Berita Ungaran

BPJS Kesehatan Cabang Ungaran Sambut Penerapan KRIS, RSUD Mangunkusumo Mulai Sesuaikan Fasilitas

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

NYATAKAN KESIAPAN KRIS - Direktur RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo (RSGM) Ambarawa, dr. Hasti Wulandari, menyatakan kesiapannya menjalankan regulasi KRIS di rumah sakitnya, dalam pertemuan dengan media bertajuk “JKN Berkualitas, Masyarakat Semakin Sehat” di Susan Spa Resort, Bandungan, Rabu (25/6/2025).

TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN – Rencana penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus bergulir, meskipun implementasinya kemungkinan besar akan diundur ke akhir tahun 2025 atau awal 2026. 

Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala BPJS Kesehatan Cabang Ungaran, Subkhan, dalam pertemuan media bertema “JKN Berkualitas, Masyarakat Semakin Sehat” yang digelar di Susan Spa Resort, Bandungan, Rabu (25/6/2025).

“Semuanya belum clear, kemungkinan implementasinya mundur ke Desember atau tahun depan. 

Baca juga: Benarkah Beli Kacamata Ditanggung BPJS Kesehatan? Apa Saja Syaratnya?

Tapi pemetaan ke seluruh fasilitas kesehatan sudah dilakukan,” kata Subkhan.

Menurut dia, kesiapan fasilitas kesehatan untuk menjalankan KRIS saat ini bervariasi. 

Sejumlah rumah sakit sudah siap 70 persen, 80 persen, bahkan ada yang sudah mencapai 100 persen. 

Namun seluruh pihak masih menunggu regulasi teknis terbaru dari Kementerian Kesehatan sebelum sistem itu benar-benar diterapkan.

Meski implementasi KRIS belum final, langkah proaktif telah dilakukan baik oleh BPJS Kesehatan maupun rumah sakit. 

Upaya itu menjadi bagian dari transformasi layanan kesehatan menuju sistem yang lebih adil dan berkualitas bagi seluruh peserta JKN.

Dengan cakupan yang hampir merata di Kabupaten Semarang, tantangan berikutnya adalah memastikan keberlanjutan layanan dan menjaga keaktifan peserta, sekaligus menjamin fasilitas layanan kesehatan memenuhi standar pelayanan yang ditetapkan.

“Kita tunggu saja regulasi resminya, tapi prinsipnya kita sudah siap dan akan terus mendorong peningkatan kualitas pelayanan,” imbuh Subkhan.

BAHAS SEJUMLAH ISU - BPJS Kesehatan Kantor Cabang Ungaran dan narasumber lain menggelar pertemuan dengan media bertajuk “JKN Berkualitas, Masyarakat Semakin Sehat” di Susan Spa Resort, Bandungan, Rabu (25/6/2025). Terdapat sejumlah isu yang dibahas, di antaranya peserta PBI JKN yang terdampak penyesuaian data dan pelaksanaan regulasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

KRIS Bukan Sekadar Ruangan, Tapi Standar Pelayanan

KRIS dirancang sebagai upaya penyeragaman kualitas layanan rawat inap, tak lagi berbasis kelas 1, 2, atau 3, namun mengacu pada 12 kriteria standar. 

Beberapa di antaranya meliputi jumlah tempat tidur maksimal dalam satu ruangan, ketersediaan oksigen sentral, kamar mandi dalam, pencahayaan alami, suhu ruangan, kelembapan, dan tirai pembatas antarpasien.

“KRIS ini untuk mendorong standar pelayanan yang lebih merata dan berkualitas. 

Harapannya seluruh rumah sakit bisa memenuhi,” ungkap Subkhan.

Untuk wilayah Kabupaten Semarang, cakupan peserta JKN saat ini telah mencapai 98,6 persen dari total penduduk, namun baru 77 persen yang aktif. 

Di Kota Salatiga, partisipasi aktif mencapai 89 persen. 

Subkhan menjelaskan bahwa kendala terbesar untuk mencapai 100 persen keaktifan adalah peserta yang terkena PHK, bayi baru lahir yang belum didaftarkan, serta peserta PBI yang tidak terdaftar dalam pemutakhiran data nasional oleh Kementerian Sosial berbasis Data Terpadu Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

RSUD Mangunkusumo Sudah Siap 100 Persen

Satu di antara rumah sakit yang telah menyatakan kesiapannya menjalankan sistem KRIS yaitu RSUD dr. Gunawan Mangunkusumo (RSGM) Ambarawa.

Direktur RSUD RSGM, dr. Hasti Wulandari, mengungkapkan bahwa proses penyesuaian fasilitas telah dilakukan sejak semester kedua tahun 2024, bahkan dipercepat saat proses kredensialing dengan BPJS pada September 2024.

“Kami sudah menata ulang seluruh ruang rawat inap sesuai 12 kriteria KRIS. 

Sampai akhir Mei 2025, semua sudah rampung 100 persen,” ungkap dr. Hasti.

Namun demikian, penyesuaian itu tidaklah tanpa tantangan. 

Satu di antara kendala yakni pemenuhan AC di ruang kelas 2 dan 3 yang sebelumnya tidak menggunakan pendingin karena suhu dingin khas Ambarawa. 

Selain itu, standar baru untuk tirai pembatas juga memaksa rumah sakit melakukan penggantian.

Yang cukup signifikan, rumah sakit terpaksa mengurangi jumlah tempat tidur dari 248 menjadi 228 demi memenuhi ketentuan maksimal kapasitas per ruangan dalam KRIS. Dari total tempat tidur, 148 tempat tidur kini telah terstandarisasi sesuai KRIS, bahkan melebihi syarat minimal 60 persen.

“Secara finansial ini berdampak pada kami. Beberapa tempat tidur yang sebelumnya dibeli kini tidak bisa digunakan karena tidak sesuai standar baru. 

Tapi kami tetap menyesuaikan karena ingin mendukung kebijakan nasional,” imbuh dr. Hasti.

Baca juga: Tak Pernah Dipakai, Apakah Iuran BPJS Kesehatan Bisa Dicairkan?

Meski kesiapan fisik telah terpenuhi, dr. Hasti mengaku masih menunggu kepastian regulasi detail dari Kementerian Kesehatan.

“Pemahaman awal kami, semua ruangan akan diseragamkan. 

Tapi masih ada ketidakjelasan, seperti apakah pasien non-JKN juga harus sesuai standar KRIS. Ini kami masih tunggu juknis lengkapnya,” pungkas dia. (*)

Berita Terkini