanti saya naik sendiri ke atas'," jelas Putri.
Putri menuturkan bahwa Kuat Maruf juga sempat menegur Brigadir J karena mencoba mengangkat tubuh dirinya untuk kedua kalinya. Lalu, dirinya pun kembali menyatakan dirinya tak berkenan untuk diangkat ke kamar.
"Lalu, Kuat Maruf menegur Yosua karena saya tidak berkenan untuk diangkat. Lalu kedua kalinya lagi dek Yosua ingin mengangkat lagi namun saya bilang lagi 'Jangan dek, nanti kalau saya sudah kuat nanti saya naik sendiri ke atas'," ungkapnya.
Lebih lanjut, Putri menjelaskan bahwa dirinya pun ditemani Kuat Maruf dan asisten pribadinya Susi untuk masuk kembali ke dalam kamar. Saat itu, dirinya pun ditemani oleh Susi untuk beristirahat.
"Selanjutnya, ditemani Kuat dan Susi pas saat sudah enakan saya naik ke atas dan malam itu saya ditemani oleh Susi beristirahat di kamar atas," jelasnya.
Berikutnya, Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Wahyu Iman Santosa pun menanyakan soal sakit yang diderita oleh Putri. Kemudian, Putri menjawab bahwa dirinya memang suak kerap pusing karena adanya cidera di pungungnya sejak 2011.
"Saya pusing, saya memang suka pusing karena sejak 2011 saya pernah jatuh dan sedikit ada cidera di punggung belakang saya," pungkasnya.
Putri Candrawathi juga mengungkapkan jika Brigadir Yosua selalu mendampingi dirinya saat berpergian ke Magelang.
Awalnya, majelis hakim bertanya seberapa sering korban menemani Putri pergi ke Magelang selama korban menjadi pendamping Putri.
"Kurang lebih tiga kali yang mulia," ungkap Putri.
Dia mengaku, selama bepergian ke Magelang, dirinya selalu lewat jalan darat alias menggunakan mobil dan didampingi ajudan."Yang pasti saya, kalau anak saya yang nomor dua pasti didampingi dek Ricky. Pastinya siapa saja yang ikut saya lupa yang mulia. Tapi pasti ada ADC (ajudan)," ungkap Putri.
Hakim pun bertanya kembali apakah Yosua selalu mendampinginya.
"Iya," imbuh Putri.
Dalam perkara ini Putri Candrawathi bersama Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. (Tribun Network/ Yuda)