Sidang Kasus Kematian Dokter Aulia

Dr Aulia Risma Menangis di Kamar Sebelum Jasadnya Ditemukan, Curhat Soal 2 Sosok Ini di PPDS Undip

Penulis: iwan Arifianto
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAK AJUKAN KEBERATAN - Zara Yupita Azra satu dari tiga terdakwa kasus dugaan pemerasan dan perundungan pada program PPDS Anestesi Undip Semarang mengikuti persidangan di PN Semarang, Kota Semarang, Senin (26/5/2025). Ketiga terdakwa tidak mengajukan keberatan atau eksepsi dalam sidang perdana tersebut.

Selain beban ekonomi untuk senior,  Risma dan suaminya mendapatkan pula tekanan jam kerja tak masuk akal.

Akibatnya, keduanya mengalami depresi.

"Suami saya melakukan pemeriksaan jiwa. Disusul Risma yang aku dorong untuk ikut periksa. Hasilnya sama mereka  depresi. Almarhum dan suami saya sama-sama mengkonsumsi obat depresan karena ikut program PPDS," ujarnya.

SIDANG PPDS UNDIP: Suasana persidangan kasus perundungan dan pemerasan pada program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (4/6/2025) malam. (TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO) (TRIBUN JATENG/IWAN ARIFIANTO)

Sebelum kematian Aulia, Diah menyebutkan korban sempat alami masa-masa sulit yang cukup lama.

Korban telah mengalami depresi sejak November 2022. Sejak saat itu, korban mulai berobat ke psikolog.

"Korban pernah menangis di kamarnya. Curhat jam kerja di RSUP Kariadi tak masuk akal. Ditambah para seniornya mengucilkan. (Bagian) Anestesi menekan juga," terangnya.

Memasuki tahun 2024, kondisi korban mulai down baik secara mental maupun fisik.

Risma bahkan sempat mengurung diri beberapa kali di kamar kosnya.

"Faktor utama (korban depresi) karena tekanan dari senior. Korban pernah sebut nama pak Indra dan Bu Zara. Korban sampai bilang tak mau berurusan dengan Bu Zara.  Dia yang menyebabkan korban  depresi," ungkapnya.

Kondisi Aulia Risma puncaknya terjadi pada Senin, 12 Agustus 2024. Dia ditemukan di kamar kosnya dalam kondisi tak bernyawa.

"Kami sempat memanggil tukang kunci karena kamar korban tidak bisa dibuka sejak pagi.  Selepas terbuka saya melihat jenazah (almarhum ) menggenggam suntikan ada ampul (botol obat)," jelas Diah.

Mengenai kesaksian itu, Zara menyangkalnya. Dia berdalih, beban kerja berlebihan yang diberikan ke Aulia merupakan tugas dari senior. Dia yang berada dalam satu divisi dengan korban yakni divisi ilmiah maka memberikan tugas itu ke korban.
"Soal beli parfum dan kopi itu tekanan senior kepada saya lalu saya operkan ke almarhumah. Saya operkan tradisi itu ke adik kelas (almarhumah) itu arahan dari senior," kata Zara.

Sementara, Kuasa hukum keluarga Risma, Yunisman Alim menilai, bukti-bukti yang disodorkan pihaknya ke kepolisian berupa bukti rekaman suara percakapan sudah cukup menguatkan keterlibatan Zara dalam kasus ini.

Menurutnya, dalam kasus ini tidak ada korelasi lagi dengan senior di atas terdakwa Zara. Sebab, kasus ini berkorelasi langsung dengan terdakwa yang turut serta dalam kejadian tersebut.

"Urusan ada pelaku lain itu nanti digali lagi oleh kesaksian selanjutnya. Intinya ada (Hubungan) Junior dan senior antara Zara dan korban. Jadi tidak ada hubunganmya diperintah oleh atasannya. Itu urusan lain," terangnya.

Halaman
123

Berita Terkini