Di sekitar tempat Rudianto menunggu, tertata beberapa becak.
Kondisi alat transportasi kayuh itu tak lagi segar.
Becak-becak tersebut juga ditinggalkan oleh pengayuhnya.
Melihat kondisi tersebut, Rudianto berharap cemas.
Pasalnya beberapa rekannya juga tak lagi mengayuh becak.
"Sebenarnya para pengayuh becak ingin diperhatikan, tapi hanya didatangi oleh pejabat saat akan ada coblosan atau Pilkada," katanya.
Layaknya telur diujung tanduk, Rudianto hanya bisa bertahan.
Ia juga tak mau mengantungkan nasibnya ke anak-anaknya.
Baginya, berjuang untuk hidup jadi moto kakek yang telah memiliki tiga cucu itu.
"Sepi atau ramai saya akan tetap bertahan, dari muda saya sudah mengayuh becak. Yang penting berusaha dulu, kalau hasil bukan manusia yang menentukan," tambahnya. (*)