Di samping itu, SBMI menerima 188 aduan kasus perbudakan ABK WNI yang bekerja di kapal ikan berbendera asing di sepanjang 2021.
Dari 188 kasus baru tersebut, 98 di antaranya berasal dari Jawa Tengah, 43 dari Jawa Barat, sisanya dari berbagai provinsi lain di Indonesia.
Melihat kondisi itu, tak heran, Greenpeace menyebut Jawa Tengah sebagai episentrum perbudakan ABK tertinggi di Indonesia.
Hal itu merujuk pada data SBMI yang mana Jateng memiliki aduan tertinggi di Indonesia dengan jumlah aduan sebanyak 308.
Ratusan aduan ABK tersebut terjadi dikurun waktu tahun 2013 hingga 2021.
Angka itu tertinggi dibandingkan provinsi lain seperti di Jawa Barat ada 140 aduan dan Jatim di angka 23 aduan.
Menurut Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah, persoalan perbudakan ABK di Jawa Tengah sudah dalam tahap urgensi.
Sebab, kekerasan ABK terus terjadi berupa perekrutan terus berjalan oleh perusahaan-perusahaan agensi.
Sedangkan ABK yang pulang dari kapal banyak yang melakukan pelaporan menuntut perusahaan penyalur karena mendapatkan perlakuan tidak adil di antaranya penahan upah.
"Episentrum perbudakan ABK berada di Jateng karena korban paling banyak yang kita identifikasi berasal dari Jateng. Perusahaan-perusahaan yang merekrut juga banyak beroperasi di Jateng," paparnya.
Ia menuturkan, melihat hal itu sudah saatnya berbagai elemen di Jateng baik pemerintah dan penegak hukum harus mengintervensi perusahaan-perusahaan agensi.
Semisal perusahaan-perusahaan agensi yang beroperasi di Jateng tersebut dapat diatur maka efek perbudakan tidak dapat terjadi.
"Harus ada peta jalan pelindungan ABK di Jawa Tengah," sambungnya. (iwn)