TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - 2 Maret 2020, tiga tahun lalu, Covid-19 diumumkan masuk ke Indonesia.
Kini, virus Covid-19 atau Corona telah mengoyak segala sendi kehidupan masyarakat termasuk di kota Semarang.
Mantan relawan pemulasaraan jenazah Covid-19, Fita Maryunani mengaku, masih ingat betul saat puncak Covid-19 memaksanya untuk menjadi petugas pemulasaraan dadakan.
Baca juga: Industri Properti Diprediksi Tumbuh Pasca Pandemi Covid
Ia yang mengidap penyakit autoimun merasa tergugah untuk ikut terjun menjadi relawan pemulasaraan.
Padahal kala itu, tugas tersebut banyak orang menghindarinya apalagi relawan yang bekerja tanpa mengharap imbalan.
"Saya penyandang autoimun imun secara fisik tidak mendukung, tapi rasa kemanusiaan yang menjadi penggerak untuk menolong," katanya kepada Tribun Jateng, Rabu (1/3/2023).
Ia tergerak lantaran tidak tega melihat banyak jenazah Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri (isoman) tidak terurus.
Terutama di wilayah Semarang Barat, wilayah tempat tinggalnya.
Keluarga korban juga tidak berani mengurusi lantaran kurangnya edukasi.
Sedangkan rumah sakit sudah overload jenazah Covid-19 sehingga tidak menerima pemulasaraan jenazah dari warga isoman.
"Nah, saat ada mayat tidak diurus satu wilayah ikut dosa," katanya.
Ia semakin mantap menjadi relawan pemulasaraan jenazah Covid-19 khusus perempuan lantaran mendapatkan dukungan moril dari Camat Semarang Barat kala itu Heru Sukendar yang kini menjabat Kepala Dinas Sosial Kota Semarang.
Mereka bergabung dalam relawan Semarang Ronggolawe.
Komunitas relawan itu awalnya khusus bertugas menangani jenazah Covid-19 di wilayah Semarang barat, tapi dalam perjalanannya mereka mencover wilayah kecamatan lain di kota Semarang seperti Ngaliyan, Candisari dan lainnya.
"Saya terketuk hati karena pimpinan pak camat mau gerak, ia menemani kami dari pagi sampai malam jadi benar-benar turun," bebernya.
Baca juga: Panik Covid-19, Ibu Ini Kunci Diri di Rumah 3 Tahun hingga Suami Lapor Polisi