Berita Jakarta

Dugaan TPPU Rp 349 Triliun di Kemenkeu Dibuka di Komisi III DPR, Mahfud MD Beberkan 7 Modus TPPU

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD terlihat sedikit emosi dan 'ngegas' saat menjelaskan temuan Rp 349 triliun di hadapan anggota Komisi III DPR RI.

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Mahfud MD membeberkan tujuh modus TPPU yang kerap dilakukan oknum dalam menggepalkan uang.

Hal itu disampaikan Mahfud MD saat memberikan penjelasan kapada Komisi III DPR RI soal transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan.

Modus pertama, kata Mahfud, berupa kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarganya.

"Seperti yang baru diumumkan itu, RAT. Dia laporannya sendiri sedikit, rekeningnya sendiri sedikit. Tapi istrinya, anaknya, pesahaannya. Itu patut dicurigai. Karena pekerjaannya. Apakah itu betul pencucian uang? Nanti dibuktikan. Tapi itu sudah memenuhi syarat," kata Mahfud di Ruang Rapat Komisi III DPR RI Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (29/3).

Modus kedua, kata Mahfud, adalah kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak diatasnamakan pihak lain, disimpan di tempat lain.

"Sekretaris Mahkamah Agung itu punya mobil mewah berapa, mobilnya disimpan di tempat lain. Platnya diganti. Kan muncul itu di PPATK. Itu pencucian uang. Harus diperiksa," ucap Mahfud.

Ketiga, adalah membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan dari operasional perusahaan itu seolah-olah adalah sah.

Mahfud pun mencontohkan seseorang yang membangun hotel.

"Hotelnya tidak ada yang beli, tapi asetnya besar sekali. Hotelnya nggak ada orang masuk, hanya hotel melati, tapi uangnya ratusan miliar. Itu bisa dicurigai sebagai pencucian uang," terang dia.

Keempat, lanjut Mahfud, adalah penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan tanpa dilengkapi degan akta hibah. Ada yang hibah.

"Ini misalnya, menyogok. Saya disuap Rp 5 miliar. Lalu bagaimana caranya ini, dikirim ke ayah saya. Lalu ayah saya disuruh bikin hibah. Oh ini dari ayahnya. Itu bisa," kata Mahfud.

"Ada juga yang rekening saudara. Saya buka rekening Rp10 miliar atas nama saya. Lalu ATM-nya diserahkan ke Pal Sahroni, Pak ambil uangnya sesuka-suka kamu. Namanya saya, tapi anda yang ambil setiap kau butuh sampai habis. Itu pencucian uang. Yang dikerjakan dari data ini adalah kerja-kerja seperti itu," sambung dia.

Modus kelima, kata dia, adalah menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan.

Modus keenam, kata Mahfud, dengan melakukan transaksi pembelian barang fiktif, dilakukan pembayaran namun barang tidak perah dikirimkan.

Ketujuh, menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.

"(Itu) Termasuk," kata Mahfud.

Menkopolhukam ini juga membeberkan empat definisi atau pengertian TPPU. Empat definisi tersebut juga ditampilkan melalui slide di ruang sidang.

Definisi pertama, kata Mahfud, transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan.

"Kalau profilnya menteri, kira-kira pendapatannya berapa. Kok hartanya sekian. Itu menyimpang dari profil. Bisa dicurigai sebagai TPPU. Belum tentu pencucian uang, tapi dicurigai. Bisa menurut Undang-Undang ini," kata Mahfud.

Kedua, TPPU adalah transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan UU TPPU.

Ketiga, kata Mahfud, TPPU adalah transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana, atau

"(Keempat) Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana," kata dia.

Mahfud MD juga membeberkan soal beragam cara yang kerap dilakukan oleh koruptor dalam melakukan TPPU.

Kata Mahfud, upaya yang dilakukan koruptor di antaranya mengambil uang secara tunai dari bank lalu dibawa untuk digunakan judi di Singapura.

"Orang korupsi itu, Pak, nurunkan uang dari bank (misalnya) Rp 500 miliar dibawa ke Singapura ditukar dengan uang dolar," kata Mahfud.

Setelah membawa uang itu ke Singapura, lanjut Mahfud, koruptor tersebut akan mengakui kalau uang tersebut merupakan hasil judi di Singapura.

Sebab, di Singapura judi kata dia tidak dipermasalahkan.

"Dia bilang ini menang judi karena di Singapura judi sah, lalu dibawa ke Indonesia sah. Padahal itu uang negara, Pak, itu pencucian uang, Pak," kata dia.

Tak cukup di situ, dia juga menyatakan, terdapat modus tukar koper isi uang di pesawat. Di mana, modusnya yakni dengan menukar koper isi kertas dengan koper isi uang.

"Jangan dari orang bawa koper, satu kopernya isi kertas, satu kopernya isi uang ditukar di atas pesawat. Itu yang banyak terjadi," tuturnya.

Atas hal itu, mantan Ketua MK tersebut mendesak agar DPR mendukung pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai.

Hal itu diyakini, kata Mahfud, dapat mengembalikan keuangan negara atas hasil rasuah yang dilakukan melalui TPPU.

"Nah, saudara, saya ingin mengusulkan begini, sulit memberantas korupsi itu. Tolong melalui pak bambang pacul, pak. Tolong UU Perampasan Aset tolong didukung, Pak. Biar kami bisa mengambil begini-begini ini, Pak. Tolong juga pembatasan belanja uang kartal didukung, pak," tukas dia.(Tribun Network/ Yuda)

Berita Terkini