TRIBUNMURIA.COM, KUDUS - Suripno selalu tersenyum, saat bolak-balik mengecek saluran pembuangan air limbah tahu, untuk memastikan air sisa produksi mengalir lancar menuju tangki biodigester, yang terletak hanya beberapa meter saja dari rumah produksi tahu putih di Desa Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kudus.
Air limbah tahu adalah cairan yang berasal dari pemrosesan kedelai menjadi tahu.
Proses pembuatan tahu menghasilkan limbah padat berupa ampas tahu dan limbah cair.
Baca juga: Konsistensi Warga Sruni Boyolali Hampir Satu Dekade Manfaatkan Biogas
Limbah cair inilah yang biasanya dibuang begitu saja, sehingga mempengaruhi kualitas air dan memunculkan bau yang tak sedap.
Namun, air limbah tahu nyatanya bisa lebih bermanfaat bila diolah menjadi biogas.
Tubuh bugar Suripno mondar-mandir dari rumah produksi tahunya ke kebun sebelah, dimana tangki biodigester itu ditanam.
Kedua matanya terbelalak di dua tangki biodigester yang sudah berumur puluhan tahun.
"Dua tangki itu, menyimpan biogas. Ukurannya sih sekitar 4x3meter persegi, kalau kedalamannya sekitar 3meteran. Jadi air limbah tahu itu ngalir ke sini lewat pipa yang sudah ditanam," kata Suripno kepada Tribun Jateng di suatu sore, Selasa (6/8/2024).
"Kalau air limbahnya lewat pipa yang ditanam, jadinya juga tidak bau. Tahu sendiri limbahnya seperti apa baunya," sambung Suripno.
Rumah produksi tahu yang Suripno kelola itu, sudah berdiri sejak 1970-an.
Dimana saat itu adalah pabrik tahu satu-satunya di wilayah tersebut.
Selama puluhan tahun berdiri, air limbah hanya dibuang begitu saja yang terkadang malah merugikan warga.
Untuk pemanfaatan biogas dari limbah tahu, digagas pada tahun 2009.
Usai menyadari potensi dari ribuan liter air limbah, yang ternyata bisa dijadikan energi terbarukan daripada muspro.
Saat itu pembuatan dua tangki dibantu oleh Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (PKPLH) Kabupaten Kudus.