"Penginnya ya ada pengobatan gratis, ada bantuan makanan lah, untuk anak-anak. Kalau ada fungsikan sih mau ngungsi. Lah tapi enggak ada ya wis. Tunggu di rumah," ujarnya.
Warga lain, Sukaesih, juga menyimpan anak-anaknya di rumah yang sudah lama tak nyaman.
“Anak-anak ya ada yang demam, karena kondisi kaya gini saya inapkan di rumah tetangga yang lebih tinggi," ujarnya.
Sudah beberapa hari ini mereka hidup dalam genangan. Rumah terlalu kecil untuk melindungi anak dari udara dingin dan air kotor.
Tentu kondisi tersebut membuatnya tak nyaman, kaki Sukaesih yang sudah mulai gatal dan memikirkan anaknya yang sakit, sedangkan sang suami yang pergi mencari ikan untuk bertahan.
Meski kondisi seperti ini, tapi Ana dan warga Karangrejo masih menunggu dan berharap air yang akan surut, dan pemerintah yang datang memberi perhatian.
Terisolir Banjir
Marsiti (63) bungkuk disebuah jalan yang telah terendam banjir, tangannya cekatan membersihkan ikan-ikan kecil seperti nila dan lele dengan air banjir yang menggenangi di kawasan tersebut.
Air keruh setinggi betis itu, menggantikan keran dan ember bersih yang tak lagi bisa dipakai sejak banjir merendam Desa Karangrejo, Kecamatan Bonang, Kabupaten Demak.
Ikan-ikan tersebut adalah hasil tangkapan suaminya dari Sungai Tuntang pagi tadi.
Sungai yang sama kini berubah menjadi sumber malapetaka setelah tanggulnya jebol, menyebabkan banjir besar yang melumpuhkan desa.
Tidak ada kendaraan yang bisa keluar, jalanan tergenang, dan bantuan belum juga datang.
“Ikan ini buat makan keluarga. Digoreng, atau kalau ada tetangga yang mau beli, dijual. Tapi kalau cuma dapat sedikit, ya buat makan sendiri,” ucap Marsiti sambil terus mencuci ikan, Senin (19/5/2025).
Sehari-hari, suaminya beserta para warga sekitar menyusuri sungai dari pagi hingga sore dengan membawa jaring, untuk mencari apa pun yang bisa dibawa pulang untuk dimasak.
Ikan-ikan kecil itu bukan sekadar lauk, melainkan harapan kecil yang menyala di tengah keadaan darurat.