Opini

Kekerasan dan Iklan Obat Dominasi Penyiaran Sepanjang 2024

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, KPID Provinsi Jawa Tengah, Mukhamad Nur Huda

Oleh; M Nur Huda, S.H

(Komisioner KPID Provinsi Jawa Tengah; Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran)

TRIBUNJATENG.COM - Sepanjang tahun 2024, tayangan kekerasan dan iklan obat mendominasi dugaan pelanggaran yang ditemukan pada Lembaga Penyiaran (LP) televisi dan radio. Bentuk tayangan kekerasan beragam, mulai dari kekerasan fisik hingga verbal. Sedangkan iklan obat, banyak melanggar regulasi terkait penggunaan frekuensi publik.

Berdasarkan pantauan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Tengah dan laporan Masyarakat dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024, tercatat 1.823 dugaan pelanggaran dalam tayangan televisi. Dari jumlah tersebut, 562 kasus berkaitan dengan konten kekerasan. Angka ini meningkat dibandingkan Tahun 2023 yang tercatat 1.598 kasus, dengan 493 kasus di antaranya terkait kekerasan.

Pelanggaran tayangan kekerasan mencakup berbagai kategori: Hiburan, 3,4 persen ditemukan dalam film, musik, atau drama. Jurnalistik, 42,4 persen ditemukan dalam berita atau liputan. Variety Show, 8,2 persen muncul dalam acara hiburan campuran seperti talk show atau reality show.

Selain itu, ditemukan 488 kasus dugaan pelanggaran iklan (47,9 persen ), termasuk iklan yang tidak etis, menipu, atau mempromosikan produk terlarang. Dugaan pelanggaran lain meliputi, Program Jurnalistik: 180 kasus (17,4 persen ), seperti penyebaran hoaks atau berita tidak akurat. Perlindungan Anak: 181 kasus (17,1 % ), termasuk tayangan yang tidak sesuai untuk anak. Siaran Rokok dan NAPZA: 177 kasus (17,1 % ), melibatkan promosi atau ajakan konsumsi rokok dan NAPZA, dan ruang lingkup pelanggaran lainnya.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengatur bahwa isi siaran harus memberikan informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat bagi masyarakat. Pasal 36 ayat (4) melarang konten yang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, serta pelecehan terhadap martabat manusia.

Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (Per KPI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) juga mengatur secara tegas larangan menampilkan kekerasan, ungkapan kasar, atau makian dalam siaran. Namun, sepanjang 2024, KPID Jawa Tengah tetap harus mengeluarkan 16 surat teguran kepada LP karena melanggar aturan ini, sedangkan banyak lainnya ditempuh dengan cara persuasif.

Beberapa faktor yang menyebabkan tayangan kekerasan mendominasi, pertama; daya tarik, konten kekerasan dianggap menarik perhatian penonton dan mampu meningkatkan rating. Kedua; alasan komersial, program dengan rating tinggi menarik lebih banyak pengiklan. Ketiga; kesadaran rendah, banyak produsen program tidak mengutamakan nilai edukasi dan moral. Keempat; pengawasan lemah, kurangnya tindakan tegas di internal Perusahaan LP membuat pelanggaran terus berulang. Kelima; normalisasi kekerasan, kekerasan dianggap sebagai hiburan sehingga terus muncul dalam berbagai format.

Untuk mengatasi masalah ini, keterlibatan masyarakat sangat penting. Langkah-langkah yang dapat dilakukan di antaranya, memilih tayangan yang mendidik dan bebas dari kekerasan, memberikan umpan balik kepada stasiun televisi atau penyedia konten, menggunakan fitur kontrol orangtua untuk menyaring tayangan tidak sesuai, dan meningkatkan literasi media keluarga agar lebih bijak dalam memilih tontonan.

Dengan kesadaran bersama, diharapkan tayangan di media penyiaran dapat lebih mendidik dan sesuai dengan nilai-nilai moral dan budaya Indonesia.

Temuan lain yang cukup banyak, baik hasil pantauan tim pemantau maupun monitoring di lapangan yaitu siaran iklan obat tradisional maupun pengobatan tradisional yang disiarkan di televisi maupun radio yang mengudara di Jawa Tengah.

Sebenarnya, tidak ada larangan bagi LP untuk menerima iklan dari produsen obat-obatan, terlebih keduanya telah sepakat menjalin bisnis untuk saling menguntungkan, produsen membutuhkan promosi dan LP membutuhkan pendapatan di tengah situasi saat ini. Namun, harus tetap mematuhi rambu-rambu yang diatur dalam peraturan tentang penyiaran, yaitu harus memberikan informasi yang obyektif, lengkap, tidak menyesatkan, tidak menggunakan kata yang berlebihan dan klaim yang berlebihan. 

Regulasi yang mengatur tentang iklan obat-obatan pun sudah cukup lengkap, baik yang termuat dalam Per KPI tentang P3 dan SPS maupun dalam Etika Pariwara Indonesia (EPI). Semisal dalam EPI, Iklan tidak boleh menjanjikan kemampuan untuk menyembuhkan penyakit. Iklan tidak boleh menggunakan kata, ungkapan, penggambaran, atau pencitraan yang menjanjikan penyembuhan, melainkan hanya untuk membantu menghilangkan gejala dari sesuatu penyakit.

Lembaga Penyiaran vs Media Sosial

Sementara itu, di era digital yang terus berkembang pesat, lembaga penyiaran televisi dan radio menghadapi tantangan yang signifikan akibat pertumbuhan platform media sosial seperti YouTube dan TikTok. Platform-platform ini tidak hanya mengubah cara masyarakat mengonsumsi konten, tetapi juga memengaruhi model bisnis dan relevansi LP.

Masyarakat terutama generasi muda, semakin cenderung mengonsumsi konten melalui perangkat mobile dan platform digital. YouTube dan TikTok menawarkan fleksibilitas yang tidak dimiliki televisi atau radio, seperti kemampuan untuk memilih konten kapan saja dan di mana saja. Format konten yang singkat dan interaktif di TikTok, misalnya, sangat menarik bagi generasi Z dan milenial, yang sering kali mengutamakan pengalaman yang cepat dan personal.

Platform media sosial memungkinkan individu dan kreator independen untuk memproduksi dan mendistribusikan konten secara langsung. Dengan biaya produksi yang lebih rendah dan akses ke audiens global, kreator ini sering kali mampu bersaing dengan LP. Sebagai hasilnya, televisi dan radio harus berinovasi untuk menghasilkan konten yang lebih relevan dan menarik.

Begitupula Pengiklan, kini semakin beralih ke platform digital karena kemampuannya untuk menargetkan audiens secara spesifik dan mengukur efektivitas kampanye secara real-time. Hal ini berdampak langsung pada pendapatan iklan LP, yang sebelumnya menjadi sumber pendapatan utama. YouTube dan TikTok menawarkan metrik yang lebih rinci dan opsi penargetan yang lebih canggih.

Semakin banyaknya pilihan platform dan konten, audiens televisi dan radio mulai terpecah. Generasi muda cenderung lebih tertarik pada konten yang sesuai dengan minat mereka, yang sering kali disediakan oleh kreator di media sosial. Lembaga penyiaran harus bekerja keras untuk mempertahankan audiens mereka, terutama dengan membuat konten yang relevan untuk berbagai segmen masyarakat.

Termasuk perkembangan teknologi seperti streaming on-demand dan algoritma kecerdasan buatan telah mempermudah pengguna untuk menemukan konten yang sesuai dengan preferensi mereka. LP sering kali tertinggal dalam memanfaatkan teknologi ini, sementara platform seperti YouTube dan TikTok terus berinovasi untuk memberikan pengalaman yang lebih personal kepada pengguna.

Strategi Menghadapi Tantangan

Untuk tetap relevan, LP televisi dan radio perlu melakukan langkah-langkah strategis, antara lain, beradaptasi dengan digitalisasi yaitu mengintegrasikan platform digital ke dalam operasi mereka, seperti membuat saluran YouTube atau menyajikan podcast. Kolaborasi dengan kreator konten, yakni bekerja sama dengan kreator independen untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Fokus pada konten lokal dan berkualitas, yakni memberikan nilai tambah yang tidak dapat ditemukan di platform global. 

Selain itu, juga harus memanfaatkan teknologi canggih, yakni menggunakan analitik data dan algoritma untuk memahami preferensi audiens dan menyajikan konten yang relevan. Kemudian, diversifikasi sumber pendapatan, yaitu menjelajahi model bisnis baru seperti langganan premium atau kemitraan dengan merek.

Meskipun menghadapi tantangan besar dari platform media sosial, televisi dan radio masih memiliki peluang untuk tetap relevan. Kunci utamanya adalah inovasi, adaptasi, dan kemampuan untuk memahami perubahan kebutuhan audiens. Dengan strategi yang tepat, LP dapat bersaing dalam ekosistem media yang semakin kompleks dan terus berkembang, tentunya tetap dalam koridor regulasi tentang penyiaran.

Upaya KPID 

Dalam situasi ini, KPID memiliki peran penting dalam memastikan bahwa LP lokal memproduksi konten yang berkualitas, relevan, mampu bersaing dengan media sosial dan sesuai dengan kebutuhan Masyarakat, serta mematuhi rambu-rambu penggunaan frekuensi publik. Sebagai lembaga pengawas dan pengatur penyiaran, KPID memiliki berbagai strategi untuk meningkatkan kualitas produksi lembaga penyiaran.

Beberapa upaya yang dilakukan, semisal rutin mensosialisasikan pedoman penyiaran yang berisi standar dan regulasi bagi LP. Pedoman ini mencakup aspek etika, kualitas konten, perlindungan terhadap anak, dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya lokal. Penegakan pedoman ini dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan evaluasi berkala terhadap program-program siaran.

Kemudian juga melakukan pelatihan, lokakarya, dan seminar bagi sumber daya manusia (SDM) di LP. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi produser, jurnalis, dan tim kreatif dalam menghasilkan konten yang informatif, edukatif, dan menghibur. Topik pelatihan mencakup teknik produksi, penggunaan teknologi penyiaran, dan pendekatan kreatif dalam pembuatan konten.

Tak hanya itu, KPI mendorong LP untuk memanfaatkan teknologi canggih, seperti penyiaran berbasis internet (streaming), analitik data, dan alat produksi digital. Teknologi ini membantu LP menghasilkan konten dengan kualitas teknis yang lebih baik dan sesuai dengan preferensi audiens. 

KPID juga melakukan monitoring terhadap program siaran untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi dan pedoman yang berlaku. Hasil evaluasi ini digunakan untuk memberikan masukan konstruktif kepada LP, sehingga mereka dapat terus meningkatkan kualitas produksi.

Aspek pengawasan produk obat-obatan, KPID Jateng juga telah bekerjasama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Masing-masing saling berkoordinasi dalam upaya pengawasan peredaran produk obat terlarang.

Peran KPID dalam membangun ekosistem penyiaran yang sehat dan berkualitas sangat krusial. Dengan berbagai upaya yang melibatkan regulasi, pelatihan, penghargaan, dan inovasi teknologi, KPID tidak hanya mendukung LP untuk memenuhi standar kualitas, tetapi juga membantu menciptakan konten yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Keberhasilan inisiatif ini tidak mungkin dilakukan KPID sendirian, melainkan juga harus didukung berbagai pihak, antaralain Lembaga penyiaran sendiri, eksekutif dan legislatif di daerah serta masyarakat.(*)

Berita Terkini