Berita Semarang

LP2K Jateng Soroti Nasib Konsumen PT MAP

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PT Mutiara Arteri Property

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Pemerintah diharapkan hadir untuk menghentikan semua kegiatan penjualan atau promosi perumahan yang masih dalam proses sengketa di pengadilan.

Hal tersebut penting sebagai upaya preventif untuk melindungi konsumen sebagai masyarakat.

"Harusnya otoritas pemerintah demi melindungi konsumen/masyarakat menghentikan semua kegiatan penjualan atau promosi perumahan yang masih dalam proses sengketa di pengadilan. Karena jika ada masalah di belakang hari konsumen pada posisi yang lemah dan dirugikan. Jadi upaya preventif harus dilakukan," kata Ketua Harian Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen (LP2K) Jawa Tengah, Abdun Mufid.

Pernyataan tersebut disampaikannya untuk menyoroti penjualan unit perumahan Mutiara Arteri Regency tetap berjalan meskipun pengembangnya, PT Mutiara Arteri Property (MAP) masih bersengketa dengan pengusaha Budiarto Siswojo di pengadilan.Terbaru, perumahan yang berlokasi dekat kawasan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) tersebut dipasarkan dalam pameran properti di Paragon Mall Semarang pada 8–19 Maret 2023.

Abdun Mufid menambahkan, pengembang yang tidak memberikan informasi dengan benar kondisi perumahan yang dipromosikan atau menutup nutupi permasalahan yang dapat berdampak buruk bagi konsumen termasuk pelanggaran terhadap UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Sehingga perusahaan jika meneruskan promosi/penjualanya dapat dikenakan sanksi.

"Terhadap nasib konsumen yang sudah terlanjur beli dan memiliki perjanjian dengan pengembang jika kemudian di belakang hari timbul masalah atau sengketa dengan pihak ketiga, pengembang bertanggung jawab secara hukum untuk memberikan ganti rugi, kompensasi atau penggantian yang sesuai dengan kerugian konsumen," ujarnya.

Diketahui, Perumahan Mutiara Arteri Regency memiliki ratusan unit rumah berbagai tipe, mulai dari rumah satu lantai hingga dua lantai. Harga yang ditawarkan juga menyesuaikan mulai Rp859 juta hingga Rp1,7 miliar per unit. Menurut petugas pemasaran di pameran properti tersebut, mayoritas unit rumah sudah terjual. Bahkan untuk rumah satu lantai hanya tersisa delapan unit.

Petugas pemasaran yang enggan menyebut namanya itu menjelaskan bahwa semua rumah yang dijual memiliki dokumen lengkap. Meskipun perumahan tersebut berdiri di atas lahan bekas gusuran Kampung Cebolok, tetapi kini masalahnya sudah selesai.

Konsumen yang sempat melihat pameran MAP di Paragon Mall, Ferry Kurniawan, mengaku tidak paham adanya sengketa atas rumah yang dipamerkan. Namun demikian ia menyayangkan kalau memang adanya sengketa di pengadilan tapi pengembang masih menjual rumah, apalagi melalui pameran. Ia mengaku khawatir kalau nantinya konsumen yang di rugikan.

“Saya tidak tahu ada sengketa, cuma sayang saja kalau ada sengketa tapi di jual unitnya. Kasihan konsumen kalau sampai beli, ternyata tanahnya masih bermasalah,”ujar Ferry, yang mengaku dari Jakarta.

Sama halnya dengan pengunjung Paragon Mall asal Semarang, Indah Yunitasari, yang mengaku baru tahu kalau ada sengketa atas pejualan unit perumahan di kawasan MAJT tersebut. Ia juga berpesan, kalau memang masih ada sengketa agar para konsumen hati-hati membeli tanahnya.

“Keluarga kami pernah beli rumah, sudah lunas, malah sekarang terjadi gugat menggugat. Jadi konsumen yang dirugikan. Harapan saya perumahan MAP ini juga perlu diselesaikan dulu masalahnya, baru buat pameran, supaya konsumen tidak di rugikan,”ungkapnya.

Sementara itu, pemilik 50 persen saham PT Mutiara Arteri Property, Christy justru heran mengapa perumahan Mutiara Arteri Regency masih dipasarkan.

Ia mengaku tidak pernah membuat dan menandatangani rapat umum pemegang saham (RUPS) persetujuann penjualan rumah. “Menjual rumah di tengah sengketa tanpa persetujuan RUPS itu melanggar hukum,” ucap Christy.

Christy juga menilai, pembeli perumahan memiliki itikad buruk. Sebab, meski sudah diberitakan bermasalah, tetap saja bersedia membeli kepada pengurus PT Mutiara Arteri Property yang membuat RUPS persetujuan palsu dan mengklaim sebagai pemilik saham.

Halaman
12

Berita Terkini