TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus diabetes melitus pada anak di Kota Semarang mengalami peningkatan.
Hal ini menjadi perhatian Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang untuk melakukan berbagai upaya guna meminimalir kasus.
Kepala Dinkes Kota Semarang, Moh Abdul Hakam mengatakan, diabetes melitus tipe 1 terjadi adanya kerusakan pankreas.
Baca juga: Kasus Diabetes Anak Meningkat 70 Kali Lipat, Menkes Minta Jangan Banyak Makan yang Manis-manis
Sehingga, pankreas tidak bisa memproduksi insulin.
Maka, diperlukan suntik insulin saat hendak makan.
Kasus diabetes di Kota Semarang yang bergantung suntikan insulin pada 2021 sebanyak 27 anak, di antaranya satu perempuan berusia 0 - 12 tahun.
Kemudian usia 13 - 18 tahun, terdapat 18 anak laki-laki dan delapan anak perempuan.
Kemudian, kasus diabetes melitus yang tidak bergantung insulin pada 2021 sebanyak 242 anak.
Rinciannya, usia 0 - 12 tahun ada dua anak perempuan.
Usia 13 - 18 tahun, ada 111 anak laki-laki dan 129 anak perempuan.
"Ini juga bisa saja diabetes melitus tipe 1 atau tipe 2 yang muncul di awal-awal karena pola makan yang tidak betul, mageran, aktivitas tidak ada," ujar Hakam, Kamis (9/2/2023).
Kasus diabetes melitus anak meningkat pada 2022.
Hakam menyebut, yang semula bergantung suntikan insulin hanya 27 anak kini menjadi 33 anak.
Usia 0 - 12 tahun ada satu laki-laki dan delapan perempuan.
Sedangkan usia 13 - 18 tahun ada sembilan laki-laki dan 15 perempuan.
Begitu pula jumlah kasus diabetes yang tidak bergantung suntikan insulin juga naik.
Baca juga: DUH, Kasus Diabetes Anak Meningkat 70 Kali Lipat! Menkes Minta Jangan Banyak Makan yang Manis-manis
Dari semula 242 pada 2021 naik 102 kasus atau sekitar 42 persen menjadi 344 kasus pada 2022.
"Usia 0 -12 tahun, laki-laki 23 anak, perempuan 24 anak. Usia 13 - 18 tahun, laki-laki 127 anak dan perempuan 170 anak," rincinya.
Hakam memaparkan, Dinkes terus berupaya menurunkan kasus diabetes pada anak dengan beberapa program antara lain deteksi dini diabetes, skrining ke sekolah-sekolah, dan pemberian edukasi kepada dokter kecil.
"Kader-kader kecil atau dokter kecil kami beri pengetahuan agar bisa mengedukasi sesama siswa di sekolah," jelasnya.
Selain itu, lanjut Hakam, Dinkes juga memberikan pelatihan kader kesehatan remaja.
Ada pula pembentukan pos pembinaan terpadu (posbidu) atau posyandu remaja (posrem).
Posbindu ini menyasar usia remaja 15 - 18 tahun.
Ada dua hal besar yang ditekankan dalam edukasi yaitu pola makan yang sehat dan aktivitas fisik dilakukan setiap hari.
"Harapannya, ini bisa diikuti setiap bulan, bisa deteksi dini agar diketahui lebih awal. Kata kuncinya adalah tidak mengurangi makan tapi memilih makanan yang tepat," tandasnya.
Menurut Hakam, kebutuhan kalori setiap anak memang berbeda.
Kebutuhan kalori berhubungan dengan berat badan dan aktivitas fisik.
Dua hal itu yang membedakan kebutuhan kalori setiap orang.
"Misal, satu orang dibutuhkan 1.900 kalori. Ini harus dibagi, berapa lemak, mineral, vitamin, dan lainnya. Itu dinamakan gizi seimbang," paparnya.
Baca juga: Catat! Ini 5 Kategori Orang yang Mudah Terkena Penyakit Diabetes
Menurutnya, anak-anak normal tidak perlu diberi protein hewani setiap hari namun hanya perlu beberapa kali dalam sepekan.
Berbeda dengan anak stunting atau gizi buruk yang memerlukan protein hewani lebih banyak.
"Jadi, yang harus diperhatikan adalah gizi yang seimbang. Jangan senang jika anak diam, main HP, cemal-cemil makanan yang tidak sehat," tegasnya. (eyf)