TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Jateng masih dihantui inflasi, bahkan pada Agustus 2024 tingkat inflasi di Jateng mencapai 1,77 persen.
Meski angka tersebut mengalami penurunan cukup signifikan, namun belum begitu mempengaruhi penurunan sejumlah harga bahan pangan.
Pasalnya sektor makanan, minuman dan tembakau masih menjadi penyumbang inflasi terbesar di angka 0,80 persen.
Selain itu, sektor perawatan pribadi dan jasa menempati posisi kedua penyumbang inflasi dengan 0,30 persen.
Sementara sektor transportasi menempati posisi ketiga penyumbang inflasi yang mencapai 0,22 persen.
Kondisi tersebut berdampak pada bertahannya harga pangan di sejumlah daerah di Jateng.
Pendataan yang dilakukan Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (SiHati) Jateng, harga rata-rata beras IR 64 premium di Jateng masih bertahan Rp 14 ribu lebih perkilogramnya.
Bertahannya harga beras IR 64 premium tersebut tercatat sejak Juni 2024 lalu. Bahkan di beberapa daerah seperti Kota Semarang harga beras IR 64 premium tembus di angka Rp 15 ribu perkilogram pada Agustus lalu.
Harga tersebut sangat jauh dibandingkan Agustus 2023, di mana harga beras IR 64 premium di Kota Semarang masih di angka Rp 13 ribu perkilogram.
Masyarakat pun menanggapi kondisi harga bahan pangan tersebut dengan mimik wajah kecut.
Beberapa bahkan mengatakan, mustahil harga bahan pangan turun dan akan selalu naik tanpa diimbangi dengan UMK layak.
"Yang turun itu air hujan, kalau bahan pangan tak akan pernah turun," ucap Khasanah (44) seorang ibu rumah tangga asal Kota Semarang, Rabu (4/9/2024).
Dilanjutkannya, pengendalian harga yang dilakukan pemerintah hanya seremonial agar masyarakat tenang sementara.
Pandangan tersebut dilontarkan Khasanah lantaran ia merasakan secara langsung dampak kenaikan harga bahan pangan.
"Katanya Jateng lumbung pangan, tapi harga beras tak akan turun," ucapnya.