Biasanya, Ketika mereka selesai menjalani hukuman dan kembali ke masyarakat, ternyata beberapa bulan kemudian Kembali terjerat kasus yang sama.
Penyebabnya, pertama, karena masyarakat kurang menerima kehadirannya. Kedua, mereka Kembali ke lingkungan yang sama sehingga berpeluang pada yang bersangkutan untuk mengulangi perbuatannya.
Ada juga kasus beberapa warga binaan membawa barang yang isinya narkoba. Ternyata, barang tersebut adalah titipan dari orang terdekatnya yang merupakan gembong narkotika yakni suami ataupun pacarnya.
“Dan banyak para pacar atau suami mereka sampai saat ini malah tidak ditangkap,” ungkapnya.
Dikatakan Arumi, para perempuan yang terlibat kasus tersebut rata-rata tidak ada pendampingan saat proses peradilan.
“Ketika proses hukum berjalan hingga ketika di pengadilan mereka tidak tahu siapa yang mendampingi. Maka ketika ditanya Jaksa, mereka hanya menjelaskan dengan jawaban seadanya yang justeru memberatkan,” tuturnya.
Bahkan, ada 8 WNA perempuan kasus narkotika yang memakai jasa lawyer dari Indonesia tapi penasihat hukum tersebut kurang mahir berbahasa Inggris. Dampaknya, vonis yang diberikan justeru memberatkan.
“Yang kita temui di Lapas Perempuan Semarang rata-rata banyak tidak ada pendampingan dalam proses hukum itu berjalan,” katanya.(*)