Produksi RDF di TPST Kedungrandu II ditargetkan naik bertahap dari 8 ton per hari menjadi 56 ton per hari.
Saat ini, Banyumas memiliki dua pihak yang mengolah residu sampah menjadi RDF, yakni BIJ dan DLH.
Namun produksi RDF di Tempat Pembuangan Akhir Berbasis Lingkungan (TPA BLE) mengalami penurunan.
"Dulu bisa produksi 70–80 ton per hari.
Tapi karena kerusakan alat, sekarang hanya 30 ton per hari," ungkap Sugiri.
Pihak DLH kini tengah berupaya memperbaiki dan mengganti mesin agar produksi RDF bisa kembali maksimal.
Hal ini penting untuk mengurangi tumpukan bahan baku RDF yang saat ini masih mengantre di TPA BLE dan TPST.
Sugiri menjelaskan, harga RDF dipengaruhi oleh kadar air dalam bahan.
Apabila kadar air di bawah 22 persen, RDF bisa dijual hingga Rp440.000 per ton.
Namun jika di atas 22 persen, harga bisa turun hingga Rp228.000 per ton.
Saat ini, RDF dari Banyumas dimanfaatkan oleh PT Solusi Bangun Indonesia Tbk Pabrik Cilacap.
Rencananya, Pabrik Semen Bima di Banyumas juga akan menggunakan RDF mulai September 2025.
Tanpa TPA Landfill Selama 6 Tahun.
Baca juga: Dedy Yon Minta PKK Kota Tegal Sosialisasikan Pemilahan Sampah di Level Rumah Tangga
Sugiri menegaskan, meski pengelolaan sampah di Banyumas belum sempurna, Pemkab berani mengambil langkah berbeda dengan tidak menggunakan sistem TPA landfill.
"Sudah hampir enam tahun Banyumas tidak pakai landfill, dan terbukti bisa.
Tapi memang masih banyak yang harus disempurnakan," tambahnya. (jti)