Salah satunya adalah rekaman kamera pengawas.
"Dalam hal ini, kami sudah menyampaikan bukti berupa CCTV dan keterangan ahli digital forensik yang menilai rekaman CCTV yang memerlihatkan kekerasan yang dialami oleh Ibu Paula," ujar kuasa hukum Paula, Siti Aminah Tardi.
Selain kekerasan fisik, Siti Aminah juga menyoroti bentuk kekerasan ekonomi yang dialami kliennya.
Ia menjelaskan bahwa dalam konteks hak asasi perempuan, hal tersebut tergolong sebagai bentuk kontrol dan eksploitasi ekonomi.
"Kemudian kami juga menyampaikan kekerasan dalam bentuk ekonomi, dalam khazanah hak asasi perempuan itu dapat dikategorikan sebagai bentuk kontrol ekonomi dan eksploitasi ekonomi," jelasnya.
Tak berhenti di situ, tim kuasa hukum Paula juga mengadukan pernyataan dari juru bicara Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang dinilai tidak netral dan bersifat diskriminatif.
"Terakhir memang kami menyampaikan pengaduan terkait dengan pernyataan juru bicara dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan," katanya.
Menurut Siti Aminah, pernyataan tersebut telah melanggar prinsip-prinsip yang seharusnya dijunjung oleh seorang juru bicara, yakni objektif dan jujur.
Ia menilai bahwa opini pribadi telah dimasukkan dalam pernyataan publik yang seharusnya netral.
"Objektif itu adalah menyampaikan apa yang ada, tapi di dalam pernyataan itu yang disampaikan khususnya misalnya pernyataan terbukti adanya pihak ketiga, yang di dalam putusan pengadilan tidak ada kata-kata itu. Itu berarti kan opini personal," tegasnya.
Siti Aminah juga mengingatkan bahwa Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan.
Dalam konvensi tersebut, pejabat publik diminta untuk tidak mengeluarkan pernyataan yang mengandung stereotipe gender. (*)