Berita Batang

AWAS Menjamurnya Perundungan di Sekolah, Pj Bupati Batang Minta Kepsek Lakukan Pengawasan Intensif

Penulis: dina indriani
Editor: deni setiawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pj Bupati Batang Lani Dwi Rejeki dan jajaran Kejaksaan Negeri Batang saat penyuluhan hukum tentang pencegahan perundungan melalui guru ramah anak, di Aula SMP Negeri 1 Kandeman Batang, Rabu (1/3/2023).

TRIBUNJATENG.COM, BATANG - Perilaku perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi di lingkungan pendidikan masih menjadi konsentrasi Pemkab Batang.

Untuk mencegah meluasnya perilaku tersebut, Pemkab bersama Kejaksaan Negeri Batang menggelar penyuluhan hukum tentang pencegahan perundungan melalui guru ramah anak.

Dimana kegiatan itu dihadiri para kepala sekolah jenjang SMP negeri maupun swasta se- Kabupaten Batang, di Aula SMP Negeri 1 Kandeman, Rabu (1/3/2023).

Pj Bupati Batang, Lani Dwi Rejeki mengatakan, maraknya peristiwa perundungan maupun kekerasan seksual, mendorong digelarnya sosialisasi ini dengan narasumber dari Kejaksaan Negeri Batang, menurut sudut pandang hukum.

Info grafis perundungan (TRIBUN JATENG/BRAM KUSUMA)

Baca juga: Sindikat Spesialis Pembobol Minimarket Dibekuk Polres Batang, Para Pelaku Beraksi Lewat Atap

“Para kepala sekolah nantinya harus melakukan pengawasan yang intensif, baik pada pendidik maupun anak didiknya."

"Ini selama kegiatan belajar mengajar (KBM) berlangsung, termasuk saat jam istirahat," tutur Lani kepada Tribunjateng.com, Rabu (1/3/2023).

Lebih lanjut, dikatakan Lani, khusus untuk pendidik harus dilakukan evaluasi berkala tiap bulan sekali.

Tujuannya agar mengetahui kendala dan kondisi saat KBM.

Sehingga ketika muncul masalah bisa dicari solusi terbaik.

"Para kepala sekolah harus memberikan perhatian ekstra terhadap kerawanan terjadinya tiga dosa besar dalam dunia pendidikan tersebut."

"Para pendidik tidak hanya diwajibkan menyampaikan materi-materi yang bersifat formal, namun juga edukasi seputar moral anak," ujarnya.

Ia tak menampik, semakin majunya pola pikir, teknologi dan kesadaran akan hukum, banyak di antara orangtua murid merasa kurang nyaman dengan pembinaan yang berlebihan dari pendidik.

Hingga terkadang ada oknum pendidik yang melakukan kekerasan fisik.

Baca juga: Tingkatkan Kemampuan, Disparpora Batang Dorong Pelaku Ekraf Ikuti Uji Kompetensi

“Orangtua tidak terima akhirnya ada yang melaporkan ke pihak sekolah atau bahkan yang berwajib."

"Tetapi sebetulnya sepanjang pembinaan yang diberikan masih dalam batas-batas kewajaran, itu sebagai wujud edukasi kepada anak didik."

"Agar anak bisa mengambil pelajaran dan tidak mengulangi hal serupa,” tegasnya.

Namun apabila pembinaan yang diberikan berbentuk sanksi bersifat edukatif seperti berdiri di lapangan dan memberikan penghormatan kepada sang Merah Putih, masih dalam batas kewajaran dan justru mengandung nilai edukasi agar anak memiliki jiwa nasionalisme.

Sementara itu, Kasi Intelejen Kejaksaan Negeri Batang, Ridwan Gaos Natasukmana menyampaikan, terdapat sedikit pergeseran tentang cara masyarakat menyikapi suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh pendidik.

Jika di masa lalu, orangtua mendukung pendidik mengedukasi anak dengan cara yang diizinkan pada masanya.

Misalnya dengan melempar kapur tulis atau penghapus saat siswa berbicara saat KBM.

Baca juga: Rancangan GDPK Mulai Disusun Pemkab Batang, Alasannya Demi Warga Makin Sejahtera dan Berkembang

Namun kini sudah terjadi pergeseran pola edukasi yang mengharuskan pendidik lebih santun terhadap anak didiknya.

“Berbeda dengan zaman sekarang yang harus lebih ditekan lagi agar tidak berpotensi melanggar hukum, karena sebetulnya dari dulu pun sudah diatur dalam Undang-undang,” jelasnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (1/3/2023).

Ia menegaskan, penyuluhan hukum ini sebagai upaya meminimalisir tindakan-tindakan yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hukum.

Tidak selamanya anak selalu menjadi korban perundungan, karena faktanya anak pun bisa menjadi pelaku kepada sebayanya.

“Jangan sampai ada pembiaran karena bisa menghentikan produktivitas mereka karena tersandung masalah hukum."

"Ketika pelaku kekerasan adalah anak di bawah umur, tentu perlakuannya berbeda dengan orang dewasa yang mengacu pada UU Perlindungan Anak, Pasal 80 tentang kekerasan terhadap anak,” pungkasnya. (*)

Baca juga: Rumah Kayu Jati Milik Sukawi Terbakar, Diduga Korsleting Listrik: Kerugian Ditaksir Rp 100 Juta

Baca juga: 24 Warga Binaan Rutan Salatiga Direkam Ulang, Hasil Tracking Data Biometrik Hak Pilih Pemilu 2024

Baca juga: Bos Sido Muncul Cek Tanaman Rempah di Green House Pabrik Semarang, Irwan Hidayat: Ini Sesuai Harapan

Baca juga: Mengenang 3 Tahun Pandemi Covid-19, Fita Masih Ingat Wajah Korban Saat Jadi Petugas Pemulasaraan

Berita Terkini