Sengketa Batas Desa

Konflik Sengketa Batas Desa di Kalimantan Mencekam, Seorang Pria Diduga Dipenggal

Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FOTO ILUSTRASI BENTROK - Aparat kepolisian bersitegang dengan warga Kampung Dadap saat terjadi bentrokan di kawasan Dadap, Tangerang, Banten, Selasa (10/5/2016).Pada akhir Mei 2025 bentrokan antar warga terjadi di Kalimantan Selatan.

TRIBUNJATENG.COM - Sengketa perbatasan dua desa beda kabupaten di Kalimantan memakan korban jiwa.

Seorang pria berinsial J (40) diduga dipenggal karena ditemukan di hutan dalam keadaan tanpa kepala.

Bentrok berdarah akibat sengketa tapal batas itu terjadi di Kecamatan Loksado, Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan.

J (40) ditemukan tewas tanpa kepala di hutan perbatasan desa, pada Sabtu (31/5/2025). 

Baca juga: India Kehilangan Jet Tempur Rafale dalam Konflik Singkat Lawan Pakistan, Ini Penjelasan Militer

Baca juga: Hadapi Konflik Sosial, Polres Sragen Laksanakan Olah Taktis Pengamanan Bersama Polda Jateng

Polisi mengungkap kronologi bentrokan yang dipicu perseteruan tapal batas puluhan tahun antara warga Desa Muara Ulang dan warga eks-Desa Kumuh.

Korban J merupakan warga Desa Muara Ulang, sebelumnya ditemukan tewas mengenaskan di dalam hutan pada Sabtu (31/5/2025).

Kepala Kepolisian Resor HSS, AKBP M Yakin Rusdi mengatakan, jasad korban ditemukan setelah bentrok warga 2 desa pecah.

Bentrokan dipicu oleh sengketa batas desa.

"Jadi jasad korban yang tanpa kepala itu ditemukan di deket tapal batas kedua desa," ujar Yakin saat dikonfirmasi, Minggu (1/6/2025).

Sengketa tapal batas ungkap Yakin terjadi di perbatasan yang menghubungkan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) dan HSS.

"Sengketa tapal batas ini sudah lama terjadi, sejak 15 tahun lalu," ungkap Yakin.

Desa yang diperebutkan oleh kedua warga adalah Desa Kumuh yang dulunya masuk dalam wilayah HSS.

Namun warga Desa Kumuh memilih masuk HST dikarenakan akses jalan yang lebih baik sehingga memudahkan warga beraktivitas.

Rupanya keputusan itu ditentang oleh warga yang bermukim di HSS hingga akhirnya terjadi konflik berkepanjangan.

"Dulu Desa Kumuh memang masuk HSS, tapi karena akses jalannya lebih baik jadi diambil HST," ungkap Yakin.

Halaman
12

Berita Terkini