Dengan pelaporan ini, keluarga Umi Pipik berharap publik semakin sadar bahwa media sosial bukan tempat bebas tanpa batas.
Sementara itu, kuasa hukum Umi Pipik, Rendy Anggara Putra, menjelaskan bahwa laporan sudah diterima pihak kepolisian dan akan diproses sesuai aturan.
Ia tidak menutup kemungkinan upaya restorative justice, tetapi hanya jika kasus sudah masuk tahap penyidikan.
“Kita tidak serta-merta menutup ruang damai. Tapi harus ada itikad baik dan proses hukum tetap berjalan. Jangan sampai ada impunitas digital,” ujar Rendy.
Ia menegaskan, laporan ini dilengkapi bukti tangkapan layar, meskipun akun pelaku sempat menghilang.
Kasus Umi Pipik menjadi peringatan bagi para pengguna media sosial agar lebih bijak dalam menyampaikan opini.
Menyebarkan ujaran kebencian, fitnah, atau melecehkan seseorang, apalagi tanpa bukti, dapat berujung pada proses hukum.
Di era digital ini, jejak digital tak pernah benar-benar hilang. Siapa pun bisa dimintai pertanggungjawaban atas ucapannya, baik dalam kolom komentar maupun postingan pribadi.
Kesimpulan: Langkah Tegas Umi Pipik Demi Ciptakan Media Sosial yang Sehat
Dengan melaporkan dua akun sosial media ke Polda Metro Jaya, Umi Pipik menunjukkan bahwa tidak ada toleransi bagi perundungan di dunia maya.
Langkah ini bukan sekadar reaksi pribadi, melainkan wujud kepedulian terhadap situasi yang lebih luas—dimana publik figur dan masyarakat umum sering menjadi sasaran komentar merendahkan tanpa dasar.
Proses hukum yang berjalan diharapkan bisa menjadi contoh dan memperkuat kesadaran bahwa media sosial adalah ruang publik yang juga tunduk pada hukum. (*)
Baca juga: Kunci Jawaban Kelas 3 SD Tema 7 Halaman 101 102 104 105 Memahami Teks Teknologi Sandang Masa Kini
Baca juga: Sinergi Pemerintah-PGN Amankan Ketahanan Gas Domestik, Tambah Pasokan dari Swap Gas Agreement
Baca juga: Jan Hwa Diana Jadi Tersangka Kasus Penggelapan 108 Ijazah Mantan Karyawan CV Sentoso Seal