TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Polisi dianggap netizen takut dalam menetapkan tersangka Eko Setia, pensiunan Polri yang melindas Muhammad Hasya Atallah, mahasiswa Universitas Indonesia (UI) hingga tewas.
Beda nasib dengan Sugeng, sopir Audi A6 yang diduga melindas Selvi Amalia hingga tewas telah ditetapkan tersangka.
Hasya yang menjadi korban tewas kecelakaan ditetapkan tersangka.
Hasil penetapan yang dilakukan Polda Metro Jaya dengan Polda Jabar di kasus kecelakaan berbeda padahal kronologi kecelakaan Hasya dan Selvi mirip hingga mengakibatkan keduanya meninggal.
Saat kejadian, sebuah sepeda motor di depan Hasya tiba-tiba melambat sehingga membuat Hasya mengelak dengan mengerem mendadak yang membuat motornya jatuh ke sisi kanan.
Lantas sebuah mobil yang dikendarai pensiunan polisi bernama Eko menabrak dan melindas Hasya hingga tewas.
Begitu juga kasus kecelakaan Selvi Amelia Nuraini yang terjadi di Cianjur. Selvi menabrak belakang angkot sehingga membuatnya terjatuh.
Selvi kemudian terlindas sebuah mobil yang diduga dikendarai Sugeng hingga meninggal.
Polisi berbeda menetapkan tersangka meski kronologi kejadian keduanya mirip.
Eko terbebas dari jeratan hukum, namun Polisi menetapkan Hasya sebagai tersangka. Sementara itu, Sugeng resmi ditetapkan tersangka.
Polisi berdalih Hasya yang menjadi korban meninggal karena kelalaiannya sendiri. Berbeda dengan penetapan tersangka Sugeng sopir Audi A6.
Mengapa aturan penetapan polisi bisa berbeda?
Baca juga: Diracun Tak Mati Ditabrak Selamat, Upaya Pemuda Membunuh Dukun Pengganda Uang di Sleman Gagal
Korban Dibiarkan 45 Menit
Terungkap dalam rekonstruksi kasus kecelakaan maut yang menewaskan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Muhammad Hasya Atallah tidak langsung ditolong setelah kecelakaan.
Dari rekonstruksi yang digelar Ada indikasi kelalaian dan pembiaran pensiunan polisi AKBP (Purn) Eko Setia BW .
Akibatnya kecelakaan yang terjadi pada 6 Oktober 2022 silam di Jagakarsa, Jakarta Selatan, terus menyedot perhatian publik.
Menurut polisi, Hasya mengalami kecelakaan hingga kehilangan nyawa akibat kelalaiannya sendiri dalam mengendarai sepeda motor.
Namun, masyarakat tidak serta merta menerima klaim polisi, dan malah menuntut agar kasus yang sudah dihentikan itu dibuka kembali dan diusut secara transparan.
Ada indikasi kelalaian dan pembiaran dari Eko di sini.
Kalaupun benar Eko tidak bisa menghindari Hasya yang tiba-tiba oleng ke arah mobil yang tengah ia kendarai, Eko setidaknya bisa membantu menyelamatkan nyawa pemuda 18 tahun itu.
Terlebih, kewajiban untuk membantu orang yang terlibat kecelakaan diatur di dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Pemerhati masalah transportasi Budiyanto sebelumnya mengungkapkan, orang yang terlibat kecelakaan tetapi dengan sengaja tidak menolong korban tergolong melakukan tindak pidana kejahatan.
Pasal 231 UU LLAJ mewajibkan pengemudi yang terlibat kecelakaan untuk memberi pertolongan kepada korban.
“(Sementara itu, di dalam) pasal 312 (disebutkan) apabila korban sampai luka atau meninggal dunia bisa dikenakan pasal berlapis," ujar Budiyanto.
Di dalam rekonstruksi ulang yang digelar Kamis (2/2/2023) kemarin, diketahui bahwa Hasya tidak mendapatkan bantuan dan tergeletak di jalan selama 45 menit usai dilindas mobil Pajero milik Eko.
Adegan ke-9 memperihatkan pengemudi dan beberapa saksi di tempat kejadian perkara (TKP) menelepon ambulans.
Sekitar 30 menit kemudian ambulans pun datang.
Pengemudi ambulans, di dalam reka ulang, mengaku mengecek kondisi korban saat ia tiba di lokasi.
Namun, ia tidak bisa memastikan korban masih hidup atau sudah meninggal.
"Saya tidak bisa melihat kondisi meninggal atau tidak karena saya melihat matanya sudah (melihat) ke atas."
"Sudah tidak ada gerakan sama sekali. Tidak ada napas," tutur petugas ambulans.
Korban baru dibawa ke rumah sakit 15 menit kemudian.
Sesampainya di rumah sakit, Hasya dinyatakan sudah meninggal dunia.
Pertanyaan pun muncul di kepala banyak orang, mungkinkah nyawa Hasya bisa diselamatkan jika ia langsung dibawa ke rumah sakit?
Pakar hukum pidana, Suhandi Cahaya menyebut, keluarga korban sejatinya dapat menuntut pensiunan polisi yang menabrak Hasya ke pengadilan karena menolak membantu korban usai kecelakaan.
“Seseorang yang mengabaikan anak istrinya saja bisa kena pidana. Apalagi ini orang lagi butuh pertolongan, korban terbentur dengan (mobil) dia, jadi bisa dilakukan pidana juga,” ucap Suhandi.
Kronologi Versi Keluarga Hasya
Seorang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) bernama Muhammad Hasya Atallah Saputra tewas diduga ditabrak oleh pensiunan polisi di Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Namun, Hasya justru ditetapkan sebagai tersangka.
Tim Advokasi keluarga Hasya, Indira Rezkisari, mengonfirmasi kabar tersebut.
"Iya, saya anggota tim advokasi kasus ini mengonfirmasi almarhum Hasya ditetapkan sebagai tersangka," kata Indira, Kamis (26/1/2023) malam.
Namun, Indira tak menjelaskan alasan Hasya ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau soal ini kami tidak bisa jawab.
Yang bisa jawab polisi ya," ujar Indira.
Kuasa hukum dan keluarga Hasya menerima surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) perkara kecelakaan lalu lintas dengan nomor B/42/I/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023.
Dalam SP2HP itu terlampir surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dengan nomor B/17/2023/LLJS tanggal 16 Januari 2023.
"SP3 karena tim kuasa hukum mendapat informasi LP 585 dihentikan.
Alasannya, Hasya yang ditetapkan sebagai tersangka sudah meninggal," ucap Indira.
Polisi sebelumnya memastikan bahwa kasus kecelakaan lalu lintas yang dialami Hasya akan diusut tuntas.
Penyidik Satlantas Polres Metro Jakarta Selatan dan Ditlantas Polda Metro Jaya memeriksa sejumlah saksi terkait kasus kecelakaan tersebut, di antaranya seorang teman Hasya yang saat itu berada di lokasi kejadian.
Penabrak yang disebut pensiunan pejabat Polri berpangkat AKBP dan keluarga Hasya telah beberapa kali dipertemukan untuk mediasi, hanya saja belum ada titik temu.
Bahkan, penabrak itu juga telah diperiksa dan diminta wajib lapor mingguan, setiap Kamis, sejak kasus kecelakaan tersebut ditangani.
Sebelumnya, orangtua Hasya, Adi Syahputra, membeberkan kronologi kasus dugaan tabrak lari di Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 6 Oktober 2022.
Adi menjelaskan, berdasarkan keterangan saksi di lokasi, kecelakaan terjadi saat mahasiswa Fisip UI tersebut hendak pulang ke rumah kos.
Setibanya di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Hasya seketika oleng dan terjatuh ke sebelah kanan.
Pada saat bersamaan, mobil Mitsubishi Pajero datang dari arah berlawanan hingga menabrak dan melindas korban.
"Iya, ditabrak terus dilindas, itu saksinya yang menyatakan seperti itu, karena saya tidak di lokasi, karena diceritakan seperti itu," kata Adi saat dikonfirmasi, Jumat (25/11/2022).
Adi mengatakan, saat itu pengemudi mobil tersebut menolak bertanggung jawab.
Hasya dibawa oleh mobil ambulans setelah teman korban mencari pertolongan.
"Jadi informasinya setelah sampai di rumah sakit sudah meninggal.
Kami tidak bisa pastikan apakah dia meninggal di dalam ambulans, atau apa, karena sempat cukup lama di pinggir jalan," kata Adi.
Untuk diketahui, informasi mengenai kecelakaan yang dialami oleh Hasya beredar melalui pesan singkat WhatsApp.
Pesan tersebut turut menyertakan foto korban yang mengenakan jas almamater UI.
Dalam keterangan foto disebutkan bahwa Hasya menjadi korban tabrak lari dengan pelaku diduga anggota Polri.
Saat dipertegas mengenai terduga pelaku yang menabrak korban merupakan anggota Polri, Adi membenarkan.
Hal itu diketahui Adi karena penabrak saat itu disebut sempat berhenti, tetapi menolak untuk mengantar korban ke rumah sakit.
"Betul. Perwira menengah pensiunan.
Orangnya ada kok, dimintai bawa ke rumah sakit dia enggak mau," kata Adi.
Penetapan Tersangka Dianggap Aneh
Ditetapkannya Mahasiswa UI, Muhammad Hasya Atallah Saputra yang tewas dalam kecelakaan lalu lintas sebagai tersangka dinilai cukup aneh.
Masalah ini kini menjadi sorotan.
Ibu korban sudah menyatakan sikapnya untuk berjuang di pengadilan sampai titik darah terakhir.
Polisi menilai korban (Hasya) kurang hati-hati mengendarai sepeda motor sehingga menyebabkan dirinya menjadi korban tunggal kecelakaan 6 Oktober 2022.
Purnawirawan polisi yang kala itu membawa mobil dan menabrak almarhum tidak bersalah karena tidak merampas hak jalan korban yang datang dari arah berlawanan.
Ibu Hasya, Ira, mengungkapkan hal tersebut merupakan sebuah pukulan kedua bagi keluarganya.
Lantaran anaknya meninggal dunia karena kecelakaan itu dan anaknya ditetapkan sebagai tersangka.
"Pertama anak kami sudah hilang nyawa, meninggal saat kejadian kecelakaan itu."
"Kedua, ditetapkannya anak kami sebagai tersangka, itu adalah bagaikan tikaman buat kami," ungkap Ira, dilansir tayangan YouTube Kompas TV, Jumat (27/1/2023).
Selanjutnya, Ira mengungkapkan, pihaknya merasa kebingungan mencari keadilan.
"Pertama kami memang bagaikan orang di gurun pasir yang kekurangan air lah ya, kami enggak tahu harus kemana kami mencari keadilan."
"Cuma berdua aja ngomong sama suami, gimana ya Yah, masak enggak ada keadilan sama sekali buat kita," ungkap Ira.
Pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho, buka suara menanggapi kasus tersebut.
Menurut Hibnu, penetapan tersangka terhadap korban tabrakan agak aneh.
Sebab, penetapan tersangka oleh polisi dikenakan kepada korban bukan pelaku.
Padahal, kata dia, penetapan tersangka seharusnya untuk orang lain bukan korban atau dirinya sendiri.
Karena itu, Hibnu menilai polisi perlu melakukan pendekatan secara progresif terkait persoalan kasus tersebut.
"Jika melihat suatu permasalahan hukum itu dari sudut sebab akibat. Tapi kalau tersangka untuk dirinya sendiri, itu agak aneh, karena tersangka itu berarti orang lain," kata Hibnu Nugroho, Jumat (27/1/2023).
Hibnu mengatakan, analisis penentuan tersangka terhadap korban Hasya perlu dievaluasi oleh penyidik kepolisian.
Sebab, jika yang dijadikan tersangka adalah korban atau diri sendiri, maka kasus tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana.
"Jadi kalau tersangka itu ya orang lain yang menyebabkan, bukan dirinya sendiri. Kalau dirinya sendiri, berarti bukan merupakan suatu peristiwa pidana, itu yang harus digarisbawahi," kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu.
Ia menjelaskan, meninggal dunia karena diri sendiri bukanlah persoalan pidana yang berarti meninggal karena tindakannya sendiri.
Dalam hal ini, lanjut dia, tidak mungkin seseorang meninggal dunia karena tersangkanya adalah dirinya sendiri.
"Itu saya kira perlu diluruskan, dalam hal ini cukup menjadikan aneh ketika seorang tersangka untuk dirinya sendiri, harusnya tersangka itu orang lain," katanya.
Terkait dihentikannya perkara tersebut, Hibnu mengatakan, artinya bahawa kasus tersebut secara formal sudah selesai, tetapi secara materiil belum selesai.
Hibnu memahami keluarga tentunya masih tidak terima karena anaknya menjadi tersangka untuk dirinya sendiri.
Akan tetapi jika keluarga hendak menempuh jalur praperadilan, kata dia, hal ini tidak mungkin dilakukan karena korban yang dijadikan tersangka telah meninggal dunia.
"Cuma yang jadi masalah, status tersangkanya menjadikan keluarga tidak terima karena (korban) menjadi tersangka atas dirinya sendiri," ujarnya.
Dengan demikian, ketika secara materiil belum selesai, menurutnya, Polri lebih baik bersilaturahmi dengan keluarga korban untuk menyampaikan belasungkawa.
Dengan begitu, penyelesaian kasus itu dilakukan tidak hanya secara formal, tetapi penyelesaian secara nonformal.
"Polri harus melalukan pendekatan progresif dalam menyelesaikan permasalahan ini," tandas Hibnu.
Keluarga korban dibantu Ikatan Alumni Hukum UI
Keluarga Hasya mengaku ditelepon oleh Alumni Krimonologis 90 UI yang menyatakan bahwa siap membantu.
"Saat itu juga kami ketemu dan mulai dari situ terbukalah jalan kami untuk bertemu dengan lawyer-lawyer dari alumni Hukum UI," ungkap Ira.
"Kemudian semua proses hukumnya kami serahkan kepada alumni Hukum UI sampai dengan saat ini Hasya ditetapkan sebagai tersangka," imbunya.
Tidak Ada Komunikasi dari AKBP Eko Setia Budi Wohono
Terkait dengan komunikasi yang dilakukan oleh Eko Setia, Ira mengaku bahwa Eko tidak ada komunikasi.
"Sejauh ini enggak ada ya untuk komunikasi yang berarti enggak ada," ucap Ira.
Ira malah mengatakan, dari kepolisian yang mengusahakan untuk pihak keluarga korban Hasya dan Eko Setia untuk berdamai.
Namun, pihak keluarga Hasya menolak bertemu dengan Eko Setia.
"Dari kepolisian sih bilang ibu bapak mau bertemu nggak, saya tidak."
"Saya bilang, saya mau bertemu tetapi di pengadilan," ungkap Ira.
Ira menyampaikan, bahwa untuk proses hukum yang ada, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pengacara.
Pihaknya, kata Ira hanya tingga menunggu update yang pengacara sampaikan nantinya.
"Kalau dari kami sendiri, kami keluarga, dari kami orang tua, kami akan berjuang sampai titik darah penghabisan kami diduga pelaku itu mendapatkan hukuman yang setimpal karena sudah menghilangkan nyawa anak kami," kata Ira.
Pihak Kepolisian Persilakan Keluarga Hasya Tempuh Jalur Praperadilan
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman mengatakan, pihaknya mempersilakan keluarga korban Hasya untuk menempuh jalur praperdilan jika merasa tidak puas atas penyidikan yang sudah dilakukan.
"Mungkin dalam proses ini, kalau pihak sana belom puas bisa mengajukan praperadilan," kata Latif Usman, Jumat (27/1/2023).
Latif mengungkapkan bahwa pihak keluarga bisa mengambil jalur tersebut jika memiliki alat bukti baru yang belum dimiliki polisi.
"Jadi ada mekanisme, kalau keberatan hukumnya, tentu berdasarkan atau alat bukti baru yang dimiliki para pihak, silakan," ucapnya.
Kasus Sudah Dihentikan
Latif mengatakan bahwa saat ini, kasus tersebut sudah dihentikan karena korban Hasya sudah meninggal.
Hal tersebut dilakukan karena kasus Hasya itu tidak mendapatkan kepastian hukum.
"Kami menghentikan penyidikan ini karena setelah dari proses penyelidikan penyidikan sampai dengan gelar perkara sampai dengan giat sketch TKP ini ya karena kelalaiannya dia sendiri mengakibatkan nyawanya dia sendiri."
"Kami hentikan proses penyidikan untuk memberikan kepastian hukum," jelasnya.
Alasan Eko Setia Tidak Jadi Tersangka
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Latif Usman mengatakan pada saat kejadian, Eko berada di jalur yang benar.
"Karena hak utama jalan (milik) Pak Eko. Jadi dia (Eko) tidak merampas hak jalan orang lain."
"Karena berada di lajurnya dan jalannya seusai ukurannya, berada di hak utama jalannya," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman dalam konferensi pers, Jumat (27/1/2023).
Berdasarkan keterangan saksi dan barang bukti yang dikumpulkan oleh penyidik, maka Eko tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka.
"Pak Eko ini berdasarkan keterangan saksi tak bisa dijadikan sebagai tersangka," ujarnya
Dalam hal ini, Hasya lah yang dianggap lalai berkendara hingga menyebabkan nyawanya melayang.
"Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," ucapnya.
Sugeng Kaget Dituduh Penabrak
Sopir Audi seri A8 yag disebut polisi menjadi penabrak mahasiswi Universitas Suryakencana Cianjur, Selvi Amelia Nuraini (19) kaget dituduh sebagai pelaku.
Ia akhirnya muncul di hadapan publik untuk menceritakan kejadian yang dialaminya.
Diantaranya mengatakan sudah turun keluar saat kejadian tersebut.
Ia merasa sudah clear karena warga juga sudah memeriksanya.
Sopir yang bernama Sugeng Guruh (41) membantah telah menabrak Selvi.
Sugeng menjelaskan, saat melintas di lokasi kejadian pada Jumat (20/1/2023), dia melihat sepeda motor yang dikendarai korban oleng hingga menabrak angkot yang berhenti di depan.
Saat itu, Sugeng mengaku berada di konvoi mobil polisi.
Dia tidak memaksa masuk iring-iringan seperti yang dituduhkan pihak kepolisian.
Sugeng masuk ke konvoi atas sepengetahuan majikannya yang merupakan seorang polisi.
Saat itu Sugeng membawa majikan perempuan di mobil Audi A8 yang dikendarainya.
“Karena jarak saya dekat, spontan saya ke kiri untuk menghindar. Dari belakang ada dua yang melaju,” kata Sugeng kepada wartawan di Cianjur, Jumat (27/1/2023).
Sugeng mengatakan, salah satu penumpangnya sempat menoleh ke belakang untuk melihat kondisi korban.
“Suster lihat ke belakang. Dari situ saya tahu, Sus bilang korban mencoba bangun,” ujar dia.
Sugeng mengatakan, saat itu dia memperlambat laju kendarannya.
Sugeng sempat dituduh oleh warga telah menabrak Selvi.
Namun, setelah dijelaskan, akhirnya warga membiarkan Sugeng untuk pergi karena di mobilnya tidak ada bekas tabrakan.
“Maksud saya (memelankan kendaraan) ingin memeriksa (mobil) karena saya adalah driver dan mobil menjadi tanggung jawab saya,” ujar dia.
Pria asal Karawang ini mengaku kaget saat diberi tahu majikannya soal pemberitaan kasus tabrak lari di Cianjur tersebut.
Dia merasa sama sekali tidak menabrak Selvi.
“Pikiran saya waktu itu sudah clear diperiksa sama warga. Saya tenang di situ, ya sudah kerja lagi seperti biasa sama bos,” katanya.
“Namun, dua hari lalu kaget menerima informasi ini. Karena merasa tidak bersalah, saya punya bukti dan saksi,” Sugeng menambahkan.
Ditemani sang majikan, Sugeng pun datang ke Cianjur untuk mengklarifikasi terkait informasi yang mengaitkan dirinya dengan peristiwa tabrak lari tersebut.
“Saya muncul ini sebagai iktikad baik untuk memberikan klarifikasi yang sebenar-benarnya. Mudah-mudahan saya mendapatkan keadilan dengan pemberitaan selama ini,” ujar Sugeng.
Sugeng berharap langkah yang ditempuhnya ini bisa membantu pihak kepolisian menemukan titik terang melalui keterangan yang diberikannya sebagai pengendara Audi A8.
Kuasa hukum Selvi, Yudi Junadi, mengatakan, dia juga akan memberikan pendampingan hukum kepada Sugeng.
Menurut Yudi, sang sopir dan penumpang di mobil Audi merupakan saksi kunci yang harus dilindungi.
“Kita sudah hubungi LPSK dan Komnas HAM untuk bantu kita,” kata Yudi kepada Kompas.com, Jumat petang.
Menurut Yudi, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari sopir dan penumpang mobil Audi, diyakini kendaraan tersebut bukan pelaku tabrak lari.
Pengakuan sang sopir tersebut, sambung Yudi, diperkuat dengan keterangan dua saksi yang ada di dalam kendaraan tersebut.
"Saksi itu yang melihat, mengalami, dan mengetahui bahwa memang tidak terjadi (terlibat) tabrakan,” ujar Yudi.
Sebelumnya, seorang mahasiswa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bernama Selvi Amelia Nuraini (19) meninggal dunia akibat kecelakaan.
Dari keterangan pihak keluarga korban, kendaraan yang terlibat tabrakan dengan sepeda motor korban diduga Kijang Innova yang merupakan bagian dari rombongan kepolisian.
Kuasa hukum keluarga korban, Yudi Junadi, mengatakan, dugaan tersebut berdasarkan bukti rekaman CCTV dan keterangan sejumlah saksi yang dihimpun di lokasi kejadian.
Menurut Yudi, di rekaman CCTV menunjukkan Innova tersebut merupakan bagian dari rombongan.
Karena itu, Yudi mendesak kepolisian mengusut tuntas kasus ini yang menurutnya terkesan ditutup-tutupi.
Sementara Kepala Polres Cianjur, AKBP Doni Hermawan, menegaskan, kendaraan yang terlibat laka lantas tersebut bukan bagian dari rangkaian rombongan pengawalan.
Menurutnya, mobil tersebut adalah kendaraan atau rangkaian liar yang memaksa masuk iring-iringan kendaraan.
Kendaraan yang dimaksud Doni adalah Audi A8 dengan pelat nomor yang diduga palsu.
Alasan Sugeng Tersangka
Polisi menetapkan SG (41), sopir Audi A6 (sebelumnya disebut seri A8) sebagai tersangka tabrak lari yang menewaskan mahasiswa di Cianjur, Jawa Barat.
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Ibrahim Tompo saat konferensi pers di Mapolres Cianjur, Sabtu (28/1/2023) menyebutkan, penetapan tersangka berdasarkan pemeriksaan saksi-saksi dan sejumlah alat bukti.
Ibrahim mengungkapkan, pembuktian tersebut dilakukan secara normatif dan prosedural sesuai dengan aturan penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas.
Untuk itu, sambung dia, akhirnya dilakukan gelar perkara pada Sabtu (28/1/2023) pukul 09.00 WIB. Polisi menetapkan sopir Audi A6 berinisial SG itu sebagai tersangka.
SG disangkakan Pasal 310 ayat 4 junto Pasal 312 UU RI nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara.
Sebelumnya, seorang mahasiswa di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, bernama Selvi Amelia Nuraini (19) meninggal dunia akibat kecelakaan.
Dari keterangan pihak keluarga korban, kendaraan yang terlibat tabrakan dengan sepeda motor korban diduga bagian dari rombongan kepolisian.
Kuasa hukum keluarga korban, Yudi Junadi mengatakan, dugaan tersebut berdasarkan bukti rekaman CCTV dan keterangan sejumlah saksi yang dihimpun di lokasi kejadian.
Menurut Yudi, di rekaman CCTV menunjukkan kendaraan jenis minibus tersebut merupakan bagian dari rombongan.
Karena itu, Yudi mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini yang menurutnya terkesan ditutup-tutupi.
Sementara Kepala Polres Cianjur, AKBP Doni Hermawan menegaskan, kendaraan yang terlibat laka lantas tersebut bukan bagian dari rangkaian rombongan pengawalan.
Menurutnya, mobil tersebut adalah kendaraan atau rangkaian liar yang memaksa masuk iring-iringan kendaraan.
Kendaraan yang dimaksud Doni adalah jenis Audi seri A8 dengan pelat nomor yang diduga palsu.(*)
Baca juga: Ulah MM Hubungan Badan dengan 3 Wanita Bermodal Baju Bintang 1 TNI AL, Tebar Pesona di TikTok