Masyarakat menilai kakak tersebut mempunyai sifat yang buruk sementara adiknya punya sifat yang baik.
"Waktu dulu tidak boleh diceritakan detail, tapi pada intinya jaman kerajaan ada petinggi semacam tumenggung ajudan kerajaan atau pemimpin wilayah situ.
Pemimpin di wilayah situ punya 2 anak kakak beradik, si adik baik dan kakak kurang baik.
Masyarakat pengennya yang meneruskan si adik," ujarnya kepada Tribunbanyumas.com, lewat sambungan telfon, Senin (15/7/2024).
Kades menceritakan karena sang kakak kurang terima atas perlakuan tersebut lalu memilih merantau dan mencari ilmu atau kesaktian.
Setelah itu ingin merebut kekuasaan.
"Sampai pada akhirnya konon ada yang bilang kalau kakak-adik itu ketemu dan bertarung di Sungai yang kini dikenal Sungai Nagasari, tapi entah siapa yang menang.
Sungai itu dikenal dengan nama Sungai Nagasari.
Ada yang mengibaratkan "si kakaknya" tadi perumpamaan jadi Naga.
Kalau ketemu Naganya ya nyawa ilang, kalau ketemu sari ya penghasilan atau jabatan hilang," katanya.
Ia tidak memungkiri kalau mitos tersebut ada dan berkembang di masyarakat begitu kuat hingga saat ini.
Ia mencontohkan beberapa kasus yang pernah terjadi beberapa pejabat ada yang mengalami sendiri tersebut.
Contohnya seperti camat, mantri hutan, mandor hutan yang diakuinya jadi bagian dari mitos tersebut entah hilang jabatan atau meninggal.
"Namun ada fakta lain bahwa nyatanya pak wakil Bupati Banjarnegara pak Samsudin, tahun 2000an alhamdulilah selesai sampai masa jabatan dan pernah mengadakan pengajian juga disana dan selamat-selamat saja dan tidak ada apa-apa," terangnya.
Ia mengatakan artinya siapa yang berani silahkan saja lewat atau berkunjung.