Berita Pati

Sosok Neneng Setiawati, Wanita Asal Pati Dituntut 2,5 Tahun Penjara karena Palsukan Merek Cardinal

Penulis: Mazka Hauzan Naufal
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Neneng mengikuti persidangan secara virtual.

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Persidangan kasus pemalsuan merek celana jin Cardinal masih berlanjut.


Terdakwa Neneng Setiawati dituntut hukuman dua tahun enam bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum.


Tuntutan tersebut dibacakan dalam persidangan yang berlangsung di Ruang Sidang Tirta Pengadilan Negeri Pati, Selasa (2/7/2024).


Neneng sebelumnya dilaporkan oleh pemegang merek Cardinal, yakni PT Multi Garmenjaya, karena memproduksi dan memasarkan celana jin dengan merek Cardinal secara ilegal.


Menanggapi tuntutan jaksa, Staf Khusus PT Multi Garmenjaya Sufiyanto mengatakan bahwa pihaknya menghargainya.


"Kami menghargai tuntutan kejaksaan, 2,5 tahun ya.

Yang jelas kami mengharapkan sekali ada keadilan dari majelis hakim untuk putusan akhirnya," kata dia saat diwawancarai usai persidangan.


Sufiyanto mengatakan, pihaknya bukan hanya kali ini memejahijaukan kasus pemalsuan merek Cardinal.


Kasus sejenis sejak dulu banyak terjadi di berbagai daerah.


Rata-rata tuntutan dan vonis dalam persidangan memang di kisaran 2,5 tahun.


"Kurang lebih kasus serupa di daerah lain tuntutan atau vonisnya juga 2,5 tahun. Termasuk di Bandung yang saat ini sedang berjalan. Kemudian kasus di Pekalongan yang sudah putus itu 2 tahun 8 bulan. Kemudian di Serang juga kurang lebih sama," papar dia.


Sufiyanto berharap penanganan kasus-kasus ini bisa jadi pembelajaran bersama bahwa pemalsuan merek itu hukumannya cukup berat karena selain merugikan pemiliknya juga merugikan masyarat secara umum.


"Harus disadari bahwa kita tidak bisa begitu saja mencaplok merek orang lain," tegas dia.


Sufiyanto juga menanggapi pembelaan yang sempat disampaikan terdakwa Neneng bahwa pabrik yang memproduksi celana jin Cardinal palsu bukanlah miliknya, melainkan milik mertuanya.


"Dari awal kami tidak kenal yang lain. Pemesanan dan pembelian, transfer, komunikasi seluruhnya lewat Ibu Neneng.

Saat transaksi dan lain-lainnya Ibu Neneng tidak pernah bilang itu pabrik milik mertuanya. Kami sama sekali tidak tahu," kata dia.


Sementara, anggota tim kuasa hukum PT Multi Garmenjaya, Greynaldi, mengatakan bahwa tuntutan terhadap terdakwa merupakan kewenangan kejaksaan.


"Keputusan akhir kembali ke majelis hakim untuk menimbang dan memutuskan pantasnya seperti apa. Kami hanya berharap putusan seadil-adilnya," ucap dia.


Sebagaimana diberitakan oleh Tribun sebelumnya, perusahaan pemegang merek celana jins Cardinal, PT Multi Garmenjaya, memejahijaukan Neneng, perempuan asal Pati yang didakwa memalsukan merek.
 
Neneng sebelumnya dilaporkan karena memproduksi dan menjual celana Cardinal palsu.


Staf Khusus PT Multi Garmenjaya, Sufiyanto, mengatakan bahwa aktivitas ilegal yang dilakukan Neneng kali pertama diketahui saat karyawan Cardinal menemukan unggahan yang bersangkutan di Marketplace Facebook.


Neneng menjual celana bermerek Cardinal dengan harga sangat murah dibanding aslinya, yakni Rp 40 ribu sampai Rp 50 ribu per buah.


Sementara, harga satu celana Cardinal original dibanderol di kisaran Rp 400 ribu.


Pihak Cardinal pun melakukan investigasi dengan cara melakukan pemesanan dan mendatangi pabrik konveksi yang memproduksi celana Cardinal KW di Desa Mojolawaran, Kecamatan Gabus.


Ternyata, pabrik tersebut memang memproduksi celana Cardinal palsu dengan skala besar.


Perusahaan asal Bandung ini pun memproses hukum kasus ini.


Neneng dijerat pasal 100 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG).


Ayat 1 pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.


Adapun ayat 2 berbunyi bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.


Kuasa Hukum pihak Cardinal, Deni Rohmana, mengatakan bahwa kliennya mengalami kerugian signifikan akibat maraknya pembajakan merek Cardinal.


Menurut dia, pembajakan merek Cardinal sudah berlangsung selama belasan tahun di berbagai kota.


"Pemalsuan merek ini marak sekali. Sebelumnya ada di Jakarta, Tasikmalaya, Tangerang. Terakhir sebelum di Pati ini sudah ada yang diputus secara inkrah di Pekalongan. Kasusnya sama, (terdakwa) diputus (pidana penjara) 2 tahun 4 bulan ditambah denda Rp 50 juta subsidair kurungan enam bulan.

Berat menurut saya," kata dia.


Deni mengatakan, selain merugikan perusahaan, pemalsuan merek juga merugikan konsumen karena mendapatkan produk dengan kualitas tidak terjamin.


Dia berharap, proses peradilan ini bisa menjadi edukasi bagi masyarakat bahwa memalsukan merek konsekuensinya hukumnya sangat berat.

Sementara, Terdakwa Neneng yang mengikuti persidangan pemeriksaan saksi secara virtual pada Kamis (6/6/2024) membantah bahwa pabrik konveksi yang memproduksi celana Cardinal palsu adalah miliknya.


"Yang di Mojolawaran Gabus itu bukan rumah saya. Rumah saya di Tambakromo. Saya bukan pemilik, melainkan hanya sekadar menantu dari pemiliknya," ucap dia.


Adapun kuasa hukum terdakwa, Nimerodi Gulo, menganggap bahwa kliennya adalah tumbal dalam kasus ini.


Sebab, pemilik pabrik konveksi yang memalsukan merek Cardinal bukanlah milik Neneng, melainkan ibu mertuanya.


"Ternyata pemiliknya ibu mertuanya, yang dijadikan tumbal NS. Pasal yang dipakai 100 ayat 1 dan 2 UU MIG. Pasal itu menyatakan yang bisa dijerat adalah pemiliknya. Sedangkan Neneng bukan pemilik. Karyawan juga bukan. Dia cuma ambil dari ibu mertuanya, lalu dijual online. Keuntungan dia per pcs cuma Rp6 ribu sampai Rp 7 ribu," papar Gulo.
 
Dia juga menyayangkan penahanan Neneng karena kliennya itu memiliki anak dalam asuhannya yang masih balita. 


"Dia ditahan sementara Neneng punya anak masih balita tiap hari nangis diantar ke LP," tutur dia.


Selain itu, kata Gulo, ayah Neneng juga menderita sakit dan hanya Neneng yang selama ini mengantarkannya cuci darah tiap dua pekan sekali. 

Berita Terkini