TRIBUNJATENG.COM - Seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kota Singkawang telah ditangkap oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalimantan Barat atas tuduhan menjual video penyiksaan terhadap bayi monyet.
Keberadaan oknum PNS di Singkawang kini menjadi sorotan kepolisian karena aktivitas yang mereka lakukan. Mereka diduga menjual konten video yang menampilkan tindakan penyiksaan terhadap monyet.
Dalam video yang beredar luas, terlihat monyet-monyet jenis ekor panjang disiksa dengan cara dipukuli menggunakan palu, disolder, direbus, dan digoreng. Bahkan, beberapa di antaranya dipotong-potong saat masih hidup hingga akhirnya mati. Video tersebut diduga dijual ke luar negeri dengan harga sekitar Rp1 juta.
Kasus ini telah menarik perhatian beberapa aktivis pecinta hewan internasional belakangan ini. Video penyiksaan terhadap hewan itu pertama kali tersebar di luar negeri sebelum akhirnya menjadi sorotan di dalam negeri. Informasi awal tentang penyebaran video tersebut berasal dari luar negeri, termasuk dari Australia, yang membuat aktivis pecinta hewan terusik dan akhirnya melaporkannya kepada Kapolda.
Mendapat laporan tersebut, Kapolda Kalimantan Barat memerintahkan jajaran kepolisian untuk segera melakukan penyelidikan. Dari hasil penelusuran, pelaku berhasil diidentifikasi berada di Kota Singkawang. Setelah berhasil ditangkap, petugas melakukan penggeledahan di rumah tersangka dan menemukan dua handphone serta berbagai barang bukti seperti pisau, palu, solder, wajan, panci, ketapel, dan kandang yang diduga digunakan dalam konten penyiksaan tersebut.
Selama pemeriksaan, ditemukan bahwa dalam handphone pelaku terdapat 58 video yang menampilkan adegan penyiksaan terhadap hewan, khususnya jenis monyet ekor panjang. Bahkan, di rumahnya, ditemukan seekor bayi monyet ekor panjang yang sudah tidak bernyawa dibungkus dalam plastik hitam. Selain itu, tim penyelidik juga berhasil mengamankan uang sebesar Rp1,1 juta yang diduga hasil penjualan konten video penyiksaan tersebut.
Pelaku mengakui bahwa ia membuat video sesuai permintaan pemesan melalui aplikasi Telegram dengan harga Rp1 juta yang dibayarkan ke rekeningnya. Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 91 Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan serta/atau Pasal 302 KUHP tentang Penganiayaan Terhadap Hewan dengan ancaman hukuman maksimal 9 bulan penjara.