"Sebenarnya orang tuanya ya menginginkan anaknya sekolah, tapi anaknya betul-betul tidak mau sekolah. Di rumah ya aktivitasnya hanya main game. Jadi ya, risikonya game saja," ungkapnya.
Di tengah kondisi ini, menurut Siminto, sekolah tetap harus mengosongkan kursi kedua siswa tersebut meski tidak mau sekolah.
Ia menyebut tidak bisa serta-merta menggantikan dengan murid baru karena kaitannya dengan kesesuaian data pokok pendidikan (Dapodik).
"Ketika anak tersebut kembali sekolah, tentu dia akan mengulang di kelas VII," imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang, Bambang Pramusinto, menegaskan bahwa pengisian kursi memang tidak bisa dilakukan secara sembarangan, terutama karena sistem sudah terintegrasi dengan pusat data nasional.
Menurut Bambang, semua proses penerimaan siswa baru saat ini sudah terhubung langsung dengan sistem Dapodik milik Kementerian Pendidikan.
Karena itu, pengisian bangku utamanya dilakukan secara daring.
Adapun secara luring atau offline sangat tidak dianjurkan, bahkan berpotensi menimbulkan masalah administratif bagi siswa.
"Kalau kita ngisi secara offline, sistemnya nggak bisa. Karena hasil SPMB kemarin kan langsung terconnect di Kementerian, langsung mereka didata di Dapodik. Kalau tiba-tiba nanti ada anak masuk, kita masukkan secara offline, tidak terdata ke Dapodik malah bermasalah buat siswanya," terang Bambang menanggapi kekosongan bangku akibat siswa yang tidak naik kelas atau berhenti sekolah, Senin (30/6/2025).
Baca juga: Siap-Siap, Hari Ini Pengumuman Cadangan SPMB Jateng Keluar
Bambang lebih lanjut mengimbau kepada para orang tua siswa agar segera mengurus proses perpindahan atau mutasi sekolah anak jika memang ada rencana pindah tempat tinggal.
Hal ini penting agar tidak mengganggu proses pembelajaran dan pencatatan data siswa di sistem nasional pendidikan.
"Tetap mengurus perpindahan dari tempat asal ke sekolah yang punya kuota itu," ungkapnya. (idy)