Bahkan selalu menjadi bagian dalam kekuatan mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres.
Selain faktor internal, faktor eksternal juga berpengaruh dalam mundurnya Ketum Golkar.
"Misalnya potensi permasalahan hukum yang dihadapi Airlangga dan tekanan dari pergantian Presiden," terangnya.
Kondisi tersebut dijelaskan Wahid menjadi pertimbangan mundurnya Airlangga sebagai Ketum Golkar.
Ia mengatakan dari pengalamannya, Golkar akan segera memperbaiki kelembagaannya baik melalui penunjukan Plt atau lainnya.
Menurutnya, proyeksi Golkar diperalihan kepimpinan juga berpengaruh pada mundurnya Airlangga.
Pasalnya Golkar selalu ada di dalam internal pemerintahan. Keputusan tersebut bisa dikaitkan dengan siapa Ketum Golkar yang baru yang bisa mengakomodir kebijakan penguasa dan pastinya ada grand desain dibalik hal tersebut," terangnya.
Menurutnya, mundurnya Airlangga akan berdampak pada dinamika Pilkada di wilayah strategis seperti di Jateng.
Hal tersebut bakal berpengaruh pada rekomendasi figur yang akan maju ke Pilkada.
Wahid menyebutkan sosok yang direkomendasikan Partai Golkar di Pilkada akan berhubungan langsung dengan kepentingan penguasa.
Tak hanya itu, ia juga menanggapi isu Joko Widodo dan Gibran yang akan dijadikan Ketum Golkar.
"Isu tersebut sudah lama Joko Widodo dan Gibran akan digolkarkan. Namun menurut saya kader muda Golkar masih punya idealisme dan akan mengangkat orang-orang yang membantu memenangkan Pilpres beberapa waktu lalu," tambahnya. (*)