TRIBUNJATENG.COM, PORT-AU-PRINCE - Kekerasan geng di Haiti telah berlangsung selama berminggu-minggu dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa.
Sebanyak 14 mayat ditemukan di pinggiran ibu kota Haiti, Port-au-Prince pada Senin (18/3/2024).
Kekerasan geng itu telah memaksa Perdana Menteri untuk mengundurkan diri.
Baca juga: Kerusuhan Haiti Makin Memburuk, Dubes RI Minta 7 WNI Segera Evakuasi
Penduduk setempat mengatakan kepada AFP bahwa mereka tidak mengetahui penyebab kematian tersebut.
Namun warga mengatakan bahwa lingkungan Laboule dan Thomassin, di pinggiran Petion-Ville, telah diserang oleh penjahat bersenjata sejak fajar.
Saksi mata mengatakan anggota geng menyerang bank, pom bensin, dan rumah-rumah di daerah tersebut.
Tembakan juga terus terdengar di Petion-Ville pada sore hari.
"Mereka datang mengenakan balaclava di mobil, sepeda motor, dengan ambulans sendiri, lalu mereka membantai penduduk Petion-Ville," kata warga setempat Vincent Jean Robert.
"Saya sedang mengendarai sepeda motor ketika mereka tiba dan mulai menembak," kata seorang tukang ojek bernama Cadet kepada AFP.
Cadet tidak mengetahui apakah bandit atau polisi yang berada di balik semua ini.
Ia menduga para korban adalah mereka yang keluar pada malam hari dan mencari makanan untuk anak-anaknya.
Di tengah kekerasan yang terjadi pada Senin pagi, seorang hakim nyaris lolos dari serangan terhadap rumahnya, kata seorang kerabat kepada AFP.
Haiti telah dilanda pemberontakan geng selama tiga minggu oleh kelompok bersenjata lengkap yang mengatakan mereka ingin menggulingkan Perdana Menteri Ariel Henry.
Pekan lalu, Henry setuju untuk mundur guna memungkinkan pembentukan pemerintahan sementara, menyusul tekanan dari negara-negara tetangga Karibia, termasuk badan regional CARICOM, dan Amerika Serikat.
Situasi ini tetap mengerikan bahkan ketika Washington pada hari Senin menyuarakan harapan bahwa badan transisi untuk memimpin negara, yang dibentuk pada pertemuan krisis seminggu yang lalu.