TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Seorang guru non ASN (R3) salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri di Kabupaten mengeluh seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dianggap lebih memprioritaskan untuk guru swasta.
Dia adalah RS (31) salah seorang guru mata pelajaran Bahasa Inggris di Banyumas yang sudah mengabdi 7 tahun dan belum dapat kejelasan terkait pengangkatannya.
Saat itu ia ikut gelombang rekrutmen PPPK besar-besaran yang terjadi pada 2021.
Para guru dengan kategori R3 atau sekarang disebut guru non ASN negeri saat itu ada yang tidak masuk passing grade.
Pada 2022 ketika seleksi PPPK diadakan lagi ternyata mereka tidak dapat ikut karena prioritasnya adalah bagi P1 atau guru swasta yang lulus passing grade.
Hingga turun kebijakan 2024 rencana pemerintah menghapus honorer dan mengangkat menjadi PPPK.
"Kita menyambut baik PPPK tahun 2024 ternyata prioritasnya masih dari swasta.
Padahal Non ASN adalah honorer negeri, kemarin ternyata tetap yang diutamakan sekarang swasta (R1D)," terangnya kepada Tribunbanyumas.com, Rabu (15/1/2025).
Pada saat mengikuti tes pada 2022 dia tidak bisa mengisi bagian resume atau tahapan akhir.
Hal itu menurutnya karena terjegal kuota yang penuh dan sudah diisi dari kalangan swasta.
Ia mengatakan guru dari sekolah swasta sudah menjadi prioritas sejak 2021 dan nilai mereka pada 3 tahun lalu dipakai terus untuk tes masuk PPPK.
Contoh kasusnya adalah di sekolahnya sendiri, yaitu ada guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebanyak 4 orang.
Tiba-tiba datanglah guru baru dari Wonogiri yang ditempatkan di sekolah tempat RS mengajar, sehingga menjadi ada 5 orang guru PAI.
"Itu teman saya yang juga berstatus Non ASN dirugikan penempatan tersebut dan mengurangi jam mengajar teman saya sebagai guru PAI.
Guru itu yang dari Wonogiri adalah guru yang awalnya berasal dari sekolah swasta sudah diangkat dan kemudian ditempatkan di sekolah negeri," katanya.
Karena kondisi demikian maka dengan sendirinya, salah satu guru PAI yang statusnya honorer mundur dengan sendirinya dan mencari sekolah lain.
"Kalau diputus dari sekolah tidak, tapi benar-benar nol tidak masuk kelas guru PAI itu.
Sebagaimana manusia masa makan gaji buta dan tidak ada jamnya dan tidak mengajar," ungkapnya.
Secara garis besar ada beberapa kategori yaitu (R1B) adalah guru non asn guru yang lulus passinggrade tahun 2021 tapi belum dapat formasinya.
Kemudian guru (R1D) yaitu berasal dari sekolah swasta.
Kemudian ada (R2) adalah guru yang mengabdi lebih dari 20 tahun.
Dan (R3) ini adalah guru Non ASN yang berada di sekolah-sekolah negeri.
Menurut RS, pada rekrutmen 2024 Provinsi Jateng memberikan kuota besar dan terkesan memprioritaskan hanya untuk swasta.
"Saya mencontohkan guru Bahasa Inggris dari swasta ada sebanyak 248, kalau guru R3 ada sebanyak 155 orang.
Sedangkan kuotanya dari Provinsi ada 167 formasi dan semuanya diisi dari swasta dan tidak ada dari R3 atau guru non asn negeri," ungkapnya.
Kondisi demikain terjadi di guru mata pelajaran lain.
Bahkan guru yang sudah mengabdi 20 tahun (R2) tetap kalah dan tidak dapat kuota pengangkatan.
"Harapannya kami para guru non ASN negeri diutamakan dan diprioritaskan bukan dari swasta semata.
Tidak adanya perebutan posisi guru negeri dan swasta, disaat penataan guru.
Tidak adanya penggeseran jam mengajar disaat swasta ditempatkan disekolah negeri dan kami akan mengawal keputusan ini agar tidak disusupi swasta lagi," katanya.
Menanggapi adanya aduan dan keluhan tersebut, Kepala Cabang Dinas 10 wilayah Banyumas, Sulikin mengatakan segala hal yang berkaitan dengan proses seleksi bersifat terpusat.
Proses seleksi terpusat melalui Sistem Seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (SSCASN).
Pihaknya melalui mekanisme di tingkat Provinsi hanya memfasilitasi dan mengkoordinir.
Terkait dengan keluhan yang diprioritaskan dari swasta pihaknya mengemukan pandangan bahwa ada 2 alasan utama.
"Kenapa swasta lebih banyak, menurut saya karena mereka swasta punya Sertifikat Pendidik (Serdik) dibanding negeri.
Swasta juga ada yang masuk P1 prioritas.
Adapun P1 adalah mereka yang ikut seleksi dulu, sudah passing grade tapi belum diangkat," jelasnya.
Menurut pandangannya mengapa swasta lebih banyak punya serdik karena sudah lama sekolah-sekolah swasta mewajibkan guru-guru mempunyai serdik tersebut.
"Memang lebih banyak yang punya serdik sejarahnya memang begitu ketika ada program serdik dari swasta sudah lama mungkin 10 tahun lalu.
Mereka sudah lama punya serdik dan guru guru swasta otomatis yang diprioritaskan," jelasnya.
Terkait dengan teknis ia mengatakan bukan wewenangnya.
"Kalau tidak punya serdik dan P1, biasanya susah.
Begitupula apabila ada yang sudah 20 tahun mengabdi tapi belum punya serdik juga susah.
Makanya harus berserdik, jadi intinya harus berserdik, kedua mereka sudah P1," ungkapnya. (jti)
Baca juga: Gudtavo Souza targetkan tampil lebih baik saat derby Jateng PSIS vs Persis Solo
Baca juga: Kasus Darso Semarang Meninggal Dihajar Polisi Yogyakarta , Naik Lidik Pak Modin Ikut Diperiksa
Baca juga: Video Bentrok GRIB Vs Pemuda Pancasila di Blora, 19 Orang Diringkus Polisi