TRIBUNJATENG.COM- Begini suasana Dusun Simpar, Banjarnegara, Jawa Tengah.
Ada mitos jika pejabat datang berkunjung, maka pejabat tersebut akan lengser atau meninggal dunia.
Bahkan, pejabat tersebut tidak harus pejabat negara, pejabat tingkat,kecamatan, kelurahan dan kabupaten juga bakal terkena dampaknya.
Dalam video yang diunggah akun Youtube MASAWAN REAL yang diunggah pada 4 mei 2024, tampak dusun tersebut sangat asri, banyak pepohonan dan sungai yang tampak alami.
Bahkan jumlah penduduk masih sedikit.
Tampak rumah warga tidak berdekatan.
Terlihat akses jalan sudah cukup bagus.
Namun, di Dusun Simpar merupakan daerah perbukitan sehingga kondisi jalannya naik turun.
Kini, viral jadi perbincangan tentang mitos di Dusun Simpar Banjarnegara.
Kampung itu ditakuti pejabat negara, tepatnya dusun Simpar, desa tlaga, kecamatan Punggelan, kabupaten banjarnegara Jawa tengah, Indonesia.
Menurut mitos yang beredar, dusun ini tidak ada penjabat yang berani datang berkunjung ke dusun simpar, karana adanya mitos tersebut.
Menurut pengakuan Kepala Dusun Simpar tidak ada pejabat yang berani datang ke wilayah itu.
Pasalnya, pernah ada kejadian pejabat setelah pulang dari dusun tersebut meninggal dunia.
"Pertama, zaman dulu sudah ada pernah pejabat masuk dukun Simpar, kemudian setelah pulang dari sini, pejabat itu meninggal, selain itu ada juga pernah yang dipecet atau lengser dari jabatannya," ujar Kepala Dusun
Hingga saat ini pejabat tidak berani masuk dusun Simpar.
Akibatnya, pembangunan dan pendidikan kurang berkembang di desa tersebut.
"Di sini tidak ada SD di dusun ini, sehingga anak-anak sini di desa sebelah," ujarnya.
Selain itu, ada anak yang berambut gimbal alami yang hidup di kampung Simpar salah satu kampung terpencil di atas perbukitan.
Kampun Simpar tepatnya berada di wilayah desa Tlaga, kecamatan Punggelan, kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia.
Menurut penuturan, akun Youtube MASAWAN REAL, tercatat kurang lebih ada sekitar 10 lebih anak berambut gimbal alami ini.
Anak-anak berambut gimbal ini, biasanya mengalami demam tinggi.
Rata-rata, anak berambut gimbal terlihat pada anak usia umur 2 tahun.
Rambut anak yang memiliki rambut gimbal, tidak boleh di potong atau di cukur sebelum anak tersebut memintanya.
Jika memang ingin potong rambut, minimal harus berusia 7 tahun dan proses pemotongan rambut gimbal alami ini harus juga di sertai ritual pemotongan Kambing gembel.
Rajah di Kudus
Presiden Joko Widodo hari ini batal salat Jumat di Masjid Agung Kudus.
Padahal sesuai rundown yang beredar di kalangan media, orang nomor satu di Indonesia itu menjalankan salat Jumat usai meninjau banjir di pantura Demak - Kudus, turut wilayah Karanganyar Demak.
Jalur pantura itu sudah terendam banjir selama beberapa hari terakhir.
Jalur pantura yang tenggelam itu berada di perbatasan Demak Kudus yang dipisahkan oleh Jembatan Tanggulangin.
Rupanya, usai meninjau banjir di Karanganyar Demak Jokowi langsung ke Lanumad Ahmad Yani Semarang dan kembali ke Jakarta.
Belum diketahui alasan pasti Jokowi batal ke Kudus.
Namun selama ini, di Kudus berkembang mitos pejabat yang berani melewati Jembatan Tanggulangin akan lengser dari jabatannya.
Mitos serupa juga ada di kawasan Menara Kudus. Pejabat yang melewati pintu gerbang depan kompleks Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus maka juga akan lengser dari jabatan yang diembannya.
Mitos di Jembatan Tanggulangin dan pintu gerbang depan kompleks Masjid Menara Kudus itu tak terlepas dari kisah tentang Rajah Kalacakra yang dipasang Sunan Kudus.
Apakah batalnya Jokowi terkait mitos tersebut?
Kisah pejabat yang tak berani melewati Jembatan Tanggulangin dan pintu gerbang depan kompleks Masjid Menara Kudus sudah sering terdengar.
Cerita itu misalnya muncul dari Bupati Kudus, HM Hartopo.
Usai dilantik sebagai Bupati Kudus di Gedung Gradhika Bakti Praja Kota Semarang, Jumat (9/4/2021), ternyata Hartopo pilih menghindari Jembatan Tanggulangin.
Padahal lazimnya, jalur yang ada di jalan pantura ini adalah akses jalan yang paling cepat dan lazim dipakai warga Kudus saat pulang dari Semarang atau bahkan Jakarta.
Saat itu, Hartopo tidak melintasi Jalan Pantura Demak-Kudus yang melewati Jembatan Tanggulangin.
Hartopo memilih jalan memutar melewati rute Semarang ke Purwodadi, lalu ke Bulungcangkring dan langsung menuju Masjid Agung Kudus.
Sesampainya di Masjid, Hartopo menunaikan ibadah salat Ashar berjamaah.
Kemudian dilanjutkan berdoa di Makam Bupati Kudus pertama yakni Muhammad Idris, alias Raden Tumenggung Harjodinegoro bergelar Raden Tumenggung Tjondro Negoro IV.
Setelah itu rombongan menuju ke Kantor Bupati Kudus dengan berjalan kaki.
Rombongan Bupati Kudus, bukan tanpa sebab tidak melewati Jembatan Tanggulangin. Hal ini lantaran adanya kepercayaan rajah yang tertanam di sana.
Lembaga Penjaga dan Penyelamat Karya Budaya Bangsa (LPPKBB), Sancaka Dwi Supani mengatakan, cerita mengenai rajah yang tertanam di Tanggulangin sudah menjadi cerita turun temurun.
"Sampai sekarang cerita itu masih dipercaya, bahkan sudah ada sejak abad ke-14," ujar dia, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, rajah yang tertanam di Tanggulangin mirip seperti Rajah Kalacakra yang ada di Masjid Menara Sunan Kudus.
Rajah pengapesan itu, kata dia, dipercaya mampu membuat apes penguasa yang melintasinya.
"Sunan Kudus itu sakti karena mampu meruntuhkan kerajaan majapahit. Sampai sekarang (kesaktiannya-red) masih dipercaya," jelas dia.
Menurut cerita, pasukan majapahit yang ingin melintasi jembatan tersebut akan terkena apesnya.
"Orang Majapahit mau datang ke Kudus lewati aliran sungai Juwana pasti terkena apesnya," ujar dia.
Soal Rajah Kalacakra yang bikin pejabat baik daerah maupun skala nasional "ngeper" bakal lengser dari jabatan juga diakui oleh pihak Yayasan Masjid, Menara, dan Makam Sunan Kudus (YM3SK).
Pengurus YM3SK, Abdul Jalil mengatakan, Rajah Kalacakra itu dipasang di atas pintu gerbang depan kompleks Menara Kudus.
Karena alasan itu pula, para pejabat itu lebih memilih melewati pintu lain yang sama-sama menuju masjid dan makam.
“Dari sisi aura, sampai hari ini saya berani mengatakan sangat jarang pejabat ya yang lewat sana (pintu gerbang). Banyak pejabat yang datang lewat pintu samping,” kata Abdul Jalil, beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan, dipasangnya Rajah Kalackra oleh Sunan Kudus ini buntut dari perseteruan di tubuh Kerajaan Demak.
Saat Raden Patah memimpin sebagai raja pertama, saat itu masih berjalan normal.
Sedangkan sepeninggal raja kedua, Pati Unus, mulailah terjadi perseteruan di dalam tubuh kerajaan.
Ketika Trenggono memimpin sebagai raja ketiga, perseteruan semakin sengit.
Puncaknya yaitu ketika menantu Trenggono, Hadiwijaya, menyatakan diri sebagai raja dan memindahkan kekuasaan ke Pajang.
Berkuasanya Hadiwijaya mendapat perlawanan dari Arya Penangsang yang merasa berhak sebagai pewaris takhta.
Dia memiliki darah keturunan dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sekar, yang dibunuh karena perselisihan dengan Trenggono.
Saat terjadi perselisihan antara Arya Penangsang dan Hadiwijaya, rupanya keduanya berebut simpati dari Sunan Kudus.
Pantas saja, Sunan Kudus merupakan pemimpin pasukan militer saat Raden Patah memimpin Demak.
Hal itu yang membuat Penangsang dan Hadiwijaya berebut dukungan dari sosok yang dituakan di kerajaan.
Pada situasi yang sangat tidak stabil di tubuh kerajaan, rupanya Sunan Kudus memilih untuk netral.
Dia memiliki kehendak agar kedua kubu menanggalkan posisi politiknya ketika akan mencari solusi terbaik.
Maka dari itu, dipasanglah Rajah Kalacakra demi menanggalkan kedigdayaan dan menghilangkan semua kekuatan yang dimiliki kedua kubu.
“Rajah itu dipasang di pintu gerbang masuk. Siapa saja yang melewati akan luntur kedigdayaannya dan kekuatannya, termasuk jabatannya,” kata Jalil.
Dipasangnya rajah tersebut, rupanya, tidak membuat Hadiwijaya terkecoh.
Dia memilih melewati pintu lain saat menghadap Sunan Kudus ketimbang lewat depan.
“Arya Penangsang yang lalai, dia lewat pintu gerbang itu akhirnya dia celaka,” katanya.
Namun, terkait benar tidaknya mitos Rajah Kalacakra yang bisa bikin pejabat lengser dari jabatan tidak ada yang bisa memastikan.
Meskipun sebelumnya memang ada sejumlah pejabat yang lengser setelah melewati Rajah Kalacakra. Beberapa di antaranya seperti Anas Urbaningrum yang lengser dari Ketum Partai Demokrat dan Gus Dur yang lengser dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Waallahu’alam bisshowab.
Mitos di Kendal
Takut mati mendadak, masyarakat Desa Ngarianak, Singorojo, Kendal, Jawa Tengah, tidak ada yang berani mencalonkan diri menjadi kepala desa setempat.
Akibatnya, pemilihan kepala desa yang seharusnya digelar pada tanggal 26 Agustus 2013 terpaksa diundur.
Menurut salah satu tokoh masyarakat Desa Ngarianak, Subarso, sudah beberapa kali jabatan kepala desa dipegang oleh pegawai kelurahan lain secara sementara.
Pasalnya, kepala desa yang dipilih oleh rakyat meninggal dunia sebelum masa baktinya habis.
"Masyarakat takut mencalonkan diri menjadi kepala desa. Sebab, sudah beberapa kali kepala desa di Ngarianak meninggal dunia sebelum waktu jabatannya habis," kata Subarso, Rabu (21/8/2013).
Subarso menambahkan, ketakutan itulah yang menyebabkan sampai kini tidak ada warga yang berani mencalonkan diri menjadi kepala desa.
Adanya ketakutan warga itu dibenarkan oleh Kepala Bagian Tata Pemerintahan Pemkab Kendal Agung Budi.
Pelaksanaan pilihan kades pun terpaksa diundur hingga tanggal 31 Oktober. Kalau sampai batas pengunduran itu, belum juga ada yang berani maju menjadi calon, akan diambil langkah-langkah tertentu.
"Semuanya akan kami konsultasikan ke Bupati," katanya.
Agung menambahkan, pada tanggal 26 Agustus nanti, akan ada pemilihan kepala desa.
Jumlahnya ada 120 desa. Namun, yang tidak ada calonnya ada dua, yaitu Ngarianak Singorjo dan Penanggulangan Pegandon. Di Desa Penanggulangan, calonnya mengundurkan diri.(*)