Iduladha

Jelang Iduladha dan Indikasi PMK, Sapi Sakit Dilarang Masuk Pasar Hewan Ambarawa Kabupaten Semarang

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

JUAL SAPI - Seorang pedagang membawa dan menjual sapi di Pasar Hewan Ambarawa, Bawen, Kabupaten Semarang, Rabu (21/5/2025).

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Menjelang Iduladha 2025, pengawasan terhadap kesehatan hewan kurban di Kabupaten Semarang diperketat. 

Di Pasar Hewan Ambarawa, Bawen, seekor sapi bahkan ditolak masuk meski tak terindikasi penyakit mulut dan kuku (PMK).

Kepala UPTD Puskeswan, Pasar Hewan, dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kabupaten Semarang, Muhammad Hidayat, menegaskan bahwa seluruh hewan ternak yang masuk pasar harus dalam kondisi sehat.

“Kalau sekadar sakit ringan, seperti masuk angin, tetap tidak boleh masuk ke dalam area, walaupun kami masih (berikan) toleransi,” kata Hidayat saat ditemui di Pasar Pon Ambarawa, Rabu (21/5/2025).

Baca juga: Resah PMK Ancam Kurban Iduladha: Peternak di Semarang Bentengi Sapi dengan Jamu Tradisional

Baca juga: Pemkab Kendal Mulai Rutin Cek Kondisi Hewan Jelang Kurban: Belum Ditemukan Gejala PMK

Dia menambahkan, satu ekor sapi yang terlihat lesu hari itu terpaksa ditolak masuk meskipun hasil pemeriksaan tidak menunjukkan gejala PMK. 

Hal itu menjadi bagian dari langkah antisipatif untuk menjaga kepercayaan pembeli terhadap kualitas hewan kurban di pasar tersebut.

Untuk memastikan hal tersebut, pihaknya telah menurunkan sembilan personel gabungan. “Empat tenaga medis dan paramedis kami tempatkan di pintu masuk sebagai filter awal, dan lima petugas retribusi di area penurunan sapi,” imbuh Hidayat.

Dia menyebut, rata-rata kunjungan sapi ke pasar tersebut saat ini mencapai 450 ekor per hari, meningkat dibanding hari biasa yang hanya 300-350 ekor.

Puncak kedatangan diprediksi terjadi pada Sabtu Pon mendatang, yang bisa menembus lebih dari 500 ekor.

Dari sisi harga, sapi sehat dan layak potong dibanderol antara Rp50.000 hingga Rp52.000 per kilogram hidup. 

Sementara, sapi dengan kondisi kurang gemuk dijual sekitar Rp46.000–Rp47.000 per kilogram.

Namun demikian, lonjakan pasokan itu tak serta-merta meningkatkan penjualan. 

Sejumlah pedagang mengaku tetap mengalami penurunan omzet.

Pedagang sapi asal Cepogo, Boyolali, Winarno mengatakan, kekhawatiran masyarakat terhadap wabah dan tekanan ekonomi turut mempengaruhi minat beli.

“Biasanya terdapat lima sampai enam orang dalam satu kelompok dagang, sekarang tinggal tiga. 

Itu sudah biasa sekarang,” ungkap dia.

Winarno juga menyebut bahwa di daerah asalnya, sistem arisan kurban yang biasanya membantu warga membeli hewan kini tak lagi berjalan.

“Tahun lalu masih ada arisan sapi, sekarang sudah tidak ada. 

Kemungkinan karena kondisi ekonomi juga,” tambah dia.

Dengan ketatnya pengawasan dan masih lemahnya daya beli masyarakat, para pedagang dan petugas pasar berharap keseimbangan tetap terjaga: hewan yang sehat tetap terjual, dan kepercayaan pembeli tidak luntur. (*)

Berita Terkini