Berita Jakarta

Pengusaha Ritel Tolak Pemerintah yang Menaikkan PPN Menjadi 12 Persen Berlaku Mulai 1 Januari 2025

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025. Menkeu Sri Mulyani tandaskan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 2025 sesuai dengan amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Menkeu menegaskan belum ada pembahasan pemberlakuan kenaikan pajak akan ditunda. Meski banyak perdebatan menaikkan pajak di tengah pelemahan daya beli, Sri Mulyani mengingatkan APBN sebagai instrumen penyerap kejut (shock absorber) perekonomian harus dijaga kesehatannya.

"APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya karena APBN itu harus berfungsi dan mampu merespon dalam episode global financial crisis. Counter cyclical tetap harus kita jaga," kata Ani panggilan akrabnya, dalam Rapat Kerja Komisi XI, Rabu (13/11).

Kenaikan PPN ini sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam beleid itu, ditetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.

"Tarif PPN yaitu sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025," tulis Pasal 7 ayat 2 UU tersebut.

Harga Barang Naik

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berisiko kepada konsumsi rumah tangga. Pasalnya kenaikan PPN menjadi 12 persen tentu akan membuat harga-harga jual barang dan jasa ikut naik.

"Karena biasanya perusahaan kurang bersedia menanggung kenaikan PPN sendiri, sehingga biasanya jalan tercepat adalah menaikkan harga jual barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan," katanya, Kamis (14/11).

Ronny mengatakan semakin mengalami tekanan daya beli karena kenaikan harga barang dan jasa, maka masyarakat akan mengurangi konsumsi atas barang dan jasa tersebut, sehingga permintaannya akan menurun.
Jika permintaan turun, maka produksi perusahaan-perusahaan akan terkontraksi. Imbasnya perusahaan berpeluang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Tak berhenti di situ, jika permintaan turun akibat konsumsi rumah tangga turun maka prospek investasi di Indonesia akan memburuk. Investor akan berpikir ulang untuk membuka investasi baru lantaran performa pasarnya juga menurun atau terus terkontraksi. Ujungnya, target pertumbuhan ekonomi di tahun depan akan sulit tercapai.

"Pun secara fiskal, meskipun PPN naik, tapi imbasnya bisa membuat penerimaan negara justru menurun karena berpotensi menurunkan permintaan di masa mendatang, yang membuat penurunan produksi yang berpotensi menurunkan penerimaan negara dari PPN secara nominal," imbuhnya.

Daya Beli

Sementara itu, Direktur Pengembangan Big Data Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mewanti-wanti pertumbuhan ekonomi bisa di bawah 5 persen jika PPN dinaikkan dari 11 persen menjadi 12 persen di tahun depan. Pasalnya kenaikan PPN akan semakin menekan daya beli hingga konsumsi kelas menengah.

"Kalau pelaksanaannya (PPN naik jadi 12 persen) dilakukan pakai kacamata kuda, tanpa melihat realitas ekonomi yang sedang turun ini, ya kita mungkin akan mulai berbicara pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen tahun depan," katanya dalam Diskusi Publik INDEF.

Makanan Minuman Terpukul

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman menyebut sektornya yakni makanan-minuman menjadi salah satu yang bakal paling terpukul. Karena itu, ia berharap pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan PPN.

"Kami sampaikan bahwa kami berharap pemerintah me-review kembali PPN itu, karena kondisi saat ini sangat berat bagi dunia usaha, terutama untuk retail. Kenaikan1 persen itu sangat berat sekali, apalagi untuk kebutuhan pangan," kata Adhi.

Ia berharap pemerintah mencari cara lain untuk memperoleh pendapatan, misalnya dengan mencari sumber pendapatan lain dan tidak hanya mengandalkan kelas menengah melalui PPN.

Aprindo Menolak

Ketum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey mengatakan, para pengusaha ritel tidak setuju dengan rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen. Sehingga Aprindo mengusulkan agar rencana kenaikan itu ditunda dalam satu hingga dua tahun mendatang.

"Iya dong (tidak setuju PPN naik). Ini kita baru (selesai) deflasi. Baru mau kembali lagi karena pemerintah mengangkat program-program barunya kan. Jadi jangan, PPN itu harus ditangguhkan. Minimal satu tahun ke depan. Atau kalau bisa dua tahun. Karena sekarang minimal daya belinya bisa kembali dulu, gitu," ujar Roy usia menghadiri peringatan Hari Ritel Nasional 2024 di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

Roy menegaskan, di pemerintahan yang baru ini pengusaha ritel memiliki harapan kondisi ekonomi menjadi lebih baik. Sehingga pengurangan ekspansi yang dialami pengusaha ritel tidak berlanjut. "Dengan catatan ya, PPN jangan dilakukan. Satu persen itu jadi 12 persen. Itu harus ditangguhkan," tegasnya.

Diketahui, sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) memastikan tarif PPN 12 persen berlaku mulai 1 Januari 2025. Ketentuan itu telah tertuang dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam kesempatan tersebut, Roy Mandey mengatakan, produktivitas industri retail nasional biasanya mengalami puncaknya pada momen Ramadhan, Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru. Ia menyebut saat ini kondisi deflasi di Indonesia sudah berangsur selesai sehingga mempengaruhi permintaan domestik.

"Kita syukuri deflasi sudah selesai, kita sudah ada inflasi, sudah mulai kembali lagi demand domestic dan kita harapkan di Natal tahun baru, Nataru tentu ada satu hasil yang cukup baik," kata Roy. "Kita berharap tentunya di tahun depan ini, kita tinggal satu bulan lagi melangkah di tahun 2025 dengan tantangan yang tentunya pasti enggak akan selesai dan belum tentu selesai, tetapi di tengah tantangan biasanya ada peluang," lanjutnya. (kompas/bloomberg/tribun/cnn)

Baca juga: Polisi Tangkap Ivan Sugianto di Surabaya yang Viral Diduga Paksa Siswa untuk Sujud dan Menggonggong

Baca juga: Inilah Ucapan Pertama Joe Biden Saat Bertemu Presiden Terpilih Donald Trump di Gedung Putih

Baca juga: Presiden Prabowo Tiba di Peru untuk Hadiri KTT APEC

Baca juga: Perempuan Penjual Seblak Dibunuh Pasangan Kumpul Kebo, Gegara Panggil Sayang ke Mantan Suami

Berita Terkini