Oleh: Suharti, S.Pd., TK ABA 04 Penaruban Kecamatan Weleri
Usia dini adalah usia yang paling efektif dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak. Ada 5 aspek dalam perkembangan anak usia dini yaitu: Pertama, perkembangan moral dan nilai-nilai agama. Kedua, perkembangan fisik-motorik. Ketiga, perkembangan bahasa. Keempat, perkembangan kognitif. Kelima, perkembangan sosial emosional dan kemandirian. Salah satu perkembangan yang harus dikembangkan untuk anak usia dini yaitu perkembangan kognitif. Kognitif merupakan aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan atau semua proses psikologi yang berhubungan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya (Desmita, 2010). Salah satu bagian dari perkembangan kognitif yaitu berpikir kritis. Sebagaimana tujuan khusus dari pendidikan anak usia dini adalah agar anak mampu berpikir secara kritis, memberi alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat (Rahman, 2005).
Berpikir kritis adalah kemampuan dalam mengambil keputusan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang harus diyakini. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis ini menjadi penting untuk dikembangkan pada anak usia dini. Kecenderungan anak untuk berpikir kritis telah ada ketika anak memandang berbagai benda disekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu. Pengembangan kemampuan berpikir kritis dapat dibelajarkan untuk anak usia dini dengan menggunakan materi dan metode yang sesuai dengan tahapan kemampuan berpikir anak yang masih bersifat konkrit. Kemampuan berpikir kritis anak usia dini tidak seperti kemampuan berpikir kritis orang dewasa karena struktur pengetahuan yang dimiliki antara keduanya sangatlah berbeda. Pada prinsipnya orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang tidak begitu saja menerima atau menolak sesuatu.
Salah satu metode pembelajaran yang relevan dengan konsep kemampuan berpikir kritis anak usia dini adalah metode eksperimen. Metode eksperimen adalah metode pembelajaran aktif, yang menerapkan pendekatan child center, menggunakan kegiatan-kegiatan percobaan dan media-media yang menekankan pada pembentukan kemampuan proses berpikir pada anak. Adapun kegiatan eksperimen yang dimaksud dalam tulisan ini yaitu eksperimen pencampuran warna, eksperimen terapung tenggelam, eksperimen berat ringan, eksperimen larut dan tidak larut, eksperimen magnet, eksperimen es mencair, eksperimen udara. Metode eksperimen ini menggunakan benda-benda yang berasal dari lingkungan terdekat dengan anak seperti: cat air, air, kertas, kuas (digunakan dalam eksperimen pencampuran warna), gula, garam, kopi, teh, sirup, seruran pensil, daun (digunakan dalam eskperimen terlarut dan tidak larut), batu, balok, bola, daun, kelereng (digunakan dalam eskperimen terapung tenggelam), kertas warnawarni, batu, plastik, kelereng, daun, gantungan baju (digunakan dalam kegiatan eksperimen berat ringan), magnet, kayu, kertas, pensil, penghapus, bola, sendok, paku, penggaris (digunakan dalam kegiatan eksperimen magnet), air, bak, gelas, plastik, kertas (digunakan dalam kegiatan eksperimen udara), es balok, wadah, air panas, gelas plastik (digunakan dalam kegiatan eksperimen es mencair). Kelebihan dari metode ini adalah melibatkan anak secara aktif dalam kegiatan percobaan-percobaan sehingga anak dapat melihat langsung proses yang terjadi dalam kegiatan percobaan yang dilakukankannya. Melalui metode ini juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada anak karena anak mengalami proses percobaan tersebut yang diawali dengan anak mengamati, mencoba, menganalisis, dan kemudian anak menyimpulkan percobaan yang dilakukannya. Selain itu juga metode eksperimen ini dikemas dalam suasana bermain yang menyenangkan dan menarik minat anak untuk melakukan percobaan-percobaan.