Oleh DR. H Mahrus eL-Mawa, MAg (Wakil Ketua RMI PBNU / Kasubdit Pendidikan Alquran pada Kemenag RI)
TRIBUNJATENG.COM - DALAM QS. Al-Qadar: 2-5, dituliskan seperti dalam terjemahan berikut: "Tahukah kamu apakah lailatul qadar itu? Lailatul qadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar”.
Alquran tidak menyebut kapan datangnya malam yang mulia itu. Nabi Muhammad Saw. sebagai Rasulullah melalui beberapa haditsnya menggambarkan sebagai berikut:
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh hari terakhir, jika salah seorang dari kalian merasa lemah atau tidak mampu, maka janganlah sampai terlewatkan tujuh hari yang tersisa dari bulan Ramadlan.” (HR. Muslim dari Ibnu ‘Umar r.a.); dalam hadits lain disebutkan, “Carilah Lailatul Qadar itu pada malam-malam ganjil dari sepuluh hari terakhir (bulan Ramadan)”. (HR. Bukhari dari Aisyah r.a.)
‘Aisyah isteri Nabi Muhammad Saw. pernah bertanya terkait dengan lailatul qadar ini. Seperti disebutkan dalam HR. at-Tirmidzi, “Dari sayyidah Aisyah ra, ia bercerita, ia pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jika aku kedapatan menjumpai lailatul qadar, bagaimana doa yang harus kubaca?’ Rasulullah saw menjawab, ‘Bacalah, ‘Allahumma innaka ‘afuwwun karimun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni”.
Dari beberapa Hadits di atas, nampak jelas tidak ada kepastian waktu datangnya lailatul qadar. Nabi Muhammad Saw. sendiri hanya memprediksi pada tanggal ganjil setelah tanggal 20 Ramadan. Akan tetapi para Ulama’ berdasarkan pengalamannya masing-masing membuat prediksi dengan basis penjelasan Nabi Saw. di atas, misalnya Imam Abu Hamid Al-Ghazali r.a.
Menurutnya, jika awal Ramadan jatuh pada hari Kamis, maka lailatul qadar jatuh pada malam ke-25 Ramadlan. Sekurangnya, penanggalan yang diprediksi tersebut semuanya pada tanggal-tanggal ganjil, 21. 23, 25, 27, dan 29. Untuk penjelasan lebih lengkap dapat dibaca pada kitab I’anatut Thalibin, juz II.
Dengan demikian, malam istimewa itu merupakan rahasia Allah Swt. Untuk para hambaNya supaya tetap rajin beribadah di bulan Ramadan terutama pada 10 malam terakhir. Hal itu secara psikologis kemanusiaan dapat dimaklumi, agar setiap orang beriman yang berpuasa itu tetap semangat meningkatkan ibadahnya dan lebih dekat lagi kepada Allah Swt., sehingga apa yang telah dilewati 20 hari berpuasa selama Ramadan benar-benar disempurnakan.
Doa yang direkomendasikan Nabi Muhammad Saw kepada ‘Aisyah juga menjadi pedoman kita semua agar senantiasa dibaca dapat diresapi makna dari do’a tersebut, yakni kita senantiasa meminta maaf atas segala kesalahan dan khilaf sebagai manusia, syukur-syukur dapat menjadi pemaaf juga. Akhirnya, semoga kita termasuk orang yang dapat menemui malam yang dinanti-nantikan. Wallahu a’lam bish shawab. (*tribun jateng cetak)