TRIBUNJATENG.COM - Kisah pilu dialami Sarah (bukan nama sebenarnya) saat terlilit 20 apikasi pinjaman online atau pinjol.
Awal mula ia menggunakan pinjol adalah saat tahu ayahnya meninggalkan tunggakan asuransi kesehatan.
Ia bingung karena harus membayar tunggakan asuransi kesehatan meski ayahnya telah meninggal dunia.
Baca juga: Kisah Wanita Sukoharjo Terjerat Pinjol hingga Divonis Skizofrenia dan 4 Kali Mau Bundir
Baca juga: Mengenal Sosok Aura Cinta, Dari Debat dengan Dedi Mulyadi Hingga Pernah Jadi Bintang Iklan Pinjol
"Ternyata itu enggak ke-cover asuransi. Jadi walaupun ayah saya meninggal, tetap harus bayar cicilannya," ungkap Sarah.
Di samping itu, Sarah juga harus merawat ibunya yang mengidap diabetes.
Situasi ini membuat Sarah semakin terdesak.
Sementara, mengandalkan gaji bulanan tidaklah cukup.
"Belum lagi saya juga bayarin sekolah adik saya, abang saya kerjanya cuma ojek online, terus buat bayar tunggakan asuransi (ayah), ibu saya sakit Ibu saya kalau beli obat aja sebulan bisa Rp 1 juta lebih," ucap Sarah.
Merasa buntu, Sarah akhirnya terpaksa meminjam uang dari berbagai pinjaman online.
"Jadi saya gali lubang-lubangnya dari pinjol, sampai 20 pinjol yang resmi dan enggak resmi OJK, juga saya buka (pinjaman)," terang Sarah.
Nyaris jual rumah
Sarah menjelaskan, uang yang ia pinjam dari setiap aplikasi pinjol berkisar Rp 1 juta.
Oleh karena ia menggunakan 20 aplikasi pinjol, total uang yang dipinjam sekitar Rp 20 juta.
Lambat laun, bunga dan denda tunggakan dari layanan pinjol tersebut membebani Sarah.
Akibatnya, ia kesulitan untuk melunasi utang.
Di tengah kebingungan itu, Sarah nyaris menjual beberapa barang berharga, bahkan rumah, untuk membayarkan pinjol.
"Waktu itu sih sempat jual barang sih, jual handphone. Waktu itu hampir pengin jual rumah tapi akhirnya enggak jadi," ujar dia.
Namun, Sarah masih dikelilingi orang-orang baik.
Beberapa teman meminjami Sarah uang untuk membantu ia keluar dari lilitan pinjol.
"Saya tutup-tutup beberapa pinjol. Ini kan saya diajari sama teman saya untuk minta keringan agar membayar pokoknya saja tanpa bunga. Alhamdulillah, ini lunas," ucap Sarah.
Meski jalannya terasa berat dan panjang, Sarah bersyukur utangnya dari pinjol akhirnya lunas.
Sarah pun mengaku kapok menggunakan pinjol. Apalagi, ia pernah diteror dan dipermalukan karena terlambat membayar cicilan.
"Pernah banget waktu tahun 2019 itu karena saya bingung mau bayar gimana."
"Saya pernah sampai ditelepon ke tempat kerja, terus foto KTP saya disebar ke teman-teman WhatsApp gitu," tutur Sarah.
Sarah adalah 1 dari ribuan orang korban pinjol di Indonesia.
Tercatat, ada 1.944 orang yang terjerat pinjol mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta pada periode 2018 hingga 2024.
Dari jumlah itu, sebanyak 1.208 pengadu adalah perempuan, dan 736 laki-laki.
Sementara, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, 1.081 orang menjadi korban pinjol ilegal sepanjang Januari hingga 31 Maret 2025.
Mayoritas korban merupakan perempuan, yakni 657 orang atau sekitar 61 persen.
Sedangkan 424 korban lainnya adalah laki-laki, setara dengan 39 persen dari total kasus.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Malangnya Sarah, Terjerat 20 Pinjol demi Bayar Tagihan Asuransi Ayah dan Pengobatan Ibu"