Pemilu 2024

70 Persen Anggota DPR Sudah Move On, Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Dinilai Tidak akan Terwujud

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi DPR

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Wacana menggulirkan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan pemilu 2024 di DPR dinilai tidak akan terwujud, menyusul mayoritas anggota dewan yang sudah tidak lagi mempermasalahkan hasil pilpres.

Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman.

Menurut dia, sebanyak 70 persen anggota DPR sudah tidak ingin membicarakan lagi tentang pilpres 2024, atau dengan kata lain sudah 'move on'.

"Sebagian besar, mungkin ada 70 persen, sudah move on, yang lainnya ya apa enggak bersikap menolak juga soal persatuan ini, tapi 'sudah-lah pemilu mau apa lagi angket-angket', bahasanya begitu tuh, sudah capai, kami semua lelah pemilu kemarin," katanya, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (22/3).

Baca juga: Perpecahan PDIP: Pengamat Prediksi Hak Angket Kecurangan Pemilu 2024 Layu Sebelum Berkembang

Baca juga: Tak Kompak Soal Hak Angket, Nasdem dan PPP Pilih Diam

Habiburokhman (KOMPAS.com/Nissi Elizabeth)

Habiburokhman mengaku mengetahui hal itu setelah kerap berbincang ringan dengan sesama anggota DPR lintas fraksi partai politik.

Menurut dia, sebagian anggota DPR menganggap pemilu 2024 sudah selesai, dilihat dari hasil rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Nah kami sekarang fokus punya agenda-agenda yang penting di depan mata. Jadi sudah pada move on, tapi enggak tahu nanti di pimpinan partai masing-masing," ucapnya.

Wakil Ketua Komisi III DPR itupun mengungkap adanya partai pendukung paslon 01 dan 03 yang kemungkinan bergabung dengan koalisi pemenang pilpres, yakni Partai Nasdem dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Keduanya bahkan mulai terlihat jelas menjalin komunikasi dengan calon presiden (capres) nomor urut 2 Prabowo Subianto, seperti melalui pertamuan Prabowo dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada Jumat (22/3), di Nasdem Tower, Jakarta Pusat.

"Ini adalah bagian dari implementasi politik merangkulnya Pak Prabowo bahwa memang kami ingin kita sebagai elite bangsa ini. Kami mengedepankan persatuan dan kesatuan," ucapnya, sembari menyebut pertemuan Prabowo dan PPP belum dijadwalkan.

Habiburokhman mengungkapkan, Prabowo menyadari bahwa mengelola negara tidaklah mudah hanya sendirian. Sehingga, dibutuhkan kebersamaan dalam membangun bangsa negara.

"Dan yang terpenting kita harus rukun, pertengkaran yang berlarut-larut dipastikan tidak akan produktif. Padahal kan persoalan-persoalan besar sedang terjadi dan menanti di depan kita," tukasnya.

Ia mengeklaim bahwa proses pemilu 2024 sudah selesai 90 persen. Hal itu ditandai dengan adanya putusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI soal rekapitulasi suara pemilu 2024.

"Nah pemilu sebagai ajang kontestasi, mungkin 99 persen sudah selesai dengan kemarin dinyatakannya oleh KPU bahwa Pak Prabowo sebagai pemenang dan Mas Gibran," tandasnya.
"Ya secara realistis saya pikir elite-elite bangsa ini juga sudah mulai realistis semua bahwa iya sudah selesai, tinggal memang ada prosedur yang di MK (Mahkamah Konstitusi)," sambungnya.

Kendati demikian, Habiburokhman berujar, Gerindra tetap menghormati adanya pihak-pihak yang bakal mengajukan gugatan sengketa pemilu ke MK. Ia yakin, putusan MK tidak akan mengubah hasil pilpres 2024.

"Walaupun tentu semua juga tahu-lah di MK itu mempersoalkan hasil yang signifikan. Kalau tidak ada dasarnya, hampir dapat dipastikan enggak akan ada perubahan daripada putusan KPU. Dua-tiga minggu ini MK akan selesai, ya enggak akan mungkin ada pertikaian yang berlarut-larut lah," paparnya.

Terima hasil pilpres

Adapun, mayoritas publik menerima hasil pilpres 2024 yang ditetapkan KPU. Hal itu diketahui dari hasil jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA.

Survei menanyakan kepada responden, “Jika nanti KPU memutuskan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menang satu putaran, apakah Ibu/Bapak akan setuju atau tidak setuju?”

Hasilnya, 89,8 persen responden menjawab “Ya, saya akan setuju dengan keputusan KPU”.

Sedangkan 9,3 persen responden menjawab “Saya tidak setuju dengan keputusan KPU”.

Sisanya, sebanyak 0,9 persen responden tidak tahu atau tidak menjawab.

“Memang ada sekitar hampir 10 persen, 9,3 persen yang tidak percaya atau tidak setuju dengan keputusan KPU. Tapi ada yang lebih besar, hampir 90 persen, 89,8 persen yang akan setuju dengan keputusan KPU,” kata Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa, dalam konferensi pers yang ditayangkan YouTube LSI Denny JA Official, Jumat (22/3).

Dilihat dari basis pilihan capres-cawapres, responden yang memilih Prabowo-Gibran paling banyak setuju dengan keputusan KPU. Namun, ada juga pemilih Prabowo-Gibran yang tidak setuju.

Pemilih Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar banyak yang menyatakan setuju dengan keputusan KPU, yakni sebesar 79,9 persen. Pun demikian dengan pemilih Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang setuju dengan keputusan KPU mencapai 90,5 persen.

“Bahwa ternyata yang setuju bukan hanya dari pihak yang menang saja, tetapi dari pihak yang kalah pun pemilih-pemilihnya setuju, meskipun ada perbedaan tingkat persetujuannya,” ucap Ardian.

Sementara itu, dilihat dari pilihan partai politik (parpol), responden pemilih Partai Gerindra menjadi yang paling banyak menerima keputusan KPU.

Di sisi lain, responden yang paling banyak tidak terima akan keputusan KPU ialah pemilih Partai Keadilan Sejahtera (PKS), salah satu parpol pengusung Anies-Muhaimin. (Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya/Fitria Chusna Farisa)

Berita Terkini