TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Semarang mendorong pemkot Semarang untuk membentuk layanan aduan satu pintu yang komprehensif untuk menangani korban atau keluarga korban yang mengalami kekerasan seksual.
Hal itu menyusul munculnya dua kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa dua anak perempuan di Kota Semarang selama dua pekan ini.
Kasus itu muncul di tengah kota Semarang menyandang Penghargaan Kota Layak Anak di tahun 2023.
Baca juga: Mbak Ita Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Kemijen Semarang Dapat Hukuman Berat
Di balik penghargaan tersebut, ternyata kekerasan seksual terhadap anak di tahun ini masih terjadi bahkan hingga korban meninggal dunia.
Direktur LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko mengatakan, Pemkot perlu membentuk sarana satu pintu yang komprehensif dengan melibatkan komunitas atau lembaga bantuan hukum yang fokus terhadap perempuan dan anak.
"Tujuannya korban atau keluarganya yang mengalami kekerasan seksual dapat menjadikan sarana satu pintu yang komprehensif tersebut menjadi ruang untuk terpenuhi keadilan bagi korban kekerasan seksual," jelasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (1/11/2023).
Selain membuat layanan aduan, lanjut dia, Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan pakta komitmen dengan Aparat Penegak Hukum (APH) penanganan kasus bersama menggunakan prinsip mengedepankan hak-hak korban kekerasan seksual tanpa adanya diskriminasi.
"Pemerintah Kota Semarang juga harus melakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual," terangnya.
Menurutnya, Kota Semarang belum mempunyai sarana satu pintu yang komprehensif dalam proses penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang menyediakan layanan secara berkala hingga korban benar-benar dinyatakan pulih selain pendampingan proses hukum korban yang telah selesai.
Padahal layanan tersebut perlu diberikan seperti kegiatan layanan seperti bantuan hukum, pemulihan psikologis korban, layanan medis,ruang belajar untuk korban melanjutkan pendidikan,pemberdayaan ekonomi meliputi pelatihan softskill dan hard skill yang diikuti korban.
"Kemudian rehabilitasi sosial diberikan secara gratis khususnya bagi warga miskin yang menjadi korban kekerasan seksual," katanya.
Ia menyebut, fasilitas itu perlu diwujudkan di Kota Semarang.
Sebab, merujuk Catatan Tahunan LBH APIK Semarang dari tahun 2016 – 2023 bahwa Kota Semarang menjadi salah satu kota di Jawa Tengah dengan angka tertinggi kasus kekerasan seksual.
Mirisnya, masih ditemukan proses mediasi dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan proses penyelesaian kasus kekerasan seksual terhadap anak di tahap litigasi terkesan lambat karena dianggap kurangnya alat bukti yang cukup meskipun sudah ada dua alat bukti (Keterangan Korban dan Visum et repertum).
"Hal tersebut menunjukan kurangnya perspektif terhadap korban dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak," tegasnya.