TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Perempuan merupakan satu di antara kelompok rentan yang menjadi korban kejahatan peredaran narkotika. Relasi intim dari pihak pria jadi faktor utama banyaknya perempuan yang menjadi korban.
Hal itu diungkapkan Dosen Fakultas Hukum Univesrsitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang Dr Eko Budi Saryisono, SH MH, dalam kegiatan Pengabdian Masyarakat di Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang, Kamis (5/1/2022).
"Jika dilihat tren kasus peredaran gelap narkotika, persentase pelaku perempuan dapat dikatakan tinggi. Hal tersebut ditambah dengan banyaknya narapidana kasus narkotika perempuan yang dijatuhi hukuman mati," katanya.
Dikatakannya, berdasar data dari Komnas Perempuan, kelompok ini berada pada lapisan terluar dalam sindikat perdagangan gelap narkotika. Perempuan hanya berperan menjadi robot dari pelaku utama untuk melancarkan aksinya.
Menurutnya, selain adanya relasi kuasa atau relasi intim, hal itu dikarenakan konstruksi peran gender perempuan yang hidup di masyarakat menjadi alasan langgengnya hegemoni relasi kuasa pada diri perempuan.
Terdapatnya konsep diri perempuan yang lemah lembut, penurut, dan harus mau diatur menjadi senjata bagi pelaku untuk mengelabui korban perempuan.
"Situasi di atas menjadi alasan rentannya kelompok perempuan dalam menjadi korban kejahatan narkotika," kata Eko Budi.
Sementara itu, pada proses hukum, sering ditemukan permasalahan yang dihadapi perempuan dalam perkara hukum antaralain penegak hukum yang belum berspektif gender, budaya hukum yang bias dari gender, aturan hukum yang belum berpihak pada perempuan, dan hambatan mengakses keadilan.
"Maka, pada proses hukum yang harus dilalui pelaku tindak pidana perdagangan narkotika, sangat penting untuk memperhatikan aspek sensitivitas dan perspektif gender di setiap prosesnya. Mengelaborasi latar belakang sosial, faktor pendukung, dan bukti yang ditemukan menjadi salah satu cara meminimalkan perampasan hak perempuan yang berhadapan dengan hukum karena kasus kejahatan narkotika," ungkapnya.
Baca juga: Banyak Perempuan Jadi Korban Peradilan, FH Unwahas Semarang Beri Penyuluhan Hukum
Adapun, dalam kegiatan penyuluhan hukum pada perempuan di Lapas Perempuan IIA Semarang tersebut juga dihadiri Dekan FH Unwahas Dr Mastur SH MH, serta sejumlah dosen di antaranya Dr Mursito SH MH, Dr Aris Suliyono SH MH, Dr Noor Hadi SH MH, Dr Arumi Widiastuti SH MH.
Penyuluhan hukum ini sebagai tindaklanjut adanya kerjasama antara FH Unwahas dengan Kementerian Hukum dan HAM.
Dosen FH Unwahas, Dr Arumi Widiastuti mengatakan, perempuan sangat rentan menjadi korban ketidaktahuan mengenai hukum dan proses peradilan.
Bahkan, lanjutnya, banyak warga binaan di Lapas Perempuan Semarang yang dalam menjalani proses di peradilan tidak ada pendampingan. Hal ini berdampak adanya putusan hakim yang justeru memberatkan yang bersangkutan.
“Lapas sebagai tempat penyuluhan karena ada permintaan dari Kemenkumham agar Dosen FH Unwahas memberikan penyuluhan hukum ke Lapas Perempuan,” katanya.
Dijelaskan Arumi, di Lapas Perempuan Semarang sejumlah dua pertiga warga binaannya kasus narkotikan adalah orang yang pernah menjalani hukuman.