Berita Jateng

Inilah Daftar ASN dan Polisi yang Berpotensi Lakukan Korupsi Politik di Jawa Tengah

Penulis: iwan Arifianto
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator  JCW Kahar Muamalsyah, di Kota Semarang, Kamis (4/7/2024).

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jateng Corruption Watch (JCW) mencatat ada tujuh pejabat publik  berpotensi melakukan korupsi politik pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Ketujuh pejabat itu meliputi pejabat berinisial AB dan I di Kota Semarang, S di Salatiga, J di Magelang, AA di DPRD Jawa Tengah, L di tingkat Provinsi Jawa Tengah dan I di Kabupaten Blora. 

"Mereka berasal dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun dari aparat kepolisian," ungkap Koordinator  JCW Kahar Muamalsyah  dalam Diskusi Publik bertema Menghalau Koruptor: Strategi Mencegah Pelaku Pidana Menjadi Legislator dan Kepala Daerah" di Kampus Universtias Sultan Agung (Unissula) Kota Semarang, Kamis (4/7/2024).

Kahar menyebut,  indikasi potensi terjadinya korupsi politik di Jawa Tengah sangat besar, baik pada pemilu legislatif maupun pilkada 2024, dari anggota legislatif, bakal calon bupati/walikota hingga bakal calon gubernur.

Korupsi politik, kata dia, secara sederhana dapat diartikan sebagai tindakan melawan hukum dan moral karena menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki seseorang untuk kepentingan dirinya, kelompok atau pihak-pihak lain yang untuk saling mencari keuntungan secara ekonomi maupun politik.

Pejabat negara yang terlibat dalam korupsi politik biasanya menggunakan kewenangan yang ada ditangannya untuk mendapatkan keuntungan, baik material maupun non material.

"Oleh karena itu, kami mengajak masyarakat melakukan pengawasan di setiap tahapan pemilihan," ucapnya.

Kondisi itu, lanjut Kahar, sudah mulai tampak ketika banyak pejabat publik baik ASN maupun polisi sudah ancang-ancang ikut pemilu tapi masih mempertahankan jabatannya. 

Mereka ramai-ramai memasang baliho bergambar dirinya dengan kamuflase pesan layanan masyarakat atau imbauan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas). "Perilaku itu adalah pelanggaran etika maupun potensi pelanggaran UU ASN dan UU Kepolisian," ujarnya. 

Kahar menyarankan, para pejabat publik itu untuk mundur ketika hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. "Pejabat publik harus netral misal tidak demokrasi kita dalam bahaya," terangnya. 

Pihaknya kini tengah menginventarisir pihak-pihak yang diduga atau berpotensi melakukan korupsi politik.

Kemudian akan mempublikasikan potensi korupsi politik sebagai peringatan dan informasi kepada masyarakat sebagai pemilih.

"Kami juga membuka hotline pengaduan dan laporan masyarakat apabila melihat terjadinya penyalahgunaan wewenang, politik dinasti, dan tindak kejahatan politik lainnya ke  e-mail jcwhotline@gmail.com," imbuhnya.

Menurut Kahar, upaya tersebut bagian ikhtiar untuk mencegah kasus korupsi di Jawa Tengah. Sebab, angka kasus korupsi di Jateng sudah cukup memprihatinkan.

Data yang dihimpun JCW, setidaknya ada 67 kasus tindak pidana korupsi yang sedang disidangkan atau ditangani Pengadilan Tipikor Semarang sepanjang tahun 2023 dari Januari hingga Oktober.

Adapun dari tahun 2019 sampai 2023 ada 480 kasus korupsi yang ditangani Pengadilan Tipikor Semarang.

Rentang tahun sebelumnya antara 2014-2019 ada sebanyak 678 kasus. Rata-rata kasus korupsi tersebut merupakan para anggota legislatif maupun dari kalangan eksekutif.

"Angka tersebut hanya kasus yang sampai persidangan karena angka yang sebenarnya berpotensi lebih besar," kata Kahar.

Jateng Corruption Watch (JCW) adalah organisasi masyarakat sipil Jawa Tengah yang berkantor di Kota Semarang. Lembaga ini bukan hanya peduli dan prihatin terhadap semakin parahnya perilaku koruptif para penyelenggara negara, namun juga berusaha untuk melawannya.

Berita Terkini