"Teman-teman (sopir) meminta atau menuntut agar pemerintah bisa memperhatikan kesejahteraan," ujarnya.
Di sisi lain, pihaknya, meminta UU Nomor 22 tahu. 2009 diubah. Namun, berbeda jika pemerintah memberikan solusi terhadap para sopir.
"Pemerintah harusnya memberi kebijakan terhadap pelaku transportasi ini," imbuhnya.
Dikatakannya, selama ini kesalahan selalu dibebankan terhadap sopir termasuk di antaranya jika terjadi musibah. Termasuk juga sopir selalu disalahkan jalan rusak.
" Jangan salahkan sopir infrastrukturmya seperti apa. Kami tidak setuju UU itu," tegasnya.
Suroso menyebut premanisme terhadap sopir seiring terjadi dimana pun. Termasuk juga premanisme terhadap sopir di jalan tol.
"Katanya nyaman, kami bayar mahal malah rawan premanisme. Handphone,tas, dompet sering hilang. Pemalakan juga sering. Belum lagi di jalan Pantura," keluhnya.
Belum Melakukan Penindakan
Terpisah, Kepala Dishub Jateng, Arief Djatmiko mengatakan unjuk rasa itu meminta agar tuntutan para sopir dapat dipenuhi oleh pemerintah.
Para pengemudi minta mengenai penanganan ODOL.
"Tuntutan mereka juga pernah disampaikan tahun 2022 dan pernah disampaikan ke pemerintah pusat agar mendapat perhatian," ujarnya.
Pria akrab disapa Miko menyebut penanganan ODOL merupakan wewenangan pemerintah pusat yakni Kementerian Perhubungan.
Sementara Dishub Provinsi Jateng hanya meneruskan tuntutan para sopir ke pemerintah pusat.
"Kami sudah menerima mereka bersama jajaran Polda Jateng. Kalau permintaan lebih luas kami menyarankan untuk mendatangi Kementerian Perhubungan," jelasnya.
Miko menjelaskan Dishub Provinsi Jateng tidak pernah melakukan penindakan.