TRIBBUNJATENG.COM, NUNUKAN -- – Di balik jeruji besi, Bahdaniar alias Emi Binti Muhammad Idris (38) kini menjalani hukuman atas keputusannya yang mengubah hidupnya selamanya.
Janda enam anak itu divonis 12 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Nunukan setelah dinyatakan bersalah atas pembunuhan berencana terhadap kekasihnya, Yohanis Sutoyo (43). Keputusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 14 tahun.
Kasus ini mengguncang warga Nunukan, bukan hanya karena aksi kejam yang dilakukan Bahdaniar, tetapi juga karena motif di baliknya: sakit hati dan rasa malu.
Cinta yang Berujung Tragis
Bahdaniar, seorang ibu yang berjuang membesarkan enam anaknya seorang diri, menjalin hubungan dengan Yohanis selama tiga tahun.
Hubungan mereka bukan rahasia lagi bagi warga sekitar. Bahkan, banyak yang mengira mereka telah menikah secara siri.
Namun, harapan Bahdaniar untuk mendapatkan kepastian dalam hidupnya pupus ketika Yohanis tak kunjung menikahinya.
Dihantui rasa malu dan kemarahan, emosi Bahdaniar memuncak pada pagi nahas itu, Selasa (25/6/2024).
Cekcok hebat terjadi di rumah Yohanis di Jalan Tanjung, Nunukan Barat.
Dalam keheningan pagi, di tengah pertengkaran yang memanas, Bahdaniar menghunus pisau ke tubuh lelaki yang pernah ia cintai.
Luka sayatan di leher dan dada merenggut nyawa Yohanis seketika.
Upaya Menyembunyikan Kejahatan
Ketakutan menyelimuti Bahdaniar usai perbuatannya. Ia segera menyusun skenario seakan ada orang lain yang masuk ke rumah dan membunuh Yohanis.
Ia melapor ke polisi, mengaku telah diserang oleh seorang pria bernama "Unding" yang hendak memperkosanya, lalu membunuh Yohanis saat dipergoki.
Tak berhenti di situ, ia meletakkan celana jeans dan sandal hitam di depan rumah untuk memperkuat ceritanya.
Pisau yang menjadi alat bukti pun ia cuci bersih dan dikembalikan ke tempat sendok, seolah tak pernah digunakan.
Namun, kejelian penyidik berhasil mengungkap kebohongannya.
Bukti-bukti di lokasi kejadian serta ketidaksesuaian keterangannya mengarah pada satu kesimpulan: Bahdaniar adalah pelakunya.
Sebelum akhirnya ditangkap, ia memeluk erat anak-anaknya, meminta maaf tanpa menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Sebuah pelukan terakhir sebelum kehidupannya berubah drastis.
Pertimbangan Hakim dan Masa Depan Anak-Anaknya
Dalam putusannya, majelis hakim mempertimbangkan faktor yang memberatkan dan meringankan.
Perbuatannya yang menghilangkan nyawa seseorang menjadi alasan utama vonis 12 tahun penjara. Namun, statusnya sebagai ibu tunggal yang harus menghidupi enam anak menjadi alasan hukuman lebih ringan dari tuntutan.
Kini, enam anak Bahdaniar harus menghadapi kenyataan pahit: kehilangan sosok ibu yang menjadi satu-satunya tumpuan hidup mereka.
Tragedi ini bukan hanya meninggalkan duka bagi keluarga korban, tetapi juga bagi anak-anak Bahdaniar yang harus bertahan tanpa kehadiran ibunya.
Di balik kisah kelam ini, tersimpan pelajaran tentang bagaimana keputusasaan dapat menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kehancuran.
Cinta yang diwarnai harapan berubah menjadi amarah, dan di ujung jalan, hanya penyesalan yang tersisa.
Namun, satu pertanyaan masih menggantung: bagaimana nasib enam anak yang kini ditinggalkan? Dalam keheningan sel tahanan,
Bahdaniar mungkin terus memikirkan mereka, berharap masih ada harapan di tengah reruntuhan hidupnya. (Kompas.com)
Baca juga: 412 Tenaga Non ASN Jepara Desak Pengangkatan PPPK, Ajukan 7 Tuntutan ke Pemerintah
Baca juga: Kecelakaan Exit Tol Krapyak : Truk VS Mobil Minibus, Mobil Ringsek
Baca juga: Lirik Lagu Like JENNIE - Jennie Blackpink, Lengkap dengan Terjemahan Indonesia