Tuti khawatir akan kesulitan mengutang di agen elpiji.
Tak seperti di warung-warung kecil biasanya.
"Sudah nyari di agen, utang kagak boleh, kalau di warung masih bisa ngutang dulu. Biar kata di pangkalan ada, di warung harus tetep ada," kata Tuti saat ditemui, Senin (16/1/2023).
Tuti menilai kebijakan itu hanya akan mempersulit warga dalam memperoleh elpiji 3 kg.
"Kalau lagi masak tiba-tiba gas habis, nasi belum matang bagaimana? Kita nyari gas, orang di rumah sudah kelaparan, pulang-pulang malah berantem yang ada, namanya orang laper kan galak," kata Tuti.
Tak hanya itu, Tuti juga protes soal rencana wajib menunjukkan KTP saat membeli elpiji 3 kg.
"Pakai KTP segala saya enggak setuju, kalau KTP burem kayak saya ntar ribet. Saya masak pakai apa nanti," jelas Tuti.
Warga lainnya bernama Tia (27) juga mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.
Pemerintah, kata dia, seharusnya membuat kebijakan yang mempermudah warga bukan malah makin mempersulit.
"Ribet banget kalau cuma boleh di pangkalan. Saya lagi hamil gini enggak bisa bawa motor, ribet ntar nyarinya," kata Tia.
"Iya kalau suami masih di rumah, kalau suami sudah pergi kerja, saya ntar belinya gimana. Mana pakai KTP segala, sudah lah pemerintah jangan bikin sulit warga kecil," lanjut dia.
Sementara itu, menurut warga bernama Sri Wowo (60), kebijakan itu akan membuat ribet warga yang tidak memiliki kendaraan.
"Kalau lagi masak tiba-tiba gas habis, anak sudah minta makan jadi ribet nyarinya. Kalau dia ada kendaraan, kalau kendaraan enggak ada gimana," kata Sri.
Sri juga memprotes kebijakan pemerintah yang mewajibkan pembeli menunjukkan KTP saat membeli elpiji 3 kg.
"Baru tahu saya. Kalau pakai KTP, gratis enggak apa-apa. Ini beli masa pakai KTP juga," celetuk Sri.