TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyebut ada satu kode yang digunakan Kepala Basarnas melalui orang kepercayaan dalam teknis serah terima uang hasil suap pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Kantor Basarnas.
Kode yang dimaksud itu adalah DAKO atau Dana Komando.
Dari kode khusus itulah, Marsda TNI Henri Alfiandi telah mengumpulkan uang hasil suap pengadaan barang dan jasa mencapai sekira Rp 88,3 miliar selama periode 2021 hingga 2023.
Dimana seluruh uang itu diterima melalui orang kepercayaannya yang juga merupakan perwira TNI AU, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Ini memang cukup mengejutkan saat Pimpinan KPK membacakan penetapan tersangka hasil dari operasi tangkap tangan pada Selasa (25/7/2023) siang.
Satu nama yang disebut adalah Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi.
Baca juga: Rentetan Cerita Kepala Basarnas Tersangka Kasus Suap, Terungkap Seusai Letkol Afri Terjaring OTT KPK
Sebelumnya, nama Marsekal Madya Henri tidak terungkap dan memang bukan sosok yang tertangkap dalam OTT KPK.
Hanya satu nama yakni Koorsmin Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto.
Berdasarkan pernyataan pihak KPK, Henri justru menjadi bagian penting dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Kantor Basarnas.
Melalui tangan Letkol Adm Afri inilah, Marsekal Madya Henri menerima puluhan miliar Rupiah dari pihak-pihak swasta yang kini pula telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Kepala Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Kabasarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan suap.
Marsekal Madya Henri diduga menerima suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas tahun anggaran 2021-2023.
Penetapan Henri berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).
Baca juga: OTT KPK di CIlangkap, Pejabat Basarnas yang Ditangkap Ternyata Perwira TNI
Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan 5 tersangka.
Salah satunya adalah Marsekal Madya Henri yang merupakan perwira tinggi bintang tiga TNI Angkatan Udara itu.
Adapun penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan dan gelar perkara bersama Pusat Polisi Militer (POM) TNI.
Selain Marsekal Madya Henri, KPK juga menetapkan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letnan Kolonel (Adm) Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka.
Mereka adalah MG Komisaris Utama PT MGCS, MR Direktur Utama PT IGK, dan RA Direktur Utama PT KAU.
Konstruksi Perkara
Perkara yang menyeret nama Marsekal Madya Henri berpangkal dari tender proyek di lingkungan Basarnas.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan, Basarnas sebelumnya menggelar sejumlah tender proyek pekerjaan yang diumumkan melalui layanan LPSE pada 2021.
Dua tahun berselang, atau tepatnya pada 2023, Basarnas kembali membuka tender proyek pekerjaan yang mencakup pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
Baca juga: Siapakah Sosok Pejabat Basarnas yang Terjaring OTT KPK? 8 Orang Ditangkap di Jakarta dan Bekasi
Selanjutnya, pengadaan public safety diving equipment dengan nilai kontrak Rp 17,4 miliar dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024) dengan nilai kontrak Rp 89,9 miliar.
Alex mengungkapkan, demi memenangkan 3 tender tersebut MG, MR, dan RA melakukan pendekatan secara personal dengan menemui langsung Henri selaku Kabasarnas dan Afri Budi Cahyanto selaku orang kepercayaan Henri.
Kata Alex, pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan pemberian sejumlah uang berupa fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak.
"Penentuan besaran fee dimaksud diduga ditentukan langsung oleh HA," kata Alex seperti dilansir dari Kompas.com, Kamis (27/7/2023).
Dari pertemuan itu pula, Alex mengatakan, Marsekal Madya Henri berjanji siap mengondisikan dan menunjuk perusahaan MG dan MR sebagai pemenang tender untuk proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan tahun 2023.
Sedangkan perusahaan RA menjadi pemenang tender untuk proyek pengadaan public safety diving equipment dan pengadaan ROV untuk KN SAR Ganesha (multiyears 2023-2024).
Alex juga menjelaskan, desain dan pola pengondisian pemenang tender di internal Basarnas yakni MG, MR, dan RA melakukan kontak langsung dengan PPK Satuan Kerja terkait.
Baca juga: Sosok Pejabat Basarnas yang Terjaring OTT KPK Disebut Seorang Perwira TNI AU
Selanjutnya, nilai penawaran yang dimasukkan hampir semuanya mendekati nilai HPS atau harga perkiraan sendiri.
Sementara, terkait teknis penyerahan uang diberi kode "Dako" atau Dana Komando untuk Henri lewat Afri Budi Cahyanto.
Selanjutnya, atas persetujuan MG selaku komisaris kemudian memerintahkan MR untuk menyiapkan dan menyerahkan uang sejumlah Rp 999,7 juta secara tunai di parkiran salah satu bank yang ada di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta.
"Sedangkan RA menyerahkan uang sekira Rp 4,1 miliar melalui aplikasi pengiriman setoran bank," ujar Alex.
Atas penyerahan sejumlah uang tersebut, Alex menuturkan, perusahaan MG, MR, dan RA dinyatakan sebagai pemenang tender.
Alex juga mengatakan, dari informasi dan data yang diperoleh tim KPK, Henri melalui Afri Budi Cahyanto diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas periode 2021 hingga 2023 sekira Rp 88,3 miliar.
Jumlah itu berasal dari berbagai vendor pemenang proyek.
"Dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim gabungan penyidik KPK bersama dengan tim penyidik Puspom Mabes TNI," imbuh dia. (*)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di Kompas.com berjudul Kabasarnas Jadi Tersangka Dugaan Suap Padahal Tak Kena OTT, Ini Penjelasan KPK
Baca juga: 2 Sahabat Lionel Messi Bakal Disatukan, Misi Inter Milan Perkuat Lini Depan Setelah Dicueki Lukaku
Baca juga: Pelatih Persija Cuma Berdoa Dapat Mukjizat, Marko Simic Absen 6 Pekan, Bakal Pincang Lawan Persebaya
Baca juga: Pesan Masuk Grup WhatsApp Ini Pemicunya, 2 Oknum TNI di Kendal Hajar Terduga Pencuri Hingga Tewas
Baca juga: Kurir Warga Purworejo Tak Bisa Mengelak, Polisi Temukan 1 Ons Sabu Terselip di Celana Pelaku