TRIBUNJATENG.COM -- Paguyuban Kadang Sikep menggelar Kirab Obor Lamporan dengan tema Mbok Sri Mboyong Daringan, Jumat (15/03) Malam.
Kirab Obor Lamporan dimulai pukul 21.00. Dengan titik kumpul awal di sebelah Balai Desa Kediren. Kirab Obor Lamporan digelar untuk memperingati 117 tahun perjuangan Samin Surosentiko. Bagaimana prosesinya?
Ratusan masyarakat sedulur sikep dari usia anak-anak hingga lansia berkumpul melingkar. Di tengahnya terdapat gundukan hasil panen padi yang akan dibawa saat Kirab Obor Lamporan.
Masing-masing dari mereka juga tampak membawa obor di tangannya. Setelah menyalakan obor, sedulur sikep mengikuti dengan khidmat prosesi Mbok Sri Mboyong Daringan.
Setelah prosesi selesai, para sedulur sikep langsung melaksanakan Kirab Obor Lamporan dengan berjalan kaki menuju Pendopo Pengayoman Samin Surosentiko, di Dukuh Ploso, Desa Kediren, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora. Jaraknya sekira 1,5 km dari titik kumpul awal.
Tokoh sedulur sikep, Gunretno, menjelaskan Kirab Obor Lamporan digelar untuk memperingati 117 tahun perjuangan Samin Surosentiko.
Tanggal 15 Maret dipilih bertepatan dengan peristiwa penangkapan Samin Surosentiko oleh Belanda pada 15 Maret 1907 dan diasingkan ke Sumatera Barat.
"Ini sudah disepakati oleh sedulur-sedulur sikep dari beberapa kabupaten seperti Kudus, Pati, Blora, Bojonegoro, bahwa tempat petilasan mbah ini setiap 15 Maret diperingati perjuangan," jelasnya, kepada Tribunjateng.
Gunretno mengatakan, sedulur sikep dalam menyelenggarakan kegiatan di petilasan Samin Surosentiko bukan hanya sekadar melestarikan fisik petilasan. Melainkan, ingin terus memperjuangkan perjuangan Samin Surosentiko.
"Dulur-dulur ini datang ke tempat petilasan bukan hanya untuk nguri-nguri fisik saja, tetapi memang bagaimana perjuangan Mbah Samin ini tidak berhenti, tidak mati," terangnya.
Salah satu perjuangan Samin Surosentiko yang tengah dilanjutkan oleh sedulur sikep yakni berperilaku menegakkan keadilan.
"Karena kayaknya masih belum selesai yang namanya keadilan tanpa pilih kasih untuk semuanya," tandasnya.
Oleh karena itu, Gunretno berharap, pertemuan ini tidak hanya sekadar seremonial, tetapi bagaimana semua anak cucu sedulur sikep mempunyai kepekaan terhadap masalah-masalah yang ada dan punya kontribusi dalam menyelesaikan sebuah masalah.
"Terutama malam ini peringatan perjuangan yang ke-3 mengambil tema Laku Jejeke Adil itu bukan kami hanya mengkritisi pemerintah tapi diri kita sendiri harus kita contohkan dengan laku, tidak hanya teori," paparnya.
Lebih lanjut, Gunretno mengingatkan tentang situasi kebencanaan yang tengah terjadi dimana-mana perlu menjadi kesadaran bersama.
"Tidak hanya pemerintah, karena ekosistem yang sudah rusak dahsyatnya kami mengajak sedulur sikep yang lain agar kita tetap ingat bahwa kita dihidupi oleh ibu bumi, jadi ya harus kita rawat dengan tidak merusak," jelasnya.
Gunretno menjelaskan secara filosofis Lamporan. Lampor berarti hama. Namun hama yang dimaksud bermakna luas. Bukan hanya hama yang menyerang tanaman petani.
"Kebijakan undang-undang yang tertulis, ketika itu tidak berpihak pada rakyat itu bagian dari hama, maka ini jangan dibiarkan," terangnya.
Sementara itu, Bupati Blora Arief Rohman, mengapresiasi dengan kegiatan tahunan ini. Arief berharap acara melestarikan kebudayaan yang digelar sedulur sikep bisa terus digelar. Dan merekatkan tali silaturahmi sedulur sikep yang ada di seluruh Indonesia.
"Kami dari Pemerintah Kabupaten Blora, mengapresiasi setinggi-tingginya, semoga kegiatan ini bisa kita laksanakan secara rutin, minimal setahun sekali. Dan ini menjadi daya tarik wisata yang ada di kabupaten Blora," tuturnya. (Iqs)
Baca juga: Dongeng Anak Sebelum Tidur Kelinci dan Kakek Pohon Pinus
Baca juga: Belum Selesainya Pembangunan Collector Drain Jadi Penyebab Desa Dorang Jepara Jadi Langganan Banjir
Baca juga: Apa Hukum Membatalkan Puasa dengan Sengaja? Berikut Penjelasannya
Baca juga: Jalan Alternatif Pati-Grobogan di Tambakromo Longsor, Pengendara Diminta Ekstra Hati-Hati