TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) Sudarto AS mengatakan, aturan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan perlu dideregulasi, atau kalau perlu dibatalkan.
Pasalnya aturan tersebut bisa mengancam eksistensi industri tembakau dan hilangnya pekerjaan para buruh di sektor tersebut.
“Proses deregulasi PP Nomor 28 menurut saya wajar, perlu disempurnakan, kalau perlu dibatalkan.
Karena akan menghambat proses kebijakan pemerintah sendiri terkait dengan penyelamatan industri padat karya,” kata Sudarto di sela-sela peringatan ulang tahun FSP RTMM-SPSI di lapangan Rendeng Kudus, Kamis (29/5/2025).
Dalam peringatan ulang tahun tersebut dihadiri oleh ribuan buruh pabrik rokok Kabupaten Kudus.
Mereka mengikuti berbagai rangkaian peringatan ulang tahun mulai dari senam sampai aksi sosial santunan kepada anak yatim.
“Dalam kegiatan ini kami buktikan bagaimana pekerja rokok mengumpul begitu banyak.
Mereka harus diselamatkan oleh pemerintah,” kata Sudarto.
Menurutnya keberadaan PP Nomor 28 Tahun 2024 berdampak kepada para buruh pabrik rokok.
Adanya pembatasan penjualan bisa memengaruhi kuantitas penjualan. Kalau penjualan menurun imbasnya adalah produksi menurun.
“Jadi dampaknya besar,” kata Sudarto.
Atas regulasi tersebut, Sudarto mengatakan, pihaknya pernah protes melalui aksi demonstrasi di Kementerian Kesehatan pada 10 September 2024.
Setelah aksi tersebut akhirnya muncul sejumlah kesepakatan termasuk batalnya penyeragaman bungkus rokok.
Hanya saja, kata Sudarto, pemerintah juga harus lebih peka terhadap industri padat karya, terutama industri hasil tembakau.
“Adanya regulasi tersebut, tentunya kami tetap mengedepankan adanya dialog,” kata dia.