Pemilu 2024

Akademisi Hukum UNS Agus Riwanto Tanggapi Perdebatan Relasi Parpol & Capres: Punya Relasi yang Erat

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Partai Politik (Parpol) peserta Pemilu 2024

TRIBUNJATENG.COM, SOLO - Akademisi Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Agus Riwanto tanggapi perdebatan relasi partai politik (parpol) pengusung dan calon presiden (capres).

Pernyataan itu disampaikan sekaligus menanggapi pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terkait relasi antara parpol pengusung dengan capres.

Menurut Agus, pernyataan Megawati itu merupakan pernyataan yang konstitusional dan sesuai dengan konteks ketatanegaraan Indonesia.

Dia mengategorikan seorang presiden adalah kader parpol sejak pencalonan pilpres hingga menjabat sebagai presiden.

Dia menjelaskan, dalam perspektif UU Pemilu, parpol mempunyai relasi yang sangat erat dengan capres.

Hal itu karena pasca amandemen UUD 1945 telah mengubah mekanisme Pilpres bukan dipilih oleh MPR RI akan tetapi dipilih langsung oleh Rakyat sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6A ayat (1) UUD 1945.

"Selanjutnya UUD 1945 telah mengatur mekanisme Pilpres harus melalui mekanisme Parpol. Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2) itu merupakan dasar eksistensi fundamental parpol dalam konstitusi," ucap Agus, Jumat (13/1/2023) malam.

Selanjutnya menurut Agus, prosedur teknis Pilpres diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden yang mengatur tentang syarat pencalonan.

Adapun syarat pencalonan antara lain, capres diusulkan dalam satu pasangan oleh parpol atau koalisi parpol yang memiliki visi yang sama agar dapat memenuhi persyaratan ambang batas syarat pencalonan (presidential threshold) 20 persen perolehan kursi DPR atau 25 persen perolehan suara sah nasional pada pemilu sebelumnya.

Penentuan capres, ungkap dia, ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme parpol atau koalisi dan berhak melakukan kesepakatan dengan pengusung maupun pendukung yang tergabung dalam koalisi.

"Kesepakatan itu dibuat tertulis ditandatangai oleh pimpinan parpol di atas meterai yang cukup dan diserahkan kepada KPU. Jika tak terpenuhi maka seseorang tak dapat mencalonkan diri sebagai capres," terangnya.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana Jimmy Z Usfunan menegaskan pascareformasi UUD 1945 memberikan ruang andil yang besar bagi Partai Politik dalam penyelenggaraan negara.

"Seperti mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam pemilihan presiden, maupun saat presiden dan wakil presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam masa jabatannya sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945," jelasnya.

Menurut Jimmy, UU Nomor 2 Tahun 2008 dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik menjelaskan, keberadaan parpol dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita.

"Hal ini berimplikasi bahwa setiap partai politik memiliki asas dan ciri masing-masing yang sejalan dengan Pancasila dan UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Undang-Undang Partai Politik," ucapnya.

Halaman
12

Berita Terkini