TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ribuan buruh memadati Jalan Pahlawan Kota Semarang, Kamis (30/11/2023).
Para buruh menggelar aksi demo besar-besaran untuk mengawal penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) se-Jateng.
Diketahui hari terakhir penetapan UMK 2024 memang digelar pada Kamis (30/11).
Massa yang mengikuti aksi demo merupakan gabungan dari serikat buruh se-Jateng.
Dalam aksinya, para buruh meminta agar Pj Gubernur Jateng Nana Sudjana menemui massa.
Tujuannya agar suara buruh langsung didengar oleh Pj Gubernur Jateng.
Orasi hingga yel-yel juga digaung-gaungkan dalam aksi tersebut.
Satu tuntutan buruh yaitu penetapkan UMK di angka 15 persen.
Baca juga: Siap-siap, Hari Ini Besaran UMK 2024 di 35 Kabupaten/Kota di Jateng Diumumkan
Baca juga: Pemkot Semarang Upayakan Jalan Tengah, Usulan UMK 2024 Naik 6 Persen
Baca juga: Usulan UMK 2024 Hanya Naik Rp 40 Ribu, SPN Batang: Masih di Bawah Komponen Hidup Layak
Sekjen KSPI Nasional, Ramidi mengatakan pihaknya akan terus menyuarakan desakan kelayakan UMK.
Pasalnya UMK di kabupaten kota yang ada di Jateng mayoritas rendah.
Bahkan karena alasan itu juga, UMK di Jateng menjadi yang terendah se Indonesia.
"Karena hal itu buruh di Jateng disuruh hidup di bawah inflasi. Yang menurut kami tidak masuk logika," tegasnya, Kamis (30/11/2023) sore.
Dipaparkannya, ada indikasi penetapan UMK dilakukan secara otoriter oleh Pj Gubernur Jateng.
Karena di Jateng ada beberapa daerah yang tidak menjadikan PP Nomor 51 tahun 2023 sebagai dasar penetapan UMK.
Misalnya Kota Semarang dengan kenaikan UMK mencapai 7 persen.
"Kami khawatir Pj Gubernur Jateng tetap menggunakan PP Nomor 51 tahun 2023 dalam penetapan UMK," jelasnya.
Ramidi menuturkan, harusnya rekomendasi bupati walikota dan dewan pengupahan jadi hal wajib yang diperhitungkan.
Kondisi tersebut juga dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta.
Namun di Jateng, yang harusnya melalui proses tiba-tiba ditentukan penetapan upah minimum.
"Jadi peran dewan pengupahan di Jateng yang juga berisi buruh tidak digubris," jelasnya.
Para buruh meminta kenaikan UMK 15 persen karena beberapa waktu lalu upah tidak dinaikkan.
Bahkan tahun lalu upah diturunkan 25 persen karena alasan krisis global.
"Padahal upah ASN naik 8 persen, harusnya buruh tak boleh di bawah 8 persen," terang Ramidi.
Untuk itu buruh mewanti-wanti agar Pj Gubernur Jateng tak menggunakan PP Nomor 51 sebagai dasar penetapan UMK.
Pasalnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jateng cukup tinggi.
Jika PP Nomor 51 tetap digunakan, buruh di Jateng akan kembali menggelar aksi.
"Banten, Jabar dan sekitarnya sudah melakukan mogok nasional. Namun jika UMK tetap rendah buruh tidak akan diam dan akan menggelar aksi serupa," imbuhnya.